Mohon tunggu...
Sudirta Lasabuda
Sudirta Lasabuda Mohon Tunggu... -

Dan hanya jika kau peka, maka akan sering kau sadari bahwa saya selalu ada disaat kau, kalian dan mereka serta manusia manusia lainnya sedang merasa tak mengenal saya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

COC Dan TPAPD

2 Juli 2016   00:05 Diperbarui: 2 Juli 2016   01:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 

SUDAH dua pekan umat muslim  seantero bumi menjalankan ibadah puasa. Tak terkecuali umat yang ada ujung timur Mongondow.

Bagi para aparatur pemerintah desa, bulan Juni yang sudah berganti Juli, adalah sinyalemen yang mengatakan; “sudah triwulan dua ya?”.

Apa artinya? Yah, apalagi kalau bukan soal PENCAIRAN dana TPAPD alias Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa, yang sudah memasuki Triwulan ke II.

Tapi, sudah bukan kabar angin lagi, kalau sampai dengan hari ini, pencairan itu tak kunjung tiba. Kuping saya yang sudah kesekian kali mendengar pengeluhan aparat secara beruang-ulang, sebenarnya sulit dipanas-panasi, jika bahan bakarnya hanya soal ketertundaan pencairan TPAPD. Lihat sana di Bolmong, TPAPD Tahun 2010 Triwulan III, hingga kini masih menggeliat. Belum cair. Bahkan sudah memakan korban; 5 pejabat di kerangkeng. Dan hingga kini, geliat itu masih terus mencari korban selanjutnya. Seperti tentakel yang siap menjaring mangsanya untuk kemudian dilumuri tinta, dibuat lemas, lalu disantap hidup-hidup. Mengerikan.

Birokrasi pemerintah memang berbelit-belit. Penuh lika-liku yang butuh kesabaran ekstra untuk sekedar mengurusnya. Beda dengan birokrasi pemasangan angka togel. Cukup catat, simpan arsipnya, dan tunggu hasil pengumuman yang selalu tepat waktu. Jika angka tembus, tak perlu menunggu hitungan jam. Menit itu juga, dana langsung cair. Tanpa melampirkan berkas yang akan melalui lorong birokrasi administrasi tetek-bengek yang selain berbelit-belit, terkadang rumit, atau dirumit-rumitkan.

Beda dengan TPAPD yang bisa berbulan-bulan atau tertunda bertahun-tahun mengurus pencairannya. Bahkan saking lamannya ketertundaan itu, konon bisa menyebabkan serangan mual, asam lambung kambuh, dan tensi darah melonjak naik. Belum termasuk efek samping akibat rongrongan istri yang teriakannya nyaring di telinga; “MANA!! MANA!!

Haddehh!!!, ternyata musabab belum cairnya dana TPAPD ke kantong-kantong aparatur desa di Boltim, bukan ulah pejabat lingkup pemerintah kabupaten. Justru pemerintah di tingkat desa sendirilah yang terlampau santai bin lamban.

Lho, kenapa begitu? Usut punya usut (terpaksa saya mengusut) hampir semua desa di Boltim, belum melengkapi berkas yang diminta pihak kabupaten, sebagai syarat utama pencairan dana yang sudah dinanti-nantikan itu. Padahal ain po ko rayanya. Entah tragedi apa yang bakal terjadi di rumah para aparatur desa, ketika hari raya yang tinggal separuh waktu bulan ini, toples-toples masih kosong, dan belum ada aroma berbau mentega yang tercium dari kepulan asap di dapur.

Nah, kalau begitu jadinya, maka  kepada kawan-kawan wartawan dan pembaca, bersiap-siaplah dengan headline berita yang kemungkinan akan turun dengan judul begini jelang haraya; “TPAPD Batal Cair, Toples Kosong Pecah Dipipi Sekdes” Ekhuhuu…!!

Jangan anggap remeh kukis tumpa – tumpa dan bagea di Boltim. Bahan-bahan untuk membuat kue itu jelas tidak dibeli pakai batu akik, tapi uang kes. Mana ada Ci’ dan Ko’ di Toko Sembako mau melayani mamak-mamak yang bukan bawa uang kes, melainkan batu. Sekalipun batu itu adalah jenis Meteor dan Jahanam.

Ini belum termasuk aspirasi anak-anak yang mulai berbuntut ancaman, ketika signal berbelanja baju baru alias bapumpun belum ada sama sekali. Apalagi kian diperparah dengan keadaan toples-toples yang masih kosong melompong.

Ingat, aspirasi anak-anak usia pubertas yang tingkat kelabilannya tinggi (begitupun kenekatannya), terlebih lagi aspirasi itu mulai berubah bentuk jadi ancaman, adalah tanda petaka dan kengerian yang jangan dianggap remeh oleh orang tua. Sebab ancaman itu bisa berujung pada protes yang radikal disertai tindakan fundamentalis brutal  yang akan berujung pada aksi bakar rumah (Bukan tak ada fakta kejadian di Boltim lho). Ah, untuk soal itu mari kita satu dalam doa, agar tak ada headline di media manapun yang nanti menulis begini: “Gagal Bapumpun, Seorang Pemuda Nekat Bakar Rumah”. (Iyuuuwaaa).

Maka dari itu, para aparatur desa perlu mencontohi pejuang-pejuang klan di Negeri COC (Clash Of Clan), agar bisa  tetap sumringah dan ceria jelang haraya.

NEGERI COC

Negeri COC adalah negeri dengan desa-desa yang dihuni para pejuang klan. Ini memang perkara game belaka. Tapi banyak hal menarik dan perlu dipelajari dari para pasukan COC. Tentu bukan soal kegemaran akan perang.

Ini tentang tata kelola, strategi, keuletan dan kecepatan. Di sini saya hendak menekankan soal kecepatan yang erat kaitannya dengan semangat dan keuletan. Aparatur desa, dalam hal ini Sangadi dan perangkat-perangkatnya, jika lamban bergerak, kurang ulet, dengan tata kelola pemerintahan yang buruk, maka sumberdaya yang diharapkan masuk ke desa, akan mengalami kelambanan hingga berbuntut ketertundaan. Contoh dekat ya seperti yang dialami saat ini; TPAPD belum cair, karena tak ulet dan lamban menyusun RPJMDes, APBDes, serta persyaratan administrasi lainnya.

Soal kenapa lamban, saya tidak mau berspekulasi, apakah para aparatur desa, waktunya lebih banyak tersita karena kerjanya cuma mengelus-elus batu akik? atau mulai ketularan mamak-mamak nonton sinetron?

Apapun itu, semoga tidak ada yang mengkambing-hitamkan bulan puasa sebagai penyebab lemah, letih lesu, dan susah konsentrasi menyusun berkas administrasi, gara-gara tak bisa ngopi dan merokok. Astagafirullah, semoga bukan begitu.

Kenapa ragu dan tidak bereksperimen untuk mencoba belajar pada anak di rumah? Misalnya soal game COC yang dimainkan anak sendiri? Eits, ngomong-ngomong soal game, jangan dulu skeptis dan serta merta menyalahkan game sebagai wahana yang lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaat. Sebab dalam COC, para Sangadi atau orang tua tidak pernah tahu kalau ada manfaat berbuah modus yang menggurita di balik itu. Bukankah dalam game COC ada fasilitas chat, dan tahu tidak kalau ada banyak dedew-dedew yang merupakan anggota klan penggila COC, jadi kelelawar di layar android hingga pagi merapat? (Hello dedew, so TH brapa? Butuh donate? napa ada Archer pa kakaw)

Dengan belajar COC, para Sangadi bisa tahu siapa itu Goblin? Karakter yang terkenal dengan keuletan dan kecepatannya dalam bidang resource, alias sumberdaya pertambangan, demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa/anggota klan.

Jangan ikuti  Giant yang selow-selow aja. Jika gaya jaiyen yang dicontohi, maka selamat menikmati pencairan TPAPD pada bulan Desember nanti. Jelang Natal atau pada detik-detik Pilkada digelar.

Oh, ya. Ada baiknya para Sangadi alias Kepala Desa mengikuti Bimtek dengan tajuk, Mengelola Desa Dengan Cara Memahami Karakter Troops di Negeri COC. Selain tak menyedot anggaran daerah, studi banding cukup dilakukan di Boltim saja. Misalnya, di BPU Kampung. Instansi terkait akan ditunjuk sebagai fasilitator pelaksanaan Bimtek itu dengan menghadirkan para pengurus klan seantero Mongondow yang sudah berada di level TH 10, mentok. Tak usah minder jika pematerinya adalah para ABG. Jikapun itu dipersoalkan, maka bisa dihadirkan pengurus klan COC yang lebih dewasa dan berwibawa. Sebab jangan dikira sedikit kaum duda dan papa’-papa’ muda yang jadi leader sebuah klan.

Dalam Bimtek, para aparat desa diberi bimbingan sekaligus gambaran dan kiat-kiat jitu mengurus sebuah klan/desa. Mulai dari soal keuletan warganya, kedisiplinan, kerja keras, ketepatan, dan pembagian tugas/wewenang (job discription). Terutama juga soal pemanfaatan sumberdaya alam bidang pertambangan. Nah, kalau di bidang sumberdaya itu, kita akan kembali lagi ke sosok Goblin yang cekatan, ulet, tepat, insting kuat, dan utamanya lagi kecepatan.

Menjadi penting juga sebab dalam Bimtek, para Sangadi bakal mengenal pula sosok Buildier. Yakni kelas pekerja sukarelawan yang tak digaji meski tetap tekun, sabar dan tabah menjalankan tugas, demi kepentingan bersama. Ini hanya gambaran saja. Sebab saya yakin 1.000 persen, di jaman seperti sekarang ini, mana ada yang mau jadi Builder tanpa gaji.

Tapi, sepertinya ada 4 desa di Boltim yang mungkin sudah mengadopsi gaya main warga COC dalam mengelola desa dan masyarakatnya/klan. Keempat desa itu adalah Desa Bulawan, Desa Kotabunan Selatan, Desa Motongkat Tengah dan Desa Pinobatuan.

Saya berpikir, barangkali para leader di 4 desa ini sudah dikasih Bimtek oleh anak-anak mereka soal bagaimana kiat-kiat memajukan desa supaya bisa mencapai level kemakmuran tingkat TH 9 hingga TH10 dalam negeri COC.

Bisa jadi para pemimpin di 4 desa itu, memang sudah banyak belajar karakter troop di negeri COC. Ketepatan dan kecepatan yang mereka miliki, nyaris tak jauh beda dengan  Barcher (Barbarian dan Archer) dan karakter  lainnya seperti Goblin. Bukankah begitu Sangadi,? Saya jabat tangan Anda dan ucapkan selamat bergembira karena cepat menyusun segela persyaratan yang diminta. (THR dulu dang pak Sangadi).

Dan kepada para Sangadi yang belum mampu bergerak cepat dengan strategi yang tepat, sekali lagi, contohilah kecepatan Goblin dan fungsikan para Bulldier yang nganggur. Jangan hanya terfokus pada gerakan upgrade Town Hall (TH), Barbarian King, dan Archer Queen semata, tanpa belajar mengerti dan mencoba paham setiap karakternya dan tata kelola desa yang baik.

Jika berkas persyaratan demi pencairan TPAPD saja belum diurus, bagaimana mungkin mengharapkan datangnya THR? Dan ingat, ada ancaman mengintai ketika toples masih kosong, dan asap dapur belum berbau mentega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun