Dalam pergaulan sehari-hari saya lebih sering menemukan perempuan yang mengaku tak pandai berhitung. Mengerti berita ekonomi, keuangan dan bisnis apalagi. Ketika harus bertransaksi di bank, perempuan mudah dikadali marketing yang ikut jualan di bank.
Hampir setahun silam sahabat baik saya mengirim pesan pendek. Intinya, ia baru saja menaruh uangnya di sebuah produk investasi. Hanya setor 2 x 25 juta rupiah dan dalam lima tahun investasi itu bisa berubah menjadi 150 juta rupiah. “Riba kali ya, kok hasilnya bisa gede banget,” kata teman saya.
Terus terang saya juga heran. Kok bisa ada bank yang punya produk investasi dengan sebesar itu. “Ini reksadana bukan?” Dia jawab,”Bukan….” “Unit link, bukan?” “Bukan…” Perasaan unit link pun tidak ada yang menjanjikan hasil sefantastis itu. Otoritas Jasa Keuangan pun lewat media massa bolak balik menegaskan masyarakat harus waspada dengan iming-iming investasi yang menjanjikan hasil jauh di atas rata-rata bunga bank.
Ternyata setelah bertemu langsung, baru terdapat kejelasan. Itu adalah produk asuransi dengan unit link. Dan….lagi-lagi setelah mbak-mbak customer service itu ditelpon, terdapat kejelasan. Teman saya harus setor 25 juta rupiah selama lima tahun. Dan dari situ, di tahun ke lima ia mendapat hasil tidak sefantastis yang dijanjikan. Nah, lho!
Beruntung, karena masih ada di masa tenggang, asuransi plus unit link itu masih bisa dibatalkan. Polisnya juga belum jadi. Biaya yang dipotong sekitar 300 ribu tapi uang 25 juta rupiah itu masih bisa dikembalikan.
Ketika ditelusuri, kejadiannya bermula ketika teman saya hendak menaruh uang yang lumayan banyak di produk deposito. Itu adalah uang pesangon PHKsetelah kerja 17 tahun. Tentu jumlahnya bikin ngiler si mbak pegawai bank. Maka kurang lebih ia mencolek temannya yang marketing dan mintanya untuk ikut menyerbu si calon nasabah ini. “Waktu itu aku seperti dikeroyok sama marketing dan petugas customer service nya. Sudah tak terlalu pintar dalam hal keuangan, diserbu pula. Bingung, aku mau-mau saja naruh duit di situ,” katanya.
Setelah pengalaman itu, teman saya ini jadi lebih hati-hati saat mengurus uang lumayan banyak. “Kalau bisa, untuk transaksi menyangkut uang jutaan, putuskan bersama suami. Kalau dipikir bersama kan hasilnya lebih baik,” kata saya.
Maka ketika ia harus mengurus uang jamsostek, ia sempat bertelpon dengan kakaknya yang seorang pegawai HRD. “Petugas Jamsostek bilang lebih baik uangnya dikembangkan di Jamsostek karena hasilnya lebih besar dari bunga deposito. Kakakku bilang, memang begitu adanya. Jadi ya uangnya aku tetap simpan di Jamsostek,” katanya.
Saya sendiri aslinya juga bukan ahli keuangan. Tapi saya pernah kuliah ilmu ekonomi dan pembangunan. Materi yang dikuasai ya lebih ke ekonomi makro. Tetapi segala sesuatu kan bisa dipelajari. Membaca artikel ekonomi dan keuangan juga sebenarnya nggak sulit-sulit amat.
Selain itu saya juga senang membaca artikel-artikel soal investasi dan pengaturan keuangan. Bahkan juga mem follow para perencana keuangan di twitter. Lumayanlah, dengan begitu wawasan keuangan juga gak sempit-sempit amat.
Banyak kok manfaat perempuan melek keuangan. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan impian-impian kita. Misalnya mampu mengumpulkan uang untuk jalan-jalan ke belahan dunia lain. Beberapa tahun belakangan ini, acara jalan-jalan saya makin jauh. Uang yang dibutuhkan makin banyak. Sekali jalan-jalan ke Eropa tentu butuh uang puluhan juta rupiah. Tentu saya harus memikirkan cara mendapatkan uang ekstra untuk hobi yang mahal ini tanpa menguras uang tabungan. Gaji saya sih standar-standar saja.