Mohon tunggu...
dedi hartono
dedi hartono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Aliansi Buruh Ritel Indonesia Agendakan Aksi Bersama ke APRINDO

6 Maret 2017   09:57 Diperbarui: 6 Maret 2017   10:10 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 05 Maret 2017 Aliansi Buruh Ritel Indonesia (ABRI) yang terdiri dari para pekerja dan buruh Supermarket, Hypermart, dan Grosir besar se Jakarta berkumpul dan membahas tentang buntunya perundingan yang telah di lakukan antara Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia dengan Serikat Pekerja yang tergabung di dalam sektor Ritel selama dua kali perundingan. Hal ini di sampaikan oleh Encep Supriyadi Ketua Aliansi Buruh Ritel Indonesia yang sekaligus ketua sektor commerce Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indo) di dalam rapat kordinasi sektor commerce di sekretariat ASPEK Indo Minggu, 05 Maret 2017.

Dalam agenda rapat kordinasi tersebut di sampaikan oleh Encep bahwa, telah di lakukan perundingan bipartit sebagaimana amanah Peraturan Menteri No. 07/2013 tentang Upah Minimum Pasal 11 ayat (1), dan PP 78/2015 Pasal 49 ayat (1) dimana upah minimum sektoral dapat di tetapkan berdasarkan hasil perundingan antara asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja di sektor yang bersangkutan, yang perundingannya telah dilakukan selama dua kali perundingan yaitu pada tanggal 5 Januari 2017 di kantor APRINDO, 

dan tanggal  23 Februari 2017 di kantor Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta, hanya menghasilkan ketidak sepakatan dan pihak APRINDO tidak pernah mengeluarkan nilai UMSP sebagaimana pihak Serikat Pekerja telah mengusulkan nilai tersebut sejak pertama kali perundingan. Hal ini jelas menurut Encep bahwa pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) tidak memiliki itikad baik dalam menunaikan amanah aturan undang—undang yang berlaku di Indonesia, sebagaimana didalam pasal 89 Undang-undang ketenagakerjaan No 13/2003 juga telah mengamanatkannya.

Jika dalam perundingan berikutnya pihak APRINDO tetap tidak juga menanggapi perintah undang-undang tersebut dan tidak merekomendasikan nilai UMSP yang di maksud, maka Aliansi Buruh Ritel Indonesia akan melakukan aksi bersama dan siap melakukan mogok bersama seluruh pekerja Ritel se Indonesia sebagaimana didalam Pasal 137 Undang-undang No.13/2003 tentang hak mogok, karena hal ini jelas akan mengganggu kepentingan dua belah pihak pada akhirnya.

Hal senada di sampaikan oleh Dedi Hartono, anggota Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta unsur pekerja, bahwa hingga saat ini pihak pemerintah dan pengusaha masih belum memberikan solusi atas permasalahan kebuntuan perundingan antara pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia dengan pihak Serikat Pekerja, bahkan dalam hasil bipartit yang dilakukan sudah dua kali perundingan kesimpulan hasilnya pihak Asosiasi pengusaha tidak mengeluarkan nilai apa-apa dan bahkan meminta dikeluarkannya sektor Ritel dari UMSP. 

Padahal jika di lihat dari pertumbuhan ritel di Indonesia saat ini di tahun 2016 tumbuh sekitar 10%, ditambah dengan distribusi PDRB DKI Jakarta terhadap sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang di lansir oleh BPS Tahun 2016 akhir semester I 2016 c-to-c sebesar 16,69% dan laju pertumbuhan PDRB untuk sektor tersebut sebesar 5,03%, artinya bahwa untuk sektor ritel di DKI Jakarta sangat bagus dan positif.

Permasalahan di dalam Dewan Pengupahan saat ini adalah pihak unsur pemerintah dan unsur pengusaha yang masih melepaskan proses perundingan bipartit kepada pihak asosiasi pengusaha dan serikat pekerja. Adanya regulasi yang timbul saat ini terindikasi dimanfaatkan oleh pihak asosiasi pengusaha untuk bertahan bahkan menolak perundingan upah sektoral.

Ada beberapa masalah yang sampai saat ini terjadi adalah, masih adanya pihak asosiasi pengusaha yang tidak mau berunding karena tidak ada didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi, karena alamat kantor sekretariat Asosiasi pengusaha sudah pindah dan tidak diketahui lagi keberadaannya, dan ada pihak asosiasi pengusaha yang berunding dengan serikat pekerja tapi tidak mencapai kesepakatan, bahkan ada pihak asosiasi yang tidak tahu tentang upah sektoral selama ini kecuali hanya menjalankan keputusan regulasi tentang penetapan upah saja, ungkap Dedi.

Sampai saat ini di dalam Dewan Pengupahan baru 7 sektor yang sudah di sepakati oleh Asosiasi Pengusaha dan Serikat Pekerja dan sudah diterbitkan peraturan gubernur dengan No.20 tahun 2017 yaitu sektor industri bahan kosmetik dan kosmetik, industri kemasan kaleng, insutri radio, industri peralatan rumah tangga dengan menggunakan listrik/ elektronik, industri alat-alat musik, industri reparasi kapal, dan industri farmasi.

Upah sektoral provinsi DKI Jakarta untuk sektor ritel sudah ada sejak tahun 2013 dan melewati jalan proses yang panjang ungkap Hakim mantan presiden ASPEK Indonesia. Jadi proses masuknya upah sektoral ritel itu tidak mudah, bahkan di dewan pengupahan menggunakan kajian khusus yang di lakukan oleh peneliti dari Universitas Indonesia yang memiliki kredibilitas penelitian yang baik. 

Disamping itu juga pelaksanaan upah sektoral ritel semua berjalan dengan baik dan diseluruh anggota ASPEK Indonesia menjalankan upah sektoral ritel yang hingga saat ini juga dinantikan keberadaannya. Oleh sebab itu sangat naif dan arogan jika pihak asosiasi pengusaha ritel di tahun ini tidak mau menetapkan upah sektoralnya karena sebelum-sebelumnya sektoral ritel sudah berjalan dengan baik, dan jika hal ini masih didiamkan dan dilakukan juga oleh pihak asosiasi ritel dimana hingga saat ini sudah masuk bulan ke tiga dalam pembayaran upah pekerjanya, maka pihak yang di rugikan adalah pihak pengusaha dan pihak pekerja sendiri, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun