Mohon tunggu...
SITTI MARDIAHNS
SITTI MARDIAHNS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Gizi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bahaya Stunting dan Masa Depan Anak

25 Mei 2022   19:49 Diperbarui: 25 Mei 2022   20:06 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stunting merupakan masalah gizi pada balita karena tubuhnya yang pendek dan tidak sesuai dengan teman seusianya dikarenakan faktor gizi yang buruk. Stunting adalah salah satu isu gizi terkini yang marak terjadi. menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia 2019 oleh Kementrian Kesehatan RI, satu dari empat anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita stunting. 

Bahkan jumlah tersebut jika dibandingkan, setara dengan total penduduk Jakarta. Sebuah realitas yang sangat miris untuk diketahui dan tentu akan sangat berdampak bagi pertumbuhan seorang anak.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk diketahui apa saja faktor yang menyebabkan hal ini terjadi dan apa upaya yang bisa dilakukan demi mencegah penyakit ini terjadi, sehingga kita dapat berkontribusi untuk menangani dan memperbaiki pertumbuhan gizi terhadap anak-anak baik di lingkup keluarga kita hingga ke lingkup yang lebih luas.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang cukup tinggi prevalensi stunting anak selama dekade terakhir yakni sekitar 37%. Tahun 2017, diperkirakan 1 sampai dari 4 (23%) dari usia < 5 tahun mengalami stunting di seluruh dunia. Indonesia memiliki rata-rata prevalensi balita pendek di region Asia Tenggara tahun 2015-2017 pada urutan ke 3 setelah India dan Timor Leste yaitu 36,4%. 

Berdasarkan data PSG tahun 2017, persentase stunting yang paling meresahkan ada di Provinsi NTT, mencapai 40,3%. Pada tahun 2019, angka stunting nasional sempat mengalami penurunan menjadi 27,67%. Walaupun terlihat adanya penurunan, tetapi stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka prevalensi masih di atas 20%.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi stunting sebesar 24,4% (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Angka tersebut menujukkan bahwa Indonesia masih berada di atas dari target dunia untuk menurunkan prevalensi stunting di bawah 20%. 

Oleh karena itu, masih diperlukan progam-program dari pemerintah untuk bisa mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 yakni sebesar 14%. Presiden menekankan program pencegahan stunting agar fokus pada 10 provinsi yang memiliki angka stunting cukup tinggi. 

Sepuluh provinsi tersebut: Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimat Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah (Kemenkes RI, 2020).

Tingginya angka tersebut, tentu bukan tanpa alasan, ada banyak faktor yang menyebabkannya terjadi, diantaranya disebabkan oleh rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. 

selain itu, faktor pola asuh ibunya, apabila perilaku dan praktik pemberian makanan kepada anak tidak diberikan asupan gizi yang cukup dan baik, hal ini dapat menyebabkan stunting pada anak. Juga banyak faktor lain yang dapat menyebabkan stunting pada anak dimulai dari masa kehamilan ibunya yang kurang gizi dan nutrisi.

Seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan anak terjadi sedari didalam kandungan. Sehingga, hal terpenting pertama yang harus dilakukan ialah dengan mengedukasi calon ibunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun