Mohon tunggu...
Diah Ayu Afifah
Diah Ayu Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - SI Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya Diah Ayu Afifah menempuh pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Fakultas Ekonomi Prodi Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini-Kasus Pulau Rempang

24 September 2023   22:23 Diperbarui: 24 September 2023   22:27 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Opini-Kasus Pulau Rempang

Penduduk Pulau Rempang ada bahkan sebelum Indonesia merdeka. Pulau Rempang awalnya adalah tempat yang ditempati oleh para pelaut dari suku Bugis yang berasal dari Sulawesi. Mereka datang untuk melakukan perdagangan sehingga Pulau Rempang menjadi pusat kegiatan perdagangan, seiring berjalannya waktu masyarakat Pulau Rempang mengembangkan berbagai mata pencaharian misalnya perikanan, pertanian, perdagangan, industri kecil, dan bahkan pariwisata.

Tapi , konflik terkait proyek Rempang Eco City yang sedang berlangsung mengganggu kehidupan mereka, terutama para nelayan yang merasakan dampaknya. Mereka telah berjuang untuk melindungi hak-hak mereka dan mencari dukungan dari pemerintah, tapi ketika suara-suara protes muncul, masyarakat Rempang berdiri teguh melawan penggusuran, mereka ditemui dengan kebrutalan. Demonstrasi yang seharusnya menjadi wadah aspirasi berubah menjadi medan pertempuran.

Pada Kamis 7 September 2023, Rempang di Kota Batam, Kepulauan Riau, ditimpa kerusuhan. Bentrokan antara warga Rempang dengan petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP terjadi saat proses pengukuran lahan untuk pengembangan kawasan oleh BP Batam. Ketegangan meningkat saat tim gabungan datang ke lokasi lalu dihadapkan dengan demonstrasi warga yang menentang pengembangan kawasan. Dalam sebuah video yang dibagikan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Twitter, terlihat kendaraan kepolisian mengeluarkan semburan gas air mata. Pertentangan antara warga dan aparat keamanan memuncak saat gas air mata ditembakkan. Akhirnya situasi menjadi kacau karena warga panik berlarian.

Melihat beberapa siswa sekolah mengalami gangguan akibat menghirup gas air mata yang terbawa angin, mengingat sekolah itu sendiri dekat dengan lokasi kerusuhan.

Penggunaan kekerasan terhadap masyarakat dalam upaya penggusuran, adalah tindakan yang  tidak bermoral, tapi juga melanggar hak-hak dasar kemanusiaan. Mereka yang berdiri, mempertahankan tanah leluhur mereka, menjadi pelindung warisan budaya yang tak ternilai harganya. Mereka berhak atas kepastian hukum, penghormatan, dan keadilan. Lalu apa tujuan pembangunan Rempang Eco City itu? tujuan utama proyek Rempang Eco City adalah menarik wisatawan dari Singapura. Karena letaknya yang strategis serta dapat ditempuh dengan perahu dalam waktu singkat dari Singapura, Proyek Rempang Eco City ini juga akan menghadirkan berbagai acara budaya dan seni mencakup pertunjukan musik, festival seni, dan pameran budaya yang akan menampilkan kekayaan budaya Indonesia. Pengembangan Kawasan Eco City di Pulau Rempang diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian dan komunitas lokal. Proyek Rempang Eco City diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, misalnya pariwisata, konstruksi, perhotelan, dan perdagangan. Di balik bujukan tentang kemajuan dan lapangan kerja, ada kenyataan pahit yaitu  penggusuran paksa dan penghilangan sejarah serta kultur. Proses penggusuran yang dilakukan secara brutal, sehingga hal tersebut melukai hati warga sekitar, seharusnya proses penggusuran bisa dilakukan secara baik-baik dan bersimpati terhadap warga.

Mungkin mereka berinvestasi besar di Kawasan Industri Rempang dan berambisi besar, bahkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, juga menjadwalkan akan turun langsung ke Pulau Rempang untuk turut serta dalam proses komunikasi dengan warga Rempang, agar bisa mendengar langsung aspirasi dan keluhan masyarakat. Hal ini berhubungan erat dengan proyek Rempang Eco City yang akan menjadi lokasi pembangunan pabrik oleh Xinyi Glass Holdings Ltd, salah satu produsen kaca terbesar asal China. Produsen ini berencana membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa dengan nilai investasi mencapai US$11,5 miliar, menjadikannya pabrik kaca kedua terbesar di dunia setelah di China.

Ekspektasi yang tinggi dari pembangunan pabrik tersebut, di antaranya adalah pembukaan lapangan kerja baru yang tentunya bisa meningkatkan ekonomi lokal Batam. Listyo Sigit Prabowo yakin bahwa warga setempat akan dapat memahami tujuan dari pembangunan tersebut jika disampaikan dengan baik dan benar. Untuk itu, pendekatan komunikasi yang akan dilakukan Kapolri bersifat edukatif dan persuasif, melibatkan musyawarah bersama warga tanpa adanya tindakan kekerasan.

Tapi apa artinya semua itu jika harga yang harus dibayar adalah kehilangan sejarah dan identitas masyarakat asli Rempang, Pulau Rempang bukan hanya sekadar lahan kosong yang siap dikomersilkan tapi Pulau Rempang adalah rumah bagi masyarakat yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, yang kini melihat warisan dan sejarah mereka diancam oleh ambisi korporat.  Lalu sebenarnya investasi itu untuk siapa kalau rakyatnya sendiri harus diusir dari tempat itu?

Seharusnya investasi membawa manfaat untuk seluruh elemen masyarakat, tidak  hanya menguntungkan para investor. Tidak ada alasan yang cukup adil untuk mengorbankan hak dan keberlanjutan hidup masyarakat demi keuntungan finansial jangka pendek. Sebuah negara yang adil dan maju sejatinya adalah negara yang menjunjung tinggi hak-hak masyarakatnya sendiri. Di dalam konteks Rempang, kesejahteraan dan hak masyarakat asli harus selalu menjadi prioritas. Lalu mengapa hak-hak masyarakat asli dapat dengan mudah diabaikan?

Terkadang, kebijakan pemerintah mengabaikan lapisan sejarah yang mendalam. Pemerintah telah salah dalam menilai sejarah keberadaan masyarakat Rempang yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Mengesampingkan sejarah panjang sebuah komunitas adalah kesalahan.

Sejumlah lembaga pun sempat mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang proyek tersebut. 16 September 2023 pun menyuarakan hal yang sama dan menyebut terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan proyek tersebut. Meskipun mendapatkan banyak tekanan, pemerintah memastikan proyek Rempang Eco City ini akan jalan terus. Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyatakan proyek itu harus terus jalan. BP harus meninggalkan pulau itu paling lama pada 28 September 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun