Mohon tunggu...
Diah Kusumastuti
Diah Kusumastuti Mohon Tunggu... Administrasi - Mom blogger

Mom blogger with 5 kids. Aktif menulis di www.dekamuslim.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Editor, dari Korektor hingga Jadi Surveyor Kompetitor

30 Mei 2024   10:37 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:39 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Komunitas Cak Kaji.

Kalau ada pertanyaan, siapa editor buku A, apakah banyak orang yang bisa menjawab dengan benar? Saya yakin tidak banyak yang bisa memberikan jawaban, apalagi jawaban yang benar. Ngarang nama editor saja mungkin banyak yang enggak bisa. Hehe.

Begitulah, nama-nama editor buku tidak banyak dikenal. Hal ini tentu sangat berbeda dengan nama-nama penulis buku. Jika disebut deretan judul buku populer, pasti orang akan langsung teringat dengan nama-nama penulisnya.

Padahal, sebenarnya, di balik buku yang bagus ada peran editor atau penyunting naskah yang kadang sangat luar biasa. Iya, kadang, karena enggak semua tulisan dipoles besar-besaran oleh editor. Terkadang editor hanya mengoreksi sedikit karena tulisan penulis memang sudah bagus.

Nah, jika teman-teman belum begitu memahami apa saja peran sebuah profesi yang disebut editor ini, bisa simak tulisan ini sampai akhir, ya.

Pengalaman sebagai Editor dari Rudi "Belalang Cerewet"

Jadi ceritanya, pada hari Sabtu lalu, tanggal 25 Mei 2022, komunitas Cak Kaji (Cangkrukan Kompasianer Jawa Timur) mengadakan Instagram Live (IG Live) dengan narasumber mas Rudi "Belalang Cerewet". Mas Rudi ini adalah seorang bloger (blognya belalangcerewet (dot) com) yang sekaligus seorang editor (dan tentu saja Kompasianer :) ). 

Mas Rudi bercerita bagaimana awalnya beliau tertarik untuk menekuni profesi editor. Pemicunya adalah apa yang dikatakan oleh novelis gaek NH Dini saat meluncurkan salah satu bukunya. NH Dini mengatakan bahwa karyanya bisa tampil bagus berkat tangan dingin seorang editor. Ya, kata beliau, di balik buku yang bagus, ada kontribusi penyunting yang sudah berjuang membuat naskah menjadi lebih menarik. 

Mas Rudi yang saat itu masih merupakan mahasiswa baru jurusan Sastra Inggris, jadi tertarik untuk menjadi seorang editor.

Cita-cita itu pun tercapai. Selain bekerja sebagai pendidik, beliau juga menjadi editor. Pengalaman mas Rudi sebagai editor pun sudah cukup banyak hingga saat ini. Beliau pernah menjadi editor inhouse seperti di penerbit buku sekolah dan penerbit buku populer (genre motivasi dan bisnis). Kemudian beliau menjadi editor freelance dan membidani lahirnya banyak buku. Salah satu contohnya ikut menjadi editor kamus Bahasa Indonesia-Inggris Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia. 

Suka-duka sebagai editor pun sudah pasti beliau rasakan. Diantaranya saat proses editing Kamus Bahasa Indonesia-Inggris terbitan Gramedia itu. Beliau harus super teliti dalam mengedit karena kamus tersebut edisi revisi, sehingga harus memuat lema dan sublema yang lebih lengkap.

Pengalaman lain, beliau pernah mengedit naskah asing (terjemahan) yang merupakan seri buku-buku motivasi karya penulis Selandia Baru. Karena diterjemahkan dari bahasa Inggris, tak jarang beliau harus menyelaraskan antara hasil terjemahannya dengan maksud penulis. Kadang ada penerjemahan yang terlalu berani menafsirkan naskah sumber sehingga beliau perlu berkomunikasi dengan penulis aslinya. Jadi beliau mendapatkan pengalaman mengesankan karena bisa bertukar pandangan lewat email dengan penulis asing.

Ada pula dukanya. Salah satunya, beliau pernah mengedit naskah yang dipoles 50 hingga 70 persen saking kacaunya naskah tersebut. Jadi banyak sekali koreksinya dan pastinya bikin geregetan. Wow, banget, yaa :)

Sumber gambar: Komunitas Cak Kaji.
Sumber gambar: Komunitas Cak Kaji.

Editor Tidak Sekadar Menjadi Korektor Naskah

Sharing di IG Live Cak Kaji yang dimoderatori mbak Rahmah (blog: chemistrahmah (dot) com) tersebut mengambil judul "Dibayar untuk Cari Kesalahan (Sharing Seputar Profesi Editor)". Namun, sesederhana itukah tugas seorang editor? Apakah benar tugas editor hanya mencari kesalahan (dalam naskah)? Apa saja sebenarnya tugas seorang editor?

Seperti dituturkan oleh mas Rudi, idealnya ada dua macam editor di penerbit buku. Pertama ada editor akuisisi (kadang cukup disebut editor) dan ada pula penyunting naskah (disebut juga kopieditor). Editor akuisisi bertugas bukan saja menyunting naskah dari segi materi, melainkan juga bertugas merencanakan buku apa saja yang akan diterbitkan, berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis, dan memutuskan mana naskah yang layak diterbitkan atau tidak.

Adapun kopieditor bertugas memeriksa ketepatan ejaan, tata bahasa, dan struktur kalimat agar naskah dari penulis menjadi buku yang enak dinikmati pembaca. Kopieditor biasanya mendapatkan pengarahan dari editor dalam penyuntingan sesuai kebutuhan saat itu.

Namun dalam praktiknya, penerbit kerap menyatukan dua peran ini (editor akuisisi dan kopieditor) dalam satu posisi, yakni editor dengan berbagai tugas yang disebutkan tadi. Mungkin demi menghemat pengeluaran atau memangkas alur kerja.

Jadi, kalau digabungkan, tugas editor ternyata bukan sekadar menjadi korektor seperti mengecek typo (salah ketik) atau salah eja, tetapi lebih dari itu. Seperti yang sudah disinggung di atas, editor juga berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis. Berdiskusi bagaimana membuat naskah agar menjadi bacaan yang lebih bagus, mengusulkan penambahan atau pengurangan yang diperlukan, dan lain-lain. Jadi, editor layaknya seorang konsultan juga bagi penulis. 

Bahkan, terkadang editor juga menjadi surveyor (penyurvei) kompetitor. Dalam artian, dia menyurvei buku-buku sejenis dari naskah yang diedit (akan diterbitkan). Membandingkan naskah yang diedit dengan buku-buku yang sudah ada. Bagaimana agar naskah yang sedang diedit tersebut nantinya bisa menjadi berbeda dan lebih baik dari buku-buku atau tulisan-tulisan yang telah ada.

Namun, banyaknya job desc editor tersebut tidak selalu digunakan untuk memoles atau merombak naskah. Karena terkadang, ada pula naskah dari penulis yang sudah bagus, sehingga editor tidak perlu merombaknya. Mas Rudi pernah mengalami hal seperti itu, yaitu ketika mengedit buku seputar informatika dari seorang klien. Penulis komplain seolah mas Rudi tidak mengubah tulisannya. Ini salah kaprah, karena tugas editor tidak melulu mencari kesalahan. Selama naskah dianggap sudah menarik, editor tak perlu menambah atau mengoreksi.

Bagaimana Peluang Profesi Editor?

Nah, teman-teman ada yang ingin menjadi editor? Coba kita intip dulu, nih, apa saja syarat menjadi editor. Seperti yang disampaikan mas Rudi, ada beberapa syarat dasar yang harus dimiliki oleh calon editor untuk menjadi editor yang baik. Beberapa syarat tersebut adalah sebagai berikut:

  • Menguasai ejaan 

  • Menguasai tata bahasa

  • Bersahabat dengan kamus dan Tesaurus

  • Punya communication skill yang mumpuni, untuk menjalin hubungan baik dengan penulis atau calon penulis, juga berkomunikasi dengan pembaca

  • Kejelian untuk membaca kebutuhan pasar

  • Bisa berbahasa  asing (minimal bahasa Inggris)

  • Punya kepekaan bahasa untuk mengemas atau mengolah naskah

  • Berwawasan luas (baca buku, nonton film, baca berita, dll.)

  • Punya kemampuan menulis

Jika ingin menjajal kemampuan editing, bisa dimulai dengan berlatih menyunting teks-teks pendek. Lalu, jika ada kesempatan berkontribusi sebagai editor lepas, misalnya untuk komunitas atau lembaga sosial, cobalah diambil. Lakukan yang terbaik, juga konsultasikan dengan teman yang punya profesi serupa. Nah, kalau sudah punya portofolio, contoh-contoh naskah yang sudah kita edit tersebut bisa kita tunjukkan kepada penerbit yang kita lamar.

Lalu, sebenarnya peluang profesi editor ini bagaimana, ya? Menurut mas Rudi, kalau melihat fenomena saat ini, harus diakui prospeknya tidak terlalu menggembirakan. Setidaknya penulis jauh lebih terkenal dibanding editor yang membantu naskahnya menjadi bagus. Beda dengan masa dulu ketika HB Yassin begitu disegani karena melahirkan banyak penulis.

Namun, optimisme tetap ada karena penulis dan editor hakikatnya adalah mitra. Sehingga keduanya saling membutuhkan demi mewujudkan buku yang bergizi dan bermanfaat bagi pembaca, itulah poin utamanya. Jadi kuncinya: kolaborasi!

So, tertarik menjadi editor?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun