Secara literal (QS. an-Nisa' [4]: 128) membahas mengenai suami yang berperilaku nushuz suami terhadap istri. nushuz suami disini diartikan suami tidak tertarik lagi dengan istrinya maupun suami memiliki ketertarikan kepada perempuan lain. Apabila menggunkan perspektif Mubadalah, esensinya adalah adanya kekhawatiran dalam sebuah relasi suami istri. Terdapat pihak yang sudah tidak memiliki rasa nyaman serta mau berpindah kelain hati. Baik dilakukan oleh suami maupun istri.
Ayat nushuz yang kedua adalah (QS. an-Nisa' [4]: 34) Secara literal, ayat ini dinishbatkan kepada istri yang membangkang dari ikrar pernikahan yakni saling melayani dan mengasihi terhadap suami. Secara resiprokal, menurut Faqihuddin dalam kacamata Mubdalah, suami juga bisa menjadi objek melakukan nushz terhadap istri. Karena rasa kekhawatiran dalam sebuah relasi suami istri tidak hanya rasa khawatir suami terhadap istri akan berbuat nushz akan tetapi istri juga merasakan kekhawatiran terhadap suami akan berbuat nushuz.
Konsep Penyelesaian Nushuz Perspektif Qira'ah Mubadalah.
Dalam QS. an-Nisa' ayat 34, penyelesaian yang harus ditempuh apabila istri melakukan Nushz terdapat tiga solusi tahapan penyelesaian, yakni solusi memberikan nasihat, Meninggalkan istri di tempat tidur, dan memukul. Menurut pendapat Imam Syafi'i yang dikutip oleh ar-Razi kalau ketiga solusi penyelesaian tersebut harus dilaksanakan dengan sistematis dan solusi memukul ini merupakan solusi terakhir solusi terakhir setelah menasihati dan meninggalkan istri di tempat tidur
Solusi penyelesaian nushuz suami yang tertuang dalam QS. an-Nisa' ayat 128 yakni istri dianjurkan untuk mengajukan perdamaian dengan cara melepas sebagian atau seluruh haknya dari suami. Buya Hamka berpendapat bahwa jika seorang istri merasa cemas dan takut ketika melihat perubahan sikap suaminya atau jika dia memalingkan hati dari suaminya karena kondisi ini tidak boleh dibiarkan karena dapat membahayakan stabilitas keutuhan keluarga, maka ia dapat mengambil tindakan untuk mencari penyelesaian dengan menghubungi suaminya sesegera mungkin dalam upaya mencari jalan perdamaian. Mungkin melibatkan interaksi tatap muka atau keluarga.
Qira'ah Mubadalah memberikan solusi pada QS. an-Nisa' ayat 128 apabila terdapat perilaku nushz, yaitu:
Shulh (perdamaian), Rekonsiliasi antara suami dan istri agar mereka kembali pada komitmen bersama sebagai pasangan yang saling mendukung dan menyayangi. Solusi perdamaian ini merupakan win-win solution antara pasangan suami istri.
Ihsan (berbuat baik), dengan cara meningkatkan perbuatan baik kepada pasangan yang dilakukan oleh keduanya.
Takwa (menjaga diri), Solusi terakhir adalah takwa, kedua belah pihak harus menahan diri dari pernyataan, sikap, dan perilaku negatif terhadap rekan mereka dan membentengi tekad mereka.
Ayat 128 ini berlaku untuk nushuz seorang suami ataupun istri. Sehingga ayat tersebut menjadi standar dan pedoman untuk menafsirkan ayat selanjutnya (QS. an-Nisa' [4]: 34) tentang nushuz istri terhadap suami.
Sebagaimana tertuang dalam ayat 34, penyelesaian yang harus ditempuh apabila istri melakukan nushz terdapat tiga solusi tahapan penyelesaian, yakni solusi memberikan nasihat (fa'izhuhunna), apabila istri tetap membangkang, maka suami hendaknya mendiamkan istrinya di tempat tidur (wahjuruhunna fi al-madhaji'), apabila istri tetap berbuat nushz suami berhak untuk memukulnya (wadhribuuhunna).