Decak kagum para penonton tak mampu terbendung kala suguhan tari berjudul Bapang dari Malang, dipersembahkan oleh Tedjo Dance, dari Solo. Berkisah tentang seorang yang bernama Bapang menggambarkan sosok sombong dan angkuh, terlihat dari kostum serba merah, dan olah tari yang selalu membusungkan dada.Â
Penampilan yang menarik dari Solo ternyata bukan suguhan terakhir. Sebagai penutup acara para penonton diajak untuk merasakan kegembiraan para penari malam itu.
Penonton diajak untuk ikut ambil bagian dalam euforia malam nan indah yang sempat terukir meriah di kota Solo.Â
Sebuah tarian asal Papua dijadikan salam perpisahan yang manis antara penonton dan IMF 2019.Â
Usai acara, para pengunjung tak jua segera beranjak dari area Balaikota Surakarta. Malam cantik ini mereka habiskan bersama keluarga, atau sekedar duduk lesehan bersama sahabat menghabiskan waktu tanpa hujan di bawah langit malam kota Solo.
Saya lebih suka menghabiskan malam bersama para penari. Dan ternyata,saya berhasil mencuri sedikit waktu para penari untuk berbagi harapan tentang International Mask Festival tahun yang akan datang.
Ditemui secara terpisah, seorang Inu Kertapati, penampil tari dari Cirebon menyatakan keinginannya supaya di hari mendatang acara IMF diadakan bukan hanya dua hari.Â
"Saya sangat berharap tahun depan bisa tampil kembali di acara ini. Yang, namanya harapan, boleh saja, kan, kalo boleh Acra ini diadakan seminggu. Jadi durasi waktu bagi masyarakat lebih banyak kesempatan untuk menikmati seni dan budaya kita," kata Inu Kertapati, Sang Pemilik Sanggar Wijaya Kusuma, Cirebon.