Artinya: "Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik."
Seperti contoh pada tayangan insert investigasi yang membahas actor dengan inisial AK terkait perselingkuhan, di dalam berita tersebut menggunakan kata "sang penggoda" ditambah insert investigasi juga menampilkan cuitan dari media sosial terkait inisial AK dengan kata-kata yang kurang senonoh untuk ditampilkan seperti sex dan pelakor. Padahal tayangan insert investigasi ini hadir di waktu tayang day time dimana itu merupakan waktu utama khalayak untuk menonton,termasuk anak-anak dan remaja. Penggunaan kata-kata tersebut bukan cerminan dari qaulan karima dan qaulan ma'rufan dan memiliki kemungkinan untuk disaksikan bahkan dijadikan contoh.
Lalu mengapa infotainment sangat laku keras di tanah air? Karena berita infotainment yang disajikan kepada masyarakat telah melalui proses komodifikasi konten. Komodifikasi konten sendiri berarti peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam infotainment sebenarnya adalah peristiwa-peristiwa yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat luas terkait persaingan, permusuhan, perselingkuhan, perkawinan bahkan masalah perceraian.Walaupun memang infotainment memberikan dampak buruk bagi khalayak, realitanya channel-channel tv yang menyajikan infotainment menyajikan apa yang disenangi dan sering di konsumsi khalayak berdasarkan ratting. Maka dari itu khalayak juga perlu menyadari dan kritis terhadap konten-konten televisi, karena tayangan televisi juga berfungsi untuk menginternalisasikan nilai-nilai sosial tertentu di masyarakat. Jika khalayak memiliki selera yang baik terhadap program acara, maka hal itu akan membuat program TV sejalan membaik dan dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang positif tentunya.
Alasan lain mengapa infotainment kerap kali tidak sesuai dengan etika jurnalisme ialah dalam menerapkan konvergensi media. Konvergensi media saat ini kerap kali mengabaikan aturan yang ada, sehingga penggunaan konten media sosial sebagai materi tayangan televisi perlu diatur lebih tepat. Misalnya, dalam program infotainment televisi. Konten disaluran media sosial artis sering diedit dengan cara ini, menambahkan narasi dan bumbu-bumbu , tanpa harus mewawancarai artis lagi. Padahal konten yang ada di media sosial sering sekali tidak menggunakan bahasa yang tepat untuk ditampilkan ke khalayak. Inilah cerminan tayangan infotainment tanah air yang memerlukan banyak sekali pembenahan kualitas, harapan kedepannya pihak yang menjadi produsen konten infotainment serta lembaga yang berperan sebagai gatekeeper harus memperbaiki kualitas dan mutu tayangan televisi khususnya infotainment
DAFTAR PUSTAKA
Â
Irianto, A. (2006). TAYANGAN INFOTAINMENT MENGKONSTRUKSI ESKAPISME BUDAYA Oleh: Agus Maladi Irianto 1. 65--66.
Kiranawardani, R. A. (2010). Penerimaan khalayak mahasiswa di surabaya terhadap tayangan infotainment kiss di indosiarÂ
Rachman, A. (2013). Etika Penyiaran Dalam Perspektif Islam. Jurnal Dakwah Risalah, 24(2), 28--36. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/risalah/article/view/23
Ridho, S. (2010). Infotainmen dan Imajinasi Audiens: Studi Tentang Resepsi Audiens Terhadap Tayangan Infotainment di Kalangan Aktivitis Jaringan Perempuan Yogyakarta.
Ristiana, Y. (2017). PROGRAM INFOTAINMENT DITINJAU DARI ETIKA KOMUNIKASI ISLAM(Analisis terhadap Insert Siang di TRANS TV Edisi Bulan Ramadhan 1437 H). Jurnal Ilmu Komunikasi Islam, 2(1), 43. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004