Mohon tunggu...
Diah Dyo
Diah Dyo Mohon Tunggu... Guru - Emak tangguh

Lebih menyukai cerita dengan akhir bahagia, dan berharap bisa membawa kebahagiaan untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lebaran Penuh Syukur (Part2)

18 April 2023   13:35 Diperbarui: 19 Mei 2023   16:43 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keesokan harinya.

“Kakak sama adek, tolong bantu ibu antarkan jahitan ini ke rumah mamanya Sarah ya? Ibu masih harus selesaikan beberapa pesanan lagi nih.” Ucap ibu setelah sarapan bersama. 

Kebetulan hari ini, hari Sabtu. Andien dan Indy bisa sedikit santai karena tidak berlu terburu-buru bersiap ke sekolah.

“Maaf, ayah gak bisa bantu ya, anak-anak.  Kalian bisakan? Jalan kaki ke rumah mamanya Sarah?” kata ayah sambil mengenakan jaket hijau kebanggaannya.  “Hari ini doakan ada rejeki besar ya, bu”

“Aamiin ya Allah” jawab ketiga perempuan yang masih duduk berkumpul di sekitar meja makan.

“Tenang aja, yah. Rumah Sarah ga jauh kok.” Kata Andien.

“Ayah… kenapa ya kok kadang-kadang Allah ga adil?” Tanya Indy tiba-tiba.

“Astagfirullah, adek!” sahut Andien dengan suara agak tinggi. 

Ibu mengusap lengan Andien lembut, mengingatkan dirinya agar tidak emosi.  Wanita 40 tahunan itu tersenyum lembut dan mengendikkan dagunya ke sang suami.

“Ah, masa sih? Coba cerita sama ayah, Allah itu gak adil bagaimana ya, dek?” Ayah dengan sabar mendengarkan apa yang akan keluar dari mulut kecil anak bungsunya.

“Gini loh, yah.  Ayah tau kan si Sarah? Dia sholatnya masih sering bolong-bolong loh.  Trus hafalan surat pendeknya juga baru sampe surat Al-Asr.  Tambah lagi dua hari yang lalu, puasa dia batal, cuma karena katanya dia haus banget dan akhirnya dia buka.” Indy membuka ceritanya.

“Hmm… kira-kira apa ya hubungan Sarah yang puasanya batal, sama Allah gak adil?” korek ayah lebih lanjut.

“Coba bandingin sama adek.  Sholat adek gak bolong-bolong, puasa selalu full.  Hafalan adek sudah sampai surat Al Mutaffifin, tapi kenapa Allah malah kasih rejeki lebih banyak buat keluarganya Sarah, bukan ke keluarga kita? Itu kan gak adil. Iya kan, bu?” Jawab Indy berapi-api.

“Hmm… hati-hati, gak boleh gitu loh, Dek. Itu namanya ujub.  Merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Eh, tapi menurut kamu, rejeki dari Allah apa aja sih, dek?” Balas ayah.

“Ya uang lah, yah.  Rumah besar, uang banyak, punya mobil, bisa jalan-jalan kemana-mana.” Tangan Indy kini mulai ikut berbicara menghitung semua rejeki menurut apa yang dia tahu.

“Kalau keluarga, rasa sayang, rasa aman, kesehatan itu rejeki bukan ya?” Tanya ayah lagi.

“Ya bukan lah yah.  Itu mah emang udah Allah kasih dari lahir.  Gimana sih ayah nih?” sahut Indy dengan senyum miringnya.

Ayah Rayyan memang seorang laki-laki sholeh, pintar dan sabar.  Dengan telaten dia meluangkan waktunya mendengarkan dan memberi pengertian langsung ke anak-anaknya.

“Ayah tanya nih, Sarah punya kakak atau adik gak?”

“Enggak”  

“Mamanya Sarah selalu temenin Sarah main dan muraja’ah gak?”

“Enggak lah. Mama sama papanya Sarah kan kerja.  Mamanya pulang jam 10 malem.  Dia juga cerita kalau papanya pulang hanya sebulan sekali.”

“Menurut kamu sepi gak, di rumah besar kaya rumah Sarah gitu cuma berdua sama baby sitternya?  Terus, menurut kamu siapa yang lebih beruntung sudah bisa menjaga sholatnya dan hafalannya lebih jauh dibanding hartanya berlimpah.  Inget loh, Allah bisa ambil semua harta hambanya hanya sekejap saja?  Kamu pasti ingat, kejadian kebakaran di rumah pak Haji Mansyur? Harta bendanya habis dalam 1 hari.  dan lagi kebayang gak? Bagaimana sedih anak-anaknya karena ibu mereka harus dirawat berbulan-bulan di rumah sakit?”

Penjelasan ayah langsung membuat anak-anaknya terdiam.  Selama ini kadang mereka lupa, bahwa rejeki yang Allah kirimkan untuk mereka tidak hanya dalam bentuk harta benda. 

“Ingat… selama kita bisa bersyukur semuanya akan terasanya lebih damai loh.  Kalau kita merasa cukup, semua yang kita dapat akan terasa cukup.  Tapi saat kita terus merasa kurang, apapun yang kita punya akan terasa kurang.” Tambah ayah sambil mengelus lembut puncak kepala Indy.  “Sekarang masih mau bilang Allah gak adil? Kita punya segalanya loh. Mau ibadah, gak ada yang menghalangi, keluarga kita saling sayang, badan kita sehat-sehat.  Anak-anak ayah dan ibunya cantik-cantik, dan bonusnya kalian dapat ayah yang ganteng kaya sultan Arab begini.” Canda ayah menutup penjelasan panjangnya.

“Iya, ayah.  Maafin adek ya. Maafin adek ya Allah. Makasih udah kasih adek banyak rejeki” ucap Indy sambil menengadahkan kedua tangannya.  Indy akhirnya mengerti dan tidak lagi merasa iri dengan keadaan temannya.

“Sudah… Kakak sama Indy, ikut ibu yuk sebentar.” Suara lembut ibu mengalihkan perhatian kedua kakak beradik itu.  “Ibu punya sesuatu untuk kalian.”

Mereka mengikuti ibunya ke tempat kerjanya.  Terlihat dua buah gamis yang dibuat dari kain sisa dari berbagai motif yang tertata indah di dua buah manekin.  Ibu mereka yang berbakat berhasil menyulap kain-kain perca menjadi dua buah gamis yang tidak kalah cantik dengan yang mereka lihat di toko.

“Dan ini, kebetulan kemarin ayah dapat tip lumayan dari langganan ayah.  Ayah belikan kerudung.  Pas banget ternyata warnanya.  Matching ya, Kak?” ucap ayah sambil menyerahkan tiga buah kerudung sewarna dengan gamis hasil buatan ibu kepada ketiga perempuan, yang merupakan rejeki terbesar dalam hidupnya.

“Aaaah… sayang ayah dan ibu banyak-banyak” kata Kak Andien yang langsung merentangkan tangannya untuk memeluk kedua orang tuanya.

“Sarangheyooooo” Indy yang sangat bahagia ikut memeluk ketiga orang tercintanya.  “Makasih banyak, Ya Allah…” Bisiknya sambil tersenyum menatap ke langit-langit rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun