Industri tambang dan kehutanan biasanya fokus CSR-nya ke masyarakat lokal dan isu lingkungan,sedangkan  perusahaan keuangan / perbankan biasanya fokus CSR-nya di masyrakat lokal, pendidikan, dan kesehatan. Tetapi tidak ada standar khusus yg disyaratkan oleh standar setter dalam aksi dan pelaporan, juga tidak ada bidang khusus yg diarahkan supaya CSR nya bisa lebih optimal. Padahal banyak sekali laporan KLH tentang perusahaan yg tidak green (daftar hitam) dari BUMN/BUMD. kebanyakan kasus itu ada di Rumah Sakit dan pabrik Tebu. Rumah sakit banyak yang tidak punya pengolahan limba, bayangkan saja padahal limbah rumah sakit kan berbahaya, tetapi mereka sampai tidak memiliki pengolahan limbahnya. Keadaan ini sangat disayangkan sekali, dengan mengadopsi Ideologi luar yang dipakai dalam standar setter kita, malah membuat standar setter kita sendiri tidak berwenang mengatur keslahan kesalahan seperti tadi.
Memang ketika saya mencoba merenungi permasalahan dan pertanyaan ini seperti membicarakan hal yang berbeda level, yaitu antara falsafah negara (pancasila) dengan aturan teknis (perpu). Parahnya ketika kita berbicara di level falfsafah, itu difalsifikasi dengan ketentuan IFRS yang bermain di level teknis, padahal bisa disebut keadaan ini seperti  pancasila vs liberalisme vs sosialisme dan mungkin juga vs peradaban islam. Pancasila sendiri saya mengartikan imhonya juga dekat dengan sosialisme, tapi praksisnya tidak dibuat dan wujudnya tidak jelas... So, jadilah kita ngikut kapitalisme.
Ini hanya uraian, perenungan, dan penjabaran seorang pelajar yang masih butuh banyak belajar lagi, mohon maaf kalau ada kekurangan atau salahnya penganalisaan saya, dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Dhita Arinanda PM.
28 Februari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H