Mohon tunggu...
Rahmadhona
Rahmadhona Mohon Tunggu... Administrasi - International Affairs Graduate

"and one day, a girl with book will the girl writing them.."

Selanjutnya

Tutup

Politik

100 Tahun Deklarasi Balfour 1917

10 November 2017   21:35 Diperbarui: 11 November 2017   05:23 2564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deklarasi Balfour  1917 adalah sebuah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris saat Perang Dunia I yang mengumumkan dukungan untuk "tanah air nasional bagi orang Yahudi" di Palestina, yang saat itu merupakan sebuah kawasan Utsmaniyah dengan populasi minoritas Yahudi. Dukungan Inggris tersebut tertuang dalam sebuah pernyataan publik pada satu abad silam, tepatnya November 1917, yang ditandatangani oleh Menlu saat itu, Arthur Balfour, dan kini dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Deklarasi Balfour, setelah dibahas tiga kali pada 3 September, 4 Oktober dan 31 Oktober 1917, disepakati saat Perang Dunia I (1914-1918) berlangsung. Perjanjian itu merupakan bagian dari kerangka mandat Pemerintah Inggris untuk Palestina yang baru direbut Kekaisaran Ottoman. Mandat tersebut mewajibkan negara yang kalah dalam Perang Dunia I (Jerman, Austria-Hungaria dan Kekaisaran Ottoman) memberikan seluruh kekuasaan wilayahnya kepada para pemenang, yakni Inggris dan sejumlah negara Sekutu lainnya seperti Perancis dan Italia. 

Sejak mandat berlaku, Inggris mulai memfasilitasi perpindahan kaum Yahudi Eropa ke Palestina. Antara tahun 1922-1935, populasi Yahudi meningkat 9% menjadi hampir 27% dari total populasi di Palestina. Sejak itu, pendudukan Israel di wilayah itu pun terus meluas hingga hanya menyisakan Tepi Barat dan Jalur Gaza bagi warga Palestina.

Balfour menulisnya ketika menjadi Menteri Luar Negeri Inggris (1916-1919) pada pemerintahan koalisi zaman perang pimpinan PM David Lloyd George (1916-1922). Sebelum menjadi Menlu, Balfour adalah Perdana Menteri (1902-1905) dari Partai Konservatif. Balfour dikenal terlibat dalam perundingan yang mengakhiri Perang Dunia I dan menandatangani Perjanjian Versailles antara Sekutu dan Jerman, 1919. Surat Balfour itu dikirimkan kepada tokoh Zionis Inggris, Lionel Walter Rothschild atau Lord Walter Rothschild (1868-1937). 

Arthur Balfour
Arthur Balfour
Surat Balfour kepada Rothschild hanya tediri dari 67 kata (dalam bahasa inggris). Namun, meski hanya 67 kata surat itu sangat penting, bahkan menjadi benih konflik Arab (Palestina) dengan Israel. Konflik Arab (Palestina)-Israel ini juga diyakini menjadi sumber ketidakamanan dunia, sumber terorisme, sumber kebencian antarumat manusia, antarumat beragama di berbagai pelosok dunia. Surat itu berbunyi:

"Pandangan Pemerintah Yang Mulia mendukung pendirian di Palestina sebuah rumah nasional bagi orang-orang Yahudi dan akan menggunakan usaha terbaik mereka untuk memfasilitasi pencapaian tujuan ini, karena dipahami dengan jelas bahwa tidak ada tindakan yang dapat dilakukan yang bisa merugikan hak-hak sipil dan hak-hak religius dari komunitas non-Yahudi yang sudah ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh orang Yahudi di negara lain."

Alasan Inggris Mengeluarkan Deklarasi Tersebut

Deklarasi Balfour 1917 adalah janji Pemerintah Inggris untuk membantu komunitas Yahudi membangun "national home in Palestina." Sejarawan menyodorkan berbagai alasan Inggris mengeluarkan deklarasi itu. Alasan ini antara lain untuk mengamankan penguasaan Inggris atas wilayah dekat Terusan Suez yang penting, mencegah Jerman menjalin hubungan dengan gerakan Zionis, berharap gerakan Zionis di Rusia membujuk pemerintah mereka agara tetap berpihak pada Sekutu dalam Perang Dunia I, keyakinan pribadi PM David Lloyd George bahwa orang Yahudi dapat memberikan pemerintahan yang lebih baik ketimbang penduduk Arab, serta keyakinan religiusnya bahwa membantu warga Yahudi kembali ke Tanah Suci adalah sesuai rencana Tuhan, aktivitas diplomasi dan keterampilan pemimpin Zionis Chaim Weizmann, serta Inggris zaman perang dan Zionisme pascaperang memiliki kepentingan yang sama dan melihat deklarasi sebagai 'batu loncatan' untuk mewujudkan tujuan mereka.

Zionis Batal ke Kenya

Agustus 1903, para tokoh Zionis berkumpul di Basel, Swiss, dalam Kongres ke-6 Zionis Internasional. Salah satu pembicaraan mereka adalah wilayah yang hendak menjadi tanah air bagi orang Yahudi. Bapak Gerakan Zionis, Theodor Herzl, menawarkan daerah terpencil di Afrika sebagai tanah air Yahudi. Saat tawaran disampaikan, wilayah itu dinyatakan bagian dari Uganda. Kini kawasan itu masuk wilayah Kenya, negara di Afrika Timur. Tawaran Herzl itu ditolak oleh peserta kongres. Mereka tetap mendesak tanah air Yahudi harus berada di Palestina, sesuai keyakinan mengenai tanah yang dijanjikan.

Rencana tersebut sebearnya merupakan ide dari Menteri Urusan Kolonial Inggris, Joseph Chamberlain kepada Herzl. Lobi memang dilakukan oleh Herzl agar Inggris mendukung pembentukan negara Yahudi. Rencana Uganda adalah tawaran konkret pertama atas hasil lobi itu. Meski menolak tawaran itu, bukan berarti orang Yahudi berhenti melobi Inggris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun