Kalau kata Bung Karno: JAS MERAH! Jangan sekali-kali melupakan sejarah!
Saya setuju dengan semangat ini. Karena seperti masa lalu kita, ada yang baik dan ada pula yang buruk, maka kita bisa mengambil pelajaran dari semua itu.
Atau, seperti orang yang berbuat baik kepada kita, maka semestinya kita tak melupakan jasa baiknya itu. Demikian juga dengan sejarah, semestinya kita berterima kasih padanya atas semua yang telah terjadi. Yang baik kita contoh, yang buruk kita buang.
Atas dasar belajar dari sejarah itulah, saya tertarik mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti cagar budaya. Dan alhamdulillah, ada cagar budaya yang lokasinya tak jauh dari rumah saya saat ini, yaitu Candi Pari dan Candi Sumur.
Kedua candi yang letaknya berdekatan dan punya keterkaitan cerita ini lokasinya ada di Desa Candipari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dari rumah saya, butuh waktu sekitar setengah jam (naik sepeda motor atau mobil) untuk sampai ke lokasi dimaksud.
Karena lokasinya tak jauh dari rumah saya, saya sudah sering lewat di depan kedua candi, terutama Candi Pari yang letaknya di pinggir jalan utama desa. Namun, baru tiga kali saya memasuki area candi.
Ya, Candi Pari terletak di jalan utama desa yang ramai sebagai sarana transportasi warga. Candi ini areanya juga lebih luas, bangunannya pun lebih besar. Sedangkan Candi Sumur, letaknya kurang lebih 50 meter di sebelah selatan Candi Pari dan masuk gang agak kecil.
Candi Pari dan Candi Sumur adalah bangunan bersejarah dan cagar budaya peninggalan kerajaan Majapahit. Kedua candi ini dibangun sebagai simbol kesuburan desa atas ide dari Prabu Brawijaya (namun baru terlaksana pembangunannya pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M), yaitu sekitar tahun 1371 M atau tahun 1293 Saka).