Tuan Dunberg terlihat bingung menjawab pertanyaanku. "Baik, Tuanku. Tapi....,"
"Percayalah, aku segera kembali, Tuan," jawabku sambil menunduk memberi hormat. Namun tangan Thea menarikku untuk berlari.
Dan sesaat kemudian kami berada di rumahku. Ya, rumah yang kutinggalkan. Rumah ini terlihat berantakan dan berdebu.Â
"Ayo Tuanku. Kita harus mencari liontin itu, " Thea segera menaiki tangga menuju kamar Ayah. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Ditariknya tanganku, lalu kami bersembunyi di bilik kecil di bawah tangga.
Telunjuk Thea dilekatkan pada bibir tipisnya, tanda kami harus diam. Kudengar ada dua suara lelaki yang berbicara.
"Boone, kau menemukan sesuatu?"
"Ya, Arye. Paling tidak ada satu buku catatan miliknya. Mungkin aku menemukan sesuatu di dalamnya,"
"Aku telah menemukan yang kucari, Boone. Tapi untuk apa liontin ini? Huruf A itu sama persis dengan tulisan dalam kertas itu, Boone,"
Thea segera mengajakku keluar, setelah memastikan kedua lelaki itu pergi.
"Puteri untuk apa dua lelaki itu mengambil barang yang kita cari? Bukankah jika ingin mencuri, maka mereka bisa mendapatkan perhiasan atau uang atau barang yang lain. Mengapa mereka mengincar liontin itu?"
Aku tak mendengarkan Thea. Entah apa yang diucapkannya. Aku termangu saat kudengar suara lelaki yang disebut sebagai Boone. Aku mengenalnya. Sangat mengenalnya. Begitu mengenalnya. Bahkan aku sangat mencintainya. Sangat.