Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | 1, 2, 3... Air Langit Tiba

24 Agustus 2019   11:11 Diperbarui: 24 Agustus 2019   18:12 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kulihat sekumpulan awan hitam berunding di angkasa. Melawat jagat raya di pelukan semesta. Merundingkan hujan yang entah akan dijatuhkan ke dalam tanah milik siapa.

Awan hitam smakin legam bergulung di desak angin yang gerah memecah ombak samudra bersama riuh gelegar sang petir yang menyambar

"Ke mana air akan kita lahirkan?" ungkap awan hitam yang mengandung hujan dan genap waktunya untuk bersalin

"Bertanyalah pada pelangi, masih sanggupkah ia memberi harap agar air yang lahir nanti kan mampu tertampung dalam reservoir?"

"Tanyakanlah pada setiap pohon di bentang alas agar tak hanya pongah mereka bergoyang dengan gagah, bisakah mereka merawat air?"

Awan hitam merintih kesakitan, hari melahirkan telah tiba baginya. 

"Cepat tentukan ke mana air yang kukandung kan lahir?" jeritnya kesakitan

Dewan sidang angkasa tak bergema. Palu tak segera terketuk tandakan putusan. Erangan sang awan hitam makin membahana, dalam guntur yang makin mengubah samudra menjadi medan laga

Sesaat menjelma ditengah riuh rapat dewan semesta, kembali tangan lembut Sang Khalik menyentuh luruh sang awan hitam

Penguasa Jagat telah bertitah, tanpa satupun berani membantah, 

"Jatuhlah air langit, sama seperti telah Kuberikan sinar matahari kepada Bumi, jatuhkanlah tanpa alasan selain kemurahanKu," sabda Sang Khalik 

Semesta menerima, angkasa tiada nyali tuk tidak tunduk, awan hitam bernafas lega, melihat Sang Khalik memeluknya dengan penuh cinta

Setetes air langit telah turun, diatas tanah kering, petani bersyukur dan tersungkur 

Setetes air langit pun menyapa, seorang pujangga yang menunggu sebuah karya sastra, 

Setetes air langit telah jatuh, diatas kepala bocah yang menyambut riang kala tahu saat bermain hujan telah tiba

Setetes air langit menyapa, sebuah hati yang lama tak dikunjungi cinta

Setetes air langit berharga, meresap ke dalam tanah, diam, menanti berjuta era, kala ia harus kembali menyapa kehidupan karya Sang Pencipta

1,2,3....air langit telah tiba...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun