Pembahasan mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) selalu menjadi topik diskusi yang menarik, selain karena pembahasan intensif mengenai isu CSR termasuk bahasan baru di Indonesia, terutama setelah keluarnya UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan setiap perseroan yang kegiatan utamanya bergerak di bidang sumber daya alam untuk melakukan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP). Debat dan dialektika mengenai CSRÂ terjadi di seputar pertanyaan mengenai pro dan kontra apakah CSR seharusnya mandatory ataukah voluntary? Hampir di setiap negara, kecualinya di Indonesia, hal-hal yang menjadi tanggung jawab perusahaan hanyalah tiga hal yaitu hak-hak pekerja, keamanan produk, dan keamanan terhadap lingkungan.
Pihak-pihak yang setuju bahwa CSR adalah kewajiban yang harus diatur oleh negara percaya bahwa UU CSR akan membawa keadilan dan kesetaraan bagi masyarakat sedangkan mereka yang tidak setuju tentang kewajiban CSR percaya bahwa dengan keluarnya regulasi yang mewajibkan CSR, maka dana CSR akan rentan tersangkut praktik-praktik manipulasi, begitu pula inisiatif dan hikmah intelektual tidak dapat diwajibkan oleh perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sendiri menurut definisi PA CSR yang diperkenalkan dan berkembang pada International Conference on CSR and Improving The Natural Nutritional Status: Obtaining Millenium Development Goals in Indonesia, adalah
"CSR bermula ketika seluruh semua peraturan dan regulasi berakhir; Ia adalah hubungan organik antara perusahaan, pembuat profit, dan pembangunan sosial yang dilaksanakan untuk mencapai solusi menang-menang di area dimana sebuah perusahaan memerlukan sesuatu yang tidak dapat dibeli dari masyarakat dan membutuhkan investasi melalui perencanaan bisnis untuk perusahaan dan perencanaan bisnis untuk masyarakat. "("CSR starts where all existing laws and regulation end; it is an organic link between enterprising, profit making, and social development, that is conducted as a win-win solution in areas where a company requires something that can not be bought and requires investment through a business plan for the society." )
Terkait dengan CSR di bidang tambang, Dirjen Mineral dan Batu Bara  Kementrian ESDM Thamrin Sihite pada Pembukaan Indonesia Mining Association (IMA) CSR Expo 2012 Jakarta, CSR perusahaan tambang berbeda dengan CSR di bidang lainnya seperti di bidang perbankan, telekomunikasi, dan bidang lainnya karena CSR di bidang tambang sangat erat kaitannya dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) (Antara News, 12/7/2012). Selain itu CSR tambang juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian masyarakat di lingkar industri ekstraktif tersebut sebagai "ganti rugi" atas eksternalisme atau dampak negatif yang tidak dapat dihindari oleh industri tersebut pada lingkungan, ekonomi, dan sosial di sekitarnya.
Banyak cara di lakukan perusahaan tambang untuk melakukan CSR berkelanjutan (sustainable) salah satunya adalah CSR yang telah,sedang, dan akan di usahakan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara (NNT). Perusahaan Amerika yang masih dalam fase menyelesaikan proses divestasi tersebut memiliki cara yang unik untuk mensosialisasikan CSR dan menggalang opini publik untuk meningkatkan kualitas dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan CSR yang ditemui di lapangan. Perusahaan ini membuat program Newmont Sustainable Mining Bootcamp yang berlokasi tepat, area tambang Batu Hijau Nusa Tenggara Barat. Kegiatan bootcamp yang telah berlangsung untuk kedua kalinya ini diikuti oleh peserta dari latar belakang yang beraneka ragam mulai dari travel blogger, freelance writer, konsultan, hingga mahasiswa baik S1 dan S2 dari berbagai. Walau demikian ada satu kesamaan yang dapat ditarik dari para peserta yaitu aktivitas mereka untuk menulis atau berbagi di sosial media baik blog, Facebook , twitter, atau sosial media dan media lainnya yang cukup intens dan berpengaruh, ini terlihat dari jumlah pengunjung atau follower media sosial mereka.
Berdasarkan pengamatan pribadi saya sebagai salah seorang peserta Bootcamp angkatan kedua ini, saya mengakui bahwa apresiasi selayaknya diberikan kepada NNT atas inovasi dalam usahanya menegakkan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas. Para peserta Bootcamp diberikan gambaran yang cukup lengkap dan mendetil mulai dari proses tambang, penempatan limbah (tailing) ke dalam palung laut di teluk Senunu, proses pemantauan dan pengambilan sampel air laut, hingga aktivitas dan inisiatif CSR yang sedang di lakukan. Peserta bootcamp meskipun diharapkan dengan sangat untuk menyiarkan via sosial media tetapi juga diberikan kebebasan untuk menuliskan fakta apapun yang ditemui baik positif maupun negatif. Model sosialisasi seperti ini merupakan yang pertama saya temui di Indonesia sehingga menggelitik saya untuk mengulas CSR NNT dari sudut pandang peserta Bootcamp yang memiliki latar belakang di bidang CSR.
Secara keseluruhan NNT memiliki beraneka ragam CSR dan aktivitas pemberdayaan masyarakat sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Strategis 2009-2013 terutama di Kecamatan Maluk, Jereweh, dan Sekongkang baik di bidang kesehatan, pendidikan, usaha ekonomi masyarakat, pertanian di masyarakat hingga sosial agama dan budaya. Hal menarik yang menjadi dasar pemikiran kenapa tulisan ini diberi judul mengintip? karena alokasi waktu untuk melihat aktivitas CSR sendiri sangat singkat begitu pula porsi waktu yang di berikan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Para peserta melakukan tur singkat ke daerah- daerah yang menjadi sasaran CSR atau pengembangan masyarakat NNT antara lain ke daerah pariwisata Pantai Maluk yang spot-spot wisata kuliner di sepanjang pantai  dibantu kembangkan oleh NNT , menengok area konservasi tukik/ penyu laut yang didirikan NNT di pantai Maluk untuk edukasi masyarakat dan daya tarik wisata, mengunjungi sebuah Posyandu di Desa Mantun, melintas di Pasar Maluk yang juga bantuan dari NNT, melakukan praktik mengajar di SDN Benete Maluk yang mendapatkan bantuan unit komputer dari NNT, Mengunjungi Bank Sampah Lakmus masih di desa Lakmus, kredit mikro Yayasan Olat Parigi,tempat pertanian, usaha kompos, dan biogas di Desa Benete, pertanian serta industri lidah buaya dan beras merah di Desa Sekongkang Bawah, dan pabrik pembuatan Batako binaan sebuah koperasi Kemuning di Desa Kemuning kecamatan Sekongkang. Hebatnya semuanya situs CSR ini dikunjungi dalam waktu satu setengah hari dari efektif 5 hari penyelenggaraan Bootcamp.
Dari kacamata orang awam secara sekilas sudah banyak sekali CSR yang di lakukan oleh Newmont, terlebih lagi peserta Bootcamp bisa dibilang belum mengunjungi seluruh aktifitas pengembangan masyarakat tetapi jika diamati lebih lanjut, masih banyak isu yang dihadapi terutama terkait dengan sustainability. Untuk kredit mikro Yayasan Olat Parigi misalnya, kredit diberikan kepada masyarakat dengan bunga 0% dengan konsekuensi yang tidak terlalu tegas membuat seringkali ada kredit macet, bermasalah, dan meragukan. Di bidang pertanian, walaupun NNT sudah membuat bendungan dan membina petani serta meyakinkan bahwa kini dengan pola irigasi petani binaan sudah dapat panen tiga kali dalam satu tahun,masih dijumpai masyarakat yang mengaku tetap panen setahun sekali, transfer teknologi tentang teknik biopori yang dilakukan NNT juga belum disosialisasikan merata kepada masyarakat sehingga petani setempat tergantung untuk meminta bibit dari tempat pertanian dan pembibitan NNT begitu pula Dalam menghasilkan kompos dan biogas, NNT belum dapat menampung biogas tersebut dan menggalang peternakan masyarakat untuk menghasilkan lebih banyak biogas meskipun tampaknya sudah ada rencana demikian.
Hal serupa juga ditemui di daerah pertanian dan industri lidah buaya, pihak manajemen mengaku belum melakukan transfer teknologi ke masyarakat setempat tentang pembuatan minuman olahan dari lidah buaya walaupun sudah ada rencana untuk mengembalikan sepenuhnya manajemen industri tersebut kepada masyarakat. Beberapa masyarakat juga mengeluhkan bantuan Newmont yang tidak tepat sasaran serta adanya kesenjangan sosial antara masyarakat dan para pekerja tambang dengan masyarakat lainnya. Kendati begitu ada pula inisiatif NNT yang sudah mencerminkan konsep CSR yang berkelanjutan seperti pabrik batako yang dikembangkan oleh Koperasi Kemuning dimana NNT membantu koperasi membuat pabrik batako kemudian koperasi menjualnya kepada masyarakat dan juga pemasok tetap NNT.
Alangkah baiknya jika ke depan NNT terus melakukan inovasi dan menggiatkan sosialisasi dan peran serta masyarakat dalam upayanya menegakkan kerjasama publik dan swasta atau biasa disebut dengan PPP (public-private partnership). Selain itu penting untuk terus membuat CSR organik dalam artian seluruh aktifitas pemangku kepentingan, instrumen dan strategi tercipta secara organik bukan hasil rekayasa dan manipulasi atas dasar kepentingan beberapa pihak oleh karena itu kredibilitas dan legitimasi harus dipegang teguh dalam praktik CSR terutama untuk memaksimalkan keuntungan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan (profit, people, planet). Hal ini selayaknya juga menjadi perhatian utama dari industri tambang secara keseluruhan terlebih lagi karena setiap usaha tambang pasti memiliki jangka waktu produksi yang terbatas oleh karena itu wujud nyata CSR yang berkelanjutan juga sangat terkait dengan pembentukan kemandirian masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kelestarian lingkungan setelah penutupan tambang. Semoga ke depannya semakin banyak perusahaan tambang baik asing maupun lokal yang betul- betul menerapkan CSR yang berkelanjutan.