Baduy merupakan salah satu kelompok masyarakat adat Sunda yang bermukim di Kabupaten Lebak, Banten. Beberapa sumber lain menyatakan bahwa masyarakat suku ini lebih senang dikenal dengan 'Urang Kanekes' sesuai dengan nama wilayah yang mereka diami.
SukuSeperti yang kita ketahui suku Baduy terbagi atas dua, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam. Keduanya lekat dibedakan oleh teknologi. Orang Baduy Dalam masih sangat memegang teguh nilai-nilai adat istiadat seperti larangan penggunaan kendaraan dan alas kaki. Berbeda dengan Baduy Luar yang lebih terbuka dengan perkembangan zaman.
Jika menengok ke belakang, ada sebuah peristiwa yang membuat nama suku Baduy menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, mulai dari warga sosial media hingga kalangan politisi.Â
Dalam kesempatan sidang tahunan MPR/DPR 2021 yang diselenggarakan pada tanggal 18, bulan Agustus tahun lalu, Presiden Joko Widodo tampil dengan menggunakan baju adat suku Baduy.
Beragam reaksi dimunculkan mulai dari rasa kagum dan bangga hingga komentar tentang penjual madu yang kurang mengenakan. Berbicara tentang fenomena suku Baduy yang berjualan madu sambil berjalan kaki, mungkin tidak sedikit dari kita bertanya-tanya sebenarnya apa yang mendorong mereka melakukan hal tersebut?
Pertanyaan besar yang kemudian timbul adalah, faktor apa saja yang mendorong fenomena suku Baduy menjual madu ke Jakarta dan sekitarnya?, bagaimana dampak fenomena tersebut bagi pembangunan sosial Suku Baduy? dan langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk membantu peningkatan kesejahteraan secara umum untuk keberlanjutan sistem sosial-budaya dan ekonomi masyarakat suku Baduy? (Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR R1, 2019).
Ternyata fenomena ini menarik perhatian Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, dan akhirnya menghasilkan sebuah jurnal ekonomi dan kebijakan publik yang akan dibahas dalam artikel ini.
Penelitian yang bertajuk 'Isu Sosial-Budaya dan Ekonomi Seputar Suku Baduy Ke Wilayah Jakarta dan Sekitarnya' dilaksanakan untuk memperkaya diskursus akademik terkait faktor-faktor yang mendorong masyarakat adat suku Baduy penjual madu di wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta menganalisis apakah fenomena tersebut dapat mempengaruhi pembangunan sosial masyarakat dan tentunya untuk mengusulkan langkah yang perlu dilakukan pemerintah berkaitan dengan penanganan kesejahteraan secara umum dalam batas-batas kesinambungan sistem sosial budaya masyarakat adat suku Baduy.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Untuk mendapatkan keabsahan data, wawancara terkait kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat suku Baduy digunakan sebagai data primer, sedangkan hasil studi kepustakaan dan dokumentasi terkait fenomena penjualan madu dan isu lainnya digunakan sebagai data sekunder, ditambah hasil penelitian/ kajian dalam media massa maupun dokumen penting lainnya.
Informan dalam penelitian ini juga dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Seperti anggota masyarakat yang menjual madu serta kerajinan di Jakarta dan sekitarnya, individu dengan otoritas terkait pemberdayaan Baduy, serta tokoh masyarakat setempat.Â
Setelah menimbang berbagai hal, penelitian  dan pengumpulan data dipusatkan di Kota Serang, dan Kota Rangkasbitung tepatnya Dusun Ciboleger dan Cijahe serta Desa Kanekes.Â
Tidak lupa untuk melakukan penelitian juga di salah satu lokasi penjualan madu di Wilayah Jakarta dan sekitarya. Pengumpulan data dilapangan dilakukan pada Juli dan Agustus 2018.
Masyarakat Suku Baduy dikenal sangat menghargai alam di sekitarnya. Bertani, membudidayakan tanaman menjadi kegiatan dan mata pencaharian sehari-hari.Â
Namun saat ini mulai terihat adanya perubahan terkait aspek pengembangan sistem perdagangan. Saat ini masyarakat mulai mengembangkan industri rumah tangga seperti penjualan rajutan atau kain tenun.Â
Lain halnya dengan dinamika penjualan madu ke Jakarta, hal ini juga cukup banyak dikaitkan dengan isu alih fungsi lahan. Studi Walhi menunjukkan bahwa usulan pemerintah daerah (pemda) Lebak untuk melakukan perubahan fungsi kawasan hutan di sebagian wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, akan mengancam kawasan pelestarian alam di sana (Walhi Jabar, 2012). Namun, isu ini perlu penelitian dan pembahasan lebih lanjut saat ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kuatnya nilai sosio-budaya dan ekonomis setempat menjadi modal kehidupan utama masyarakat adat suku Baduy.Â
Fenomena masyarakat yang menjual madu merupakan fenomena pergeseran pola kehidupan secara sosio budaya dan ekonomis yang dapat berdampak baik maupun buruk bagi keadaan masyarakat adat ini berkaitan dengan budaya, serta faktor kemanusiaan lainnya.
Berkaitan dengan rekomendasi pemerintah pusat dan daerah, pengawalan terkait implementasi program perhutanan sosial dan kebijakan 'intervensi' untuk mengelola fenomena tersebut perlu mendapatkan kemauan politik pemerintah baik di tingkat pusat tingkat maupun daerah.
Beberapa hal yang dapat disoroti dari hasil penelitian ini adalah bagaimana budaya yang dibentuk oleh masyarakat akhirnya dijadikan nilai fundamental kehidupan yang disepakati bersama dan dijalankan hingga turun-temurun. Budaya yang ada berdampak pada pola pemikiran, tingkah laku serta pengambilan keputusan masyarakat suku Baduy.
Proses masuknya informasi baru dari luar suku Baduy dapat memberikan nilai positif maupun negatif. Melihat kelekatan yang terjadi antara masyarakat adat dengan budaya yang begitu kental tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pandangan yang akhirnya menimbulkan konflik.Â
Karena masyarakat secara emosional sudah sangat erat dengan budayanya, masuknya budaya baru juga bisa jadi ancaman keberlangsungan nilai budaya masyarakat adat suku Baduy di kemudian hari.
Di satu sisi keterbukaan masyarakat akan informasi baru membuat peluang kesejahteraan suku Baduy meningkat, hal ini erat kaitannya dengan masalah perekonomian.Â
Namun yang perlu dicatat dan direnungkan adalah mungkin saja fenomena penjual madu dari suku Baduy di berbagai daerah tidak hanya tentang mata pencaharian, masalah ekonomi, serta isu lingkungan yang saat ini digemborkan tapi juga bentuk upaya pelestarian budaya dan menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu suku pedalaman di Indonesia.
Apa pun alasan mereka melakukan itu, inilah realitas kebudayaan Indonesia yang beragam dan jadi kekayaan serta kebanggaan bagi negeri ini.Â
Apa pun yang suku Baduy percayai berkaitan dengan kebudayaan mereka dan identitas mereka sebagai sebuah kelompok sosial, kita sebagai manusia lainnya perlu paham bahwa saling menghargai dan tidak menjatuhkan adalah hal terbaik untuk hidup saling berdampingan di atas corak budaya.
Sumber
Hariyadi. (2019). Isu sosial-budaya dan ekonomi seputar Fenomena Penjual Madu Suku Baduy Ke Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik , 57-72.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H