Mohon tunggu...
Dhita Arinanda
Dhita Arinanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

I find inspiration from hearing a song 'Time' by 'Chantal Kreviazuk'

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kenapa Indonesia Tidak Membuat Standar Akuntansi yang Berbasis Pancasila Sebagai Ideologi NKRI?

1 Maret 2014   12:10 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri tambang dan kehutanan biasanya fokus CSR-nya ke masyarakat lokal dan isu lingkungan,sedangkan  perusahaan keuangan / perbankan biasanya fokus CSR-nya di masyrakat lokal, pendidikan, dan kesehatan. Tetapi tidak ada standar khusus yg disyaratkan oleh standar setter dalam aksi dan pelaporan, juga tidak ada bidang khusus yg diarahkan supaya CSR nya bisa lebih optimal. Padahal banyak sekali laporan KLH tentang perusahaan yg tidak green (daftar hitam) dari BUMN/BUMD. kebanyakan kasus itu ada di Rumah Sakit dan pabrik Tebu. Rumah sakit banyak yang tidak punya pengolahan limba, bayangkan saja padahal limbah rumah sakit kan berbahaya, tetapi mereka sampai tidak memiliki pengolahan limbahnya. Keadaan ini sangat disayangkan sekali, dengan mengadopsi Ideologi luar yang dipakai dalam standar setter kita, malah membuat standar setter kita sendiri tidak berwenang mengatur keslahan kesalahan seperti tadi.

Memang ketika saya mencoba merenungi permasalahan dan pertanyaan ini seperti membicarakan hal yang berbeda level, yaitu antara falsafah negara (pancasila) dengan aturan teknis (perpu). Parahnya ketika kita berbicara di level falfsafah, itu difalsifikasi dengan ketentuan IFRS yang bermain di level teknis, padahal bisa disebut keadaan ini seperti  pancasila vs liberalisme vs sosialisme dan mungkin juga vs peradaban islam. Pancasila sendiri saya mengartikan imhonya juga dekat dengan sosialisme, tapi praksisnya tidak dibuat dan wujudnya tidak jelas... So, jadilah kita ngikut kapitalisme.

Ini hanya uraian, perenungan, dan penjabaran seorang pelajar yang masih butuh banyak belajar lagi, mohon maaf kalau ada kekurangan atau salahnya penganalisaan saya, dan semoga tulisan ini bermanfaat.

Dhita Arinanda PM.

28 Februari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun