Selain swasembada pangan, Prabowo juga menegaskan pentingnya swasembada energi sebagai pilar kemandirian bangsa. Indonesia memiliki potensi besar dalam hal sumber daya energi terbarukan, seperti panas bumi, air, dan batu bara.Â
Data dari BP Statistical Review of World Energy 2023 menunjukkan bahwa Indonesia adalah produsen batu bara terbesar keempat di dunia, dengan produksi mencapai 564 juta ton pada tahun 2022. Namun, ketergantungan pada bahan bakar fosil masih menjadi tantangan utama dalam transisi menuju energi bersih.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi panas bumi (geothermal). Dengan cadangan mencapai 23.965 megawatt, Indonesia menjadi negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Namun, hingga tahun 2023, kapasitas terpasang panas bumi baru mencapai 2.276 megawatt, atau hanya sekitar 9,5% dari total potensi yang ada. Ini menunjukkan bahwa pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih membutuhkan investasi dan inovasi yang lebih besar.
Prabowo juga menyinggung potensi tanaman seperti kelapa sawit sebagai sumber biofuel yang dapat membantu Indonesia mencapai swasembada energi. Namun, penggunaan kelapa sawit untuk biofuel sering kali dikritik karena dampaknya terhadap lingkungan, terutama terkait dengan deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati.Â
Menurut UNDP, produksi minyak kelapa sawit berkontribusi terhadap 25% deforestasi di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Karena itu, untuk mencapai swasembada energi, Prabowo harus memastikan bahwa ekspansi biofuel tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan.
Di sisi lain, potensi energi hidro di Indonesia juga sangat besar. PLN (Perusahaan Listrik Negara) mencatat bahwa potensi energi hidro di Indonesia mencapai 94.476 megawatt, tetapi baru sekitar 7% yang telah dimanfaatkan.Â
Pembangunan infrastruktur untuk memanfaatkan potensi ini akan menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Reformasi Subsidi: Mengarahkan Bantuan pada yang Tepat
Salah satu poin penting dalam pidato Prabowo adalah mengenai reformasi subsidi. Prabowo menegaskan pentingnya memastikan bahwa subsidi benar-benar sampai pada masyarakat yang membutuhkan. "Kita harus berani meneliti dan, jika perlu, mengubah cara kita menyalurkan subsidi," ujarnya. Hal ini merupakan langkah yang krusial, mengingat selama ini distribusi subsidi di Indonesia sering kali tidak tepat sasaran.
Menurut data Kementerian Keuangan, pada tahun 2023, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 502,4 triliun untuk subsidi energi, namun masih terdapat ketidakmerataan dalam distribusinya. Kelompok masyarakat yang lebih mampu justru sering kali lebih banyak menikmati subsidi dibandingkan masyarakat miskin. Oleh karena itu, reformasi subsidi yang lebih terarah dengan menggunakan teknologi digital untuk mendistribusikan bantuan secara langsung ke keluarga yang membutuhkan adalah langkah yang sangat diperlukan.
Namun, reformasi subsidi ini juga harus diimbangi dengan penguatan program-program perlindungan sosial, terutama untuk kelompok masyarakat rentan. Bank Dunia memperingatkan bahwa ketergantungan masyarakat pada subsidi energi tanpa disertai dengan reformasi perlindungan sosial bisa memperburuk ketimpangan sosial. Oleh karena itu, Prabowo harus memastikan bahwa setiap langkah reformasi di bidang energi dan pangan tidak hanya berfokus pada efisiensi fiskal, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosialnya.