Sudah mendekati dua tahun lamanya kita bergelut dengan pandemi Covid-19. Namun, kasus yang terkonfirmasi masih saja mengalami peningkatan. Kita belum mampu memutus rantai penularannya. Padahal pemerintah kita telah  melakukan berbagai upaya, seperti melakukan PSBB, sosialisasi protokol kesehatan berkelanjutan, hingga sanksi bagi pelanggarnya. Pemerintah juga berupaya mengatasi dampak-dampak yang timbul pada masa pandemi Covid-19 ini, terutama pada lesunya perekonomian masyarakat.
      Bali sebagai daerah yang mengandalkan sektor pariwisata, perekonomiannya pun seolah mati. Banyak hotel, restoran, dan obyek-obyek wisata terpaksa ditutup, sehingga berbuntut pada PHK karyawan secara besar-besaran. Mayoritas dari karyawan yang di PHK pun menjadi benar-benar menganggur dengan dibatasinya berbagai kegiatan di luar rumah. Di sisi lain kita tetap dituntut produktif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang menjadi dilema, mengingat tidak ada kepastian kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Tentunya kita tidak bisa hanya menunggu. Harus ada partisipasi aktif dari masyarakat dalam membantu pemerintah mengatasi dilema yang muncul akibat pandemi Covid-19 ini.
Setiap permasalahan tentu akan ada pemecahnnya. Untuk bisa menghadapi tantangan dan rintangan kehidupan, sejatinya kita telah diwarisi nilai-nilai yang bisa dipedomani oleh para leluhur kita. Seperti mayoritas masyarakat Bali yang memeluk agama Hindu dan memegang teguh keyakinan serta nilai-nilai yang diwarisinya secara turun temurun. Catur Guru merupakan salah satu ajaran Hindu yang menjadi filsafat hidup masyarakat Bali, yang nilai-nilainya diajarkan secara turun temurun hingga saat ini. Catur Guru bermakna empat guru yang yang harus dihormati.
Catur Guru terdiri dari Guru Swadyaya (Tuhan), Guru Wisesa (Pemimpin/Pemerintah), Guru Pengajian (Guru di Sekolah), dan Guru Rupaka (Orangtua). Terdapat banyak kesusasteraan Hindu yang memuat ajaran Catur Guru, diantaranya kitab Sarasamuscaya, kitab Bhagawadgita, kitab Upanisad, kitab Mahabharata, kitab Ramayana, kitab Nitisastra, dan masih banyak lagi. Agar tidak hilang, nilai-nilai ini dapat direaktualisasikan dan disesuaikan dengan kehidupan masa kini, yaitu masa pandemi Covid-19 menuju kehidupan normal baru. Bagaimana cara kita mereaktualisasikan ajaran Catur Guru ini di masa pandemi menuju kehidupan normal  baru? Tentu dengan melaksanakan ajaran bhakti, yaitu senantiasa bhakti kepada Catur Guru.
Â
Bhakti kepada Guru Swadyaya
      Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam fungsinya dalah sebagai guru sejati,  maha guru alam semesta atau Sang Hyang  Paramesti Guru. Agama dan ilmu pengetahuan dengan segala bentuknya adalah bersumber dari  beliau. Walaupun kita berada dalam situasi pandemi seperti ini, beribadah tetap menjadi kewajiban kita sebagai umat beragama, karena disaat seperti ini kita harus semakin mendekatkan diri kepada sang pencipta atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa guna memohon perlindungan dan kesehatan.
Bhakti kepada guru swadyaya juga dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tempat beribadah, menyediakan sarana (tempat cuci tangan) sesuai protokol kesehatan. Memiliki sifat toleransi intern dan antar umat beragama juga merupakan wujud bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dimana kita bisa saling membantu, saling mendukung, dan saling mengingatkan akan protokal kesehatan. Hal inilah yang terlupakan, dimana kita memandang hubungan kita dengan Tuhan hanya sebatas sembahyang. Dengan demikian reaktualisasi ini perlu sehingga kita bisa melewati masa pandemi ini menuju kehidupan normal baru.
Tidak hanya itu,rasa bhakti pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa memiliki keterikatan yang kuat dengan konteks  kitab Bhagawad Gita.Dalam Kitab Bhagawad Gita dikatakan bahwa waktu adalah unsur yang paling penting dalam hidupmu. Krishna  mengajarkan dalam Gita bahwa walaupun engkau tidak begitu berhasil melaksanakan ketidakterikatan kepada benda-benda duniawi, jika engkau melaksanakan semua pekerjaan dan kewajibanmu seperti sembahyang, mempersembahkan segala yang engkau kerjakan kepada Tuhan, maka hidupmu akan diberkati-Nya
Bhakti kepada Guru Rupaka
Guru rupaka merupakan orang tua kita, tanpa orang tua kita tidak akan ada, betapa besar jasa orang tua kita dalam membimbing putra-putrinya. Bhakti kepada guru rupaka dapat diaktualisasikan dengan menaati nasehat dan perintah orangtua, tidak melawan orangtua, menjadi anak yang disiplin, dan rajin membantu orangtua. Intinya adalah bagaimana kita mewujudkan rasa hormat dari anak kepada orangtua yang telah melahirkan, membesarkan, merawat, dan memberikan kehidupan yang layak.
Di masa pandemi Covid-19 ini kita sebagai seorang anak mungkin masih merasa diri sehat, sehingga memiliki ego yang tinggi, tidak mengindahkan protokol kesehatan. Seenaknya keluyuran di luar rumah secara tidak jelas, membuat kerumunan, tanpa memperhatikan orang tua kita. Dimana orang tua kita senantiasa mengingatkan untuk berdiam diri dirumah, maka kita harus mematuhi hal tersebut. Hal ini karena dengan kita mematuhi anjuran tersebut secara tidak langsung kita sudah melindungi orang tua kita yang mungkin memiliki imunitas yang rendah sehingga kita tidak akan menularkan virus-virus yang membahayakan orang tua kita.
Momentum pandemi Covid-19 inilah kita jadikan tolakan untuk mereaktualisasikan ajaran bhakti kepada guru rupaka. Karena dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan bahwa "Orang yang setia dan hormat kepada orang tua, sehingga membuat orang tua menjadi senang dan bahagia, maka anak yang demikian akan memperoleh kemasyuran dan keselamatan pada kehidupannya sekarang dan kelak di kemudian hari". Dengan restu orang tua kita berharap bisa melewati pandemi Covid-19 ini menuju kehidupan normal baru.
Â
Bhakti kepada Guru Pengajian
Guru Pengajian atau Guru Parampara merupakan guru disekolah  yang sangat ikhlas mengabdikan diri untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa. Seorang anak dituntun dan diajarkan ilmu pengetahuan, dibina, dan dididik agar memiliki pengetahuan sebagai bekal menjalani kehidupan. Bhakti kepada guru pengajian dapat diaktualisasikan melalui mengerjakan tugas-tugas sekolah dan mengumpulkannya tepat waktu, tidak melawan kepada guru, menjaga sopan santun, menaati peraturan sekolah, termasuk selektif dalam memilih pergaulan.
Dimasa pandemi ini, semua pelajar diharuskan untuk belajar dalam jaringan atau online. Dalam hal ini pembelajaran hendaknya selalu diikuti, karena dengan belajar di rumah, kita turut meminimalkan penyebaran virus corona. Walaupun belajar dalam jaringan, nilai keagamaan tetap diterapkan dalam pembelajaran ini seperti sebelum memulai pembelajaran tetap diawali dengan berdoa dan juga disertai praktek keagamaan  dalam bentuk video. Inilah nilai-nilai yang sekiranya perlu direaktualisasikan menuju kondisi normal baru setelah pandemi covid-19.
Â
Bhakti kepada Guru Wisesa
      Wisesa dalam Bahasa Sansekerta berarti purusa atau sangkapurusan yaitu pihak penguasa, yang dimaksudkan disini adalah Pemerintah. Pemerintah adalah guru dan masyakat umum yang berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan kesejahteraan material dan spiritual. Bhakti kepada guru wisesa dapat diaktualisasikan dengan dapat dilakukan dengan menjaga fasilitas umum, tidak menyebarkan ujaran kebencian dan berita hoax, menaati peraturan dan tidak melakukan pelanggaran hukum.
      Di masa pandemi ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memutus penularan Covid-19. Pemerintah sudah menghimbau seluruh lapisan masyarakat agar mengikuti 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) ketika berpergian keluar rumah. Jadi, sudah sewajibnya kita untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, karena ini merupakan wujud bhakti kita kepada guru wisesa. Jangan sampai kita turut menjadi penyebar ujaran kebencian dan berita hoax di tengah pandemi Covid-19 ini.
Intinya adalah bagaimana kita bisa mewujudkan bhakti dengan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai luhur dalam ajaran Catur Guru. Nilai-nilai yang diaktualisasikan dengan tujuan bisa membantu upaya pemerintah (guru wisesa) menanggulangi Covid-19 ini. Mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang bisa menjaga keharmonisan, baik dengan Sang Pencipta, antar manusia, dan lingkungan. Mereaktualisasikan nilai-nilai Catur Guru sehingga bisa melewati masa pandemi Covid-19 dan tetap meaktualisasikannya nanti saat kehidupan normal baru tiba.
Nama : Ni Nengah Diah Elsa Apricillia
ROMBEL 7 AGAMA HINDU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H