Puisi ini hanyalah recehan. Sekeping asmara dalam rumpun aksara
Bulan pernah berkata pada Sang Surya, 'pernahkah kau berdusta pada dunia? Maukah kau berpura-pura menjadikanku raja di siang nan gemilang?'
Bintang masih ada di angkasa menari dan tertawa, menyuguhkan balada pada anak manusiaÂ
Lalu angin pun menggoda udara
'wahai, sang perkasa, maukah kau mengisi ruang yang hampa? Sirnakah kau jika aku, bersuara?'
Adakah rindu terdiam, membisu, ditengah tangisan Sang Dara yang membeku, kaku karena risau akan residu dalam kalbu cinta yang masih hangat menggebu
Ah, sastra dan bahasa, terlibatkah kau pada konspirasi antara asmara dan semesta?
Astaga, ternyata anak manusia masih terjebak dalam lubang hitam yang menganga lebar, menjadi misteri renjana akan kabut saat senja
Lantunan denting dawai kecapi Sang Maestro Jagat Raya terdengar merdu berbalut ketegasan kilat dari timur sampai ke barat.
Saat hujan bergelar Air Langit diutus untuk membasahi bumi, berjuta tunas bermunculan menghiasi tanah dan bersemi
Sastrawan muda pun datang dengan senyum nan menawan, coba tawarkan madu cerita tuk tambahkan kisah pada ode Sang Penyair.
Namun sayang, sungguh sayang, kisah ini hanyalah sajak recehan belaka...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H