"Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tapi Indonesia baru akan bercahaya karena lilin-lilin di desa"
Kalimat itu puitis, tetapi bukan kepuitisan yang membuat saya tercenung lama. Nyatanya, makna kalimat yang diucapkan Mohammad Hatta, sang proklamator, sangat mendalam. Siapa lilin-lilin desa itu?Â
Ya, kitalah anak-anak bangsa yang mampu membuat Indonesia bercahaya dengan segala tindak dan perubahan diri menjadikannya berarti. Maksudnya, setiap orang termasuk saya tentu memiliki tujuan baik dalam hidup maupun keprofesian. Tujuan itulah yang disebut sebagai visi.Â
Dalam KBBI V disebutkan bahwa visi berarti pandangan atau wawasan ke depan. Visi dapat diibaratkan seperti harapan dan doa. Tentunya visi tersebut bersifat mengikat diri/ lembaga, mampu menumbuhkan semangat, menguatkan, dan menggerakkan hati juga berkolaborasi untuk mencapai tujuan. Jadi, visi adalah representatif kognitif mengenai gambaran masa depan.Â
Saya pun memberanikan diri membuat harapan seraya memanjatkan doa melalui visi "Insan berakhlak mulia, berilmu amaliah, berbudaya, dan cakap teknologi untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila".Â
Hal-hal yang menjadi tujuan dalam visi tersebut meliputi 1) peserta didik menjadi insan yang memiliki karakter baik (mulia), 2) peserta didik menjadi insan yang memiliki ilmu pengetahuan dan mampu mengamalkannya, 3) peserta didik menjadi insan yang menjunjung budaya Indonesia, 4) peserta didik menjadi insan yang terampil memanfaatkan teknologi dalam rangka membentuk karakter Pancasila.
Menilik pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang maksud pendidikan yang menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat tentu visi tersebut memiliki keterkaitan.Â
Artinya, era teknologi yang semakin canggih tentu berdampak pada budaya dan karakter peserta didik. Oleh karena itu, perlu adanya pedoman bersama dalam menuntun kodrat anak dan mengarahkannya yaitu Pancasila.Â
Tentu saja bukan hal yang gampang memprakarsai perubahan. Namun, tidak ada yang tidak bisa dilakukan jika ada tekad untuk memulai perubahan meskipun kecil. Kuncinya, mulailah dari diri sendiri.Â
Oleh karena itu, kita sebagai calon guru penggerak harus mendesain diri dengan nilai guru penggerak agar mampu berperan di masyarakat. Nilai-nilai guru penggerak meliputi (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif.Â
Dengan kelima nilai tersebut tentu bertahan dan bisa menjadi prakarsa perubahan sekaligus mengambil peran untuk mengembangkan diri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah, serta memimpin pengembangan sekolah.Â