Mohon tunggu...
Diah Fitri Patriani
Diah Fitri Patriani Mohon Tunggu... Guru - Muslimah Pemerhati Umat

Muslimah Pemerhati Umat di kota Probolinggo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kembali Terjadi Kebocoran Data Pribadi Bukti Negara Tak Ada Atensi terhadap Cybersecurity

1 Februari 2024   05:30 Diperbarui: 1 Februari 2024   05:43 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: aptika.kominfo,go,id

Berulangnya kasus kebocoran data pribadi yang akhir-akhir ini semakin sering terjadi dan memakan banyak korban dikalangan masyarakat umum menarik keprihatinan berbagai pihak. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi.

Dirilis dari Katadata (28/1/24) Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain: 1. Dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2022. 2. Dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023. 3. Dugaan kebocoran 35,9 juta data dari MyIndihome pada Juni 2023. 4. Dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023. 5. Dugaan kebocoran 337 juta data Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023. 6. Dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum pada November 2023.

Masifnya kebocoran data pribadi masyarakat ini semakin mengindikasikan bahwa negara tidak memiliki perhatian serius dan kesiapan yang mempuni dalam hal pengendalian data yang berasal dari badan publik. Khususnya digitalisasi dalam rangka transformasi pelayanan publik di dalam institusi pemerintah yang tidak dibarengi langkah-langkah pengamanan dalam pemrosesan data.

Kritik Terhadap Lemahnya Cybersecurity di Indonesia sebagai berikut:

Pertama, Kesalahan dalam pemberlakukan UU PDP. Pemerintah menyatakan UU ini berlaku dua tahun setelah diundangkan yakni 2024. Pada kenyataannya UU ini langsung berlaku saat diundangkan pada 17 Oktober 2022. Nampak bahwa pemerintah setengah hati dalam menangani masalah kebocoran data dan cybersecurity sehingga sampai saat ini tidak pernah teratasi dan terealisasi. Terkesan grusa grusu, program jalan dulu perangkat hukum mengikuti kemudian.

Kedua, Personil cyber police Indonesia hanya beranggotakan 58 anggota (e-jurnal Untar). tentunya tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk di kepolisian. Laporan Kasus yang masuk dalam catatan kepolisian pada 2020-2021 saja perbulan mencapai 5000 aduan.

Ketiga, Citra pemerintah dan aparat kepolisian yang korup dari banyaknya kasus-kasus hukum yang mencuat di publik membuat masyarakat kurang percaya terhadap kinerja pemerintah dan apparat kepolisian RI hari ini. Keduanya seperti pinang dibelah dua.

Keempat, Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) tidak dilihat oleh pemerintah sebagai sebuah kedaulatan negara dimana didalamnya terdapat potensi data-data strategis yang seharusnya dilindungi oleh negara. Sehingga dalam pengelolaannya termasuk dalam mengatasi minimnya tenaga ahli di bidang TIK dan terbatasnya sarana prasarana dalam menunjang keamanan jaringan dan pelacakan pelaku cyber crime dan perlindungan data sepenuhnya diurusi negara tidak melibatkan pihak asing. Faktanya dirilis dari Kominfo Selasa (30/01/2024). Melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi erja menyatakan Indonesia dan Finlandia akan membahas kerja sama mengenai infrastruktur digital.

Kelima, Teknologi Informasi dan Komunikasi oleh pemerintah tidak dipandang sebagai aset yang harus dijaga kerahasiaan datanya terutama kepada negara lain. Faktanya Indonesia malah menjual ke negara tetangga. Seperti penjualan aset BUMN Indosat tahun 2002 adalah contoh bagaimana negara tidak menganggap sektor TIK sebagai aset negara. Padahal saat itu indosat adalah BUMN yang terhitung menguntungkan dijual seharga 5,6 triliyun pada tahun 2002 kepada perusahaan SP Telemedia Singapura. Lima tahun kemudian SP Telemedia meraup keuntungan berkali lipat setelah menjual seluruh saham Indosat dari Indonesia kepada Qatar Telecom Q.S.C.

Kapitalisme akar masalah

Dalam kapitalisme negara hadir hanya sebagai regulator yang mensuport kepentingan para korporat atau para pemilik modal dan lebih gilanya lagi boleh dimiliki oleh pihak asing. Teknologi Informasi dan komunikasi hanyalah lahan mencari pundi-pundi pendapatan negara yang boleh saja dijadikan sarana investasi. Membolehkan sektor ini di hegemoni oleh korporasi tertentu selama ia memiliki modal. Ya jangan berharap banyak bahwa data pribadi dapat terlindungi dengan aman.

Oleh karenanya wajar jika teknologi TIK di era sistem kapitalisme hanya dipandang sebagai produk dan jasa yang bisa dijual sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Konsekuensinya akan terus muncul kasus kasus kebocoran data yang terus semakin bertambah sekalipun telah dibuat undang-undangnya. Sekalipun akan dibuat lembaga independen berlapis-lapis. Tidak ada gunanya. 

Bagaimana Sistem Islam Mengatasi Keamanan Data Publik

Pertama, Islam mewajibkan negara untuk menjamin keamanan data. Karena keamanan data merupakan persoalan startegis, Negara akan berupaya untuk mewujudkannya dengan mengerahkan segala macam kekuatannya untuk melindungi data dan rakyatnya. Ini merupakan salah satu perwujudan negara sebagai junnah bagi rakyatnya

Di dalam sistem Islam, informasi ditangani lembaga Penerangan yang sifatnya mandiri, Lembaga Penerangan ini meliputi 2 jawatan utama;

1. jawatan yang tugasnya mengurusi informasi yang berkaitan dengan negara, seperti masalah-masalah kemiliteran, industri militer, hubungan internasional, termasuk data kependudukan dan data strategis lainnya.

Tugas jawatan ini mengontrol secara langsung informasi-informasi semisal ini. Informasi-informasi jenis ini tidak boleh dimuat di media resmi negara ataupun media swasta kecuali setelah diajukan kepada Lembaga Penerangan (dan mendapat persetujuan). Hal ini mengantisipasi upaya pencurian data penting dan strategis suatu negara yang pada era teknologi digital saat ini bisa dilakukan baik oleh para hacker yang beraktivitas sekedar melakukan penetrasi, kekuatan pertahanan sistem informasi negara ataupun craker yang sengaja menjebol dan mencuri data.

2, Jawatan yang dikhususkan mengurusi- informasi informasi jenis yang lain. Kontrol jawatan ini terhadap informasi-informasi tersebut dilakukan secara tidak langsung. Media resmi negara atau media swasta tidak memerlukan izin untuk menyebarkan informasi tersebut.

Kedua, Didalam sistem Islam, terkait pelanggaran cybercrime maka departemen peradilan akan memberi sanksi. Tentunya para hakimnya (Qadi) telah dibekali pemahaman terkait kejahatan diruang digital. 

Ketiga, Didalam sistem Islam akan menghasilkan SDM yang beriman, trampil, professional dan berintegritas. Tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak,  juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat yang Islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan, akan memurnikan dan menjelaskan kebaikannya serta senantiasa tarikat dengan hukum syara'.

Allahu 'alam bishowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun