Kita pasti sudah tidak asing dengan kata self diagnose, namun juga beberapa dari kita belum mengenal apa itu self diagnose. Lalu apa yang dimaksud self diagnose? Self diagnose adalah proses menilai dan mengamati keadaan diri sendiri tentang gangguan atau penyakit yang dia miliki tanpa menyangkutkan diagnosis konsultasi pada medis. Jadi self diagnose ini adalah murni diagnosis dari diri sendiri. Seseorang yang mendiagnosis dirinya sendiri biasanya memiliki pengetahuan diagnosa tersebut melalui buku yang dia baca, orang sekitar yang memiliki diagnosa sama dengan dia, keluarga dan artikel-artikel tentang ciri-ciri penyakit atau gangguan yang mirip dengan diagnosa tersebut
      Mari kita lihat self diagnosis yang terjadi saat pandemi Covid-19, pada saat Covid-19 mulai puncaknya semua aktifitas offline/luring mulai diberhentikan dan diganti dengan aktifitas online/daring. Banyak sekali anak muda yang mengaku jika mereka mengalami gangguan mental tanpa diagnosis yang jelas alias mereka melakukan self diagnose. (Kurnia, 2021)
      Self diagnose ini terjadi karena ketidakpercayaan seseorang pada dokter atau konsultan, karena takut jika mereka berkonsultasi akan didiagnosis penyakit yang buruk. Selain itu bisa juga dikarenakan seseorang merasa penasaran akhirnya mencoba self diagnose dirinya, membandingkan apa yang dia alami dengan pengetahuan dan referensi seadanya (Akbar, 2019). Terkadang juga beberapa remaja melakukan self diagnose lalu membeli obat-obat an yang mungkin saja tidak perlu mereka beli karena mereka sebenarnya masih dalam kondisi yang baik baik saja.
      Seseorang terkadang melakukan self diagnose melalui media internet, sedangkan informasi yang terdapat di internet bisa tidak akurat dan lebih berbahaya diagnosisnya daripada dia datang langsung kepada konsultan atau dokter. (Arjadi, 2019). Hal ini juga bisa berdampak buruk  untuk kesehatan mental seseorang karena diagnosis yang masih tidak benar akan kepastian nya.
      Dampak apa saja yang diterima seseorang jika dia melakukan self diagnose? Banyak dampak buruk yang didapatkan yaitu mengalami kecemasan berlebih terhadap sesuatu, rasa panik dan rasa takut yang tidak beralasan, dan melakukan sesuatu yang dilakukan berulang-ulang tanpa bisa dikendalikan. Maka bisa disimpulkan self diagnose tidak menjadikan jalan keluar gangguan pada diri sendiri tetapi memperburuk suatu keadaan atau kondisi yang telah kita alami (Diferiansyah dkk, 2016).
      Menurut Annisa Poedji Pratiwi (2022) daripada kita melakukan self diagnose yang tidak tau jelasnya, kita bisa mengenal, memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan mental kita. Berikut ini adalah ciri-ciri mental yang sehat;
- Mengenal kemampuan diri
- Mampu mengatasi stress sehari-hari
- Produktif
- Berkontribusi, misalnya pada lingkungan
      Dengan kita mengetahui ciri-ciri mental sehat yang telah disebutkan kita bisa menjaga kesehatan mental kita dan berefleksi pada diri sendiri. Jika kita merasakan ada yang aneh pada diri kita sebaiknya jangan menerapkan self diagnose karena kita tidak tahu benar atau salah diagnose tersebut. Sebaiknya pergi dan konsultasikan kepada dokter atau psikolog yang paham dan mengerti ilmu seperti diagnose mental, karena jika salah diagnose akan berakibat buruk pada diri sendiri. Serta saringlah informasi tentang kesehatan dari internet karna belum tentu hal-hal tersebut benar.Â
NAMA: Dhyke Cahyaningtyas W.P.
NIM Â Â : 202210230311412
      Aaiz Ahmed & Stephen S. (2017). Self-Diagnosis in Psychology Students. The International Journal of Indian Psychology, 4(86).
      Anggita. (2022, April 8). Self diagnose. https://psychology.binus.ac.id/2022/04/08/self-diagnose/
      Imas Maskanah. (2022). Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental. Joournal of Psychological Students, 1(1), 1-10, https://doi.org/10.15575/jops.vlil.17467
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H