"Tapi Kakek tetap tidak mau?", tanyaku. "Betul", jawab Ibu. "Melihat kondisi itu, akhirnya Ayah bersedia menggantikan peran Kakek. Kakek menjadi semakin marah dan beranggapan bahwa Ayah dan Paman Osa bersekongkol. Padahal tidak. Sejak itu Kakek tidak mau berbicara dengan Ayahmu lagi".
"Ayahmu merasa bahwa keinginan Paman Osa untuk menikah di usia muda bukan perbuatan tercela. Terlebih lagi mereka menikah secara legal sesuai hukum agama dan hukum negara. Sayangnya banyak orang berpandangan bahwa menikah muda itu membuat suram masa depan", lanjut Ibu.
"Untuk menghindari pembicaraan buruk dari orang yang berprasangka buruk, Ayah mewajibkan Paman Osa untuk bekerja dan segera menyelesaikan kuliahnya", papar Ibu. "Itulah sebabnya sekarang Paman Osa bekerja membantu Ayah di bengkel?", tanyaku. "Betul. Hanya itu yang Ayah miliki, jadi hanya itu yang bisa ditawarkan Ayah kepada Paman Osa", lanjut Ibu lagi.
"Lalu bagaimana dengan Kakek? Apakah Ayah akan selamanya bermusuhan dengan Kakek?", tanyaku. Ibu meletakkan jari telunjuknya ke bibirku. "Hus...tidak boleh bicara seperti itu. Saat ini Ayah dan Kakek sedang tidak ingin saling berbicara, bukan bermusuhan. Suatu saat nanti, Kakek pasti akan menerima keadaan ini. Insya Alloh".
Aku hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Ibu. Mungkin suatu saat nanti saat aku sudah lebih besar, aku akan mengerti. Dalam hati aku kagum kepada Ayahku yang berani memperjuangkannya dengan segala resikonya.
Untuk membaca karya
peserta lain silahkan
menuju akun Fiksiana
Community dengan judul :
Inilah Hasil Karya Peserta
Event Fiksi Hari Pahlawan
Silahkan bergabung di FB
Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H