Semakin dekat dengan hari H pemilu semakin  marak sekali berita tentang kampanye para parpol ini, tetapi ada satu hal yang saya garis bawahi disini  yaitu tentang visidan misi para capres ini, coba  kita lihat di Televisi, Media Massa, dan bahkan di sosial media, janji-janji para capres kita ini semuanya agak mirip-mirip.
seperti BBM akan murah, sembako murah, sekolah gratis dan berobat juga gratis.
saya jadi heran dan mikir juga apa tidak ada janji yang lain ya ?
Kok tidak ada yang janji seperti ini ya ?.... " Hei rakyat Indonesia, karena Negara kita ini sebenarnya kaya.... kalau saya terpilih jadi Presiden saya akan membuat semua rakyat menjadi makmur dan kaya.... sehingga mampu membeli semua barang tanpa subsidi, mampu membeli berapapun harga BBM tanpa subsidi, mampu membeli sembako berapapun harganya tanpa subsidi, mampu membuat kalian rakyat Indonesia menyekolahkan anak-anak kalian sampai tinggi "
Dalam teori Ekonomi kan lebih enak jadi orang kaya tuh daripada orang yang di subsidi terus.... terus kenapa juga ya para capres ini masih mempromosikan mengobral subsidi yang bisa diartikan tetap membuat rakyat indonesia hidup kekurangan dengan mengandalkan subsidi ?
Akhirnya timbulah pertanyaan, Â kenapa tidak menyelesaikan masalah itu dari akarnya ? kenapa tidak minum obat yang menyembuhkan, bukan hanya obat peredam nyeri yang bisa-bisa membuat sakitnya tambah parah ? memang sih obat itu pahit rasanya, tetapi ketika sembuh kan manis rasanya.
saya jadi inget waktu ada kesempatan bermain ke Thailand di awal tahun kemarin, di Thailand harga bensin kalau dikurskan rupiah itu kurang lebih Rp. 14.000/liter (gak ada subsidi),
tapi harga makanan dan barang bisa tetep murah loh.... Lha di Indonesia kok jadi lebih mahal harga makanan dan barangnya ya ?
Apa ya yang mebuat bisa beda seperti itu ? apa tingkat korupsinya beda ya ? trus apa hubunganya tingkat harga, subsidi ma korupsi ? secara kan di Indonesia ini korupsi sudah seperti kebudayaan nih, mulai dari eksekutive tertinggi, DPR, hingga lurah nih pada ikutan korupsi berjamaah. sehingga kata-kata subsidi ini seringkali dijadikan ajang untuk melakukan ilegal trading karena adanya Arbitrase antara para rentseeker dengan mengatasnamakan "kepentingan rakyat" yang menjadikan market structure asymetrics.... apa seperti itu ya ?... semoga saja tidak, andaikan demikian semoga pada insyaf saja mereka.
Kalau melihat itu apa berarti subsidi BBM sebenarnya tidak perlu kan ? terus apa yang diperlukan ? yang pertama tentu saja yang diperlukan di Indonesia ini pemerintahan yang bersih.
Dan jangan lupa Ilmu Ekonomi Makro kan mengatakan, kalau daya beli rakyat kuat seberapapun harganya pasti terkejar.... Â dari sini kan seharusnya jelas apa yang seharusnya dilakukan.
Nah di Tahiland sendiri tanpa tingginya subsidi mereka bisa bangun insfratuktur, seperti jalan di sana sangat luar biasa, jalan layang dan tol ada di mana-mana,dll, sehingga mampu menaikan perekonomian mereka.
Apa karena orang Tahiland lebih pintar-pintar dari orang Indonesia ya ?
Tidak juga, di Indonesia banyak kok birokrat-birokrat atau ekonom yang pintar dan cerdas, permasalahanya sekarang tinggal mau jalanin yang benar atau tidak itu saja.
Politik dan ekonomi memang suatu permasalahan yang sangat klasik yang tidak bisa terpisahkan. Apalagi di tahun-tahun pemilu seperti ini dalam rangka menyongsong pilpres selalu saja mengaitkan politik dengan prospek ekonomi.
Tetapi Politik sendiri sangat berpengaruh bagi pasar modal dan sektor makro lainya, jadi politik itu bisa dikatakan menjadi salah satu indikator yang penting juga dalam mengantisipasi pergerakan ekonomi makro.
Contohnya saja nih, lihat saja apa yang terjadi andaikan subsidi BBM dihapuskan, pasti ini akan menjadi pro-kontra yang sangatlah bermuatan politis. padahal para politisi ini juga belum tentu memahami permasalahan sebenarnya, andai memang dibutuhkan trus perhitunganya tepat, visi-nya juga jelas dan itu merupakan solusi terbaik kenapa tidak ? disini yang dibutuhkan adalah pemimpin yang berani berkata 'saya yang bertanggung jawab terhadap keputusan ini'... Kepemimpinan yang seperti itu yang dibutuhkan untuk mengantisipasi 'ribet'-nya birokrasi yang syarat akan muatan politis tersebut sehingga sebuah kebijakan dapat di putuskan dan di eksekusi dengan tepat untuk sebuah kebaikan.
Terus timbul pertanyaan, apakah orang ekonomi atau orang pasar modal harus belajar politik juga untuk menghadapi keadaan tersebut ?
Kalau boleh kasih saran sih jangan, takutnya malah bukan jadi investor atau ekonom, malah jadi caleg nanti.... hehe.....
Bukankah sebaiknya para pakar ekonomi dan para pelaku di pasar modal ini cukup dengan memahami apa kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh rezim pemerintahan yang berkuasa nantinya.
Disini diharapkan semakin sedikit indikator diluar ekonomi-nya, membuat analisisnya jadi semakin tajam.
Karena bisa dipastikan jika terlalu banyak indikator diluar ekonomi dan pasar modal yang digunakanya (contoh seperti ada muatan politisnya), ujung-ujungnya juga tidak jelas mau ngapain, saking bingungnya nih akhir-akhirnya bisa juga tidak melakukan apa-apa.
saya masih ingat pada pemilu periode kemarin, dimana salah satu dari pasangan capres-cawapres tersebut memberikan janji yang terkesan seperti plin-plan
Saat itu ketika mereka bertemu kalangan pasar modal para pasangan ini  berkata akan memberikan seluas-luasnya kesempatan investasi termasuk bagi asing.
Eh besoknya kalau didepan petani berkata juga akan memproteksi petani dari bahan pangan impor.... kan tidak nyambung tuh... hehe....
Dan akhirnya dalam pengaplikasianya pun juga kurang sesuai dengan visi misi yang mereka dengungkan dulu,  sebenarnya ketika mengingat kebudayaan hanya umbar janji semata yang seperti itu muncul juga perasaan pesimis. Tetapi bukankah sebagai rakyat yang baik bagaimanapun tetap harus optimis, yup siapapun pemimpinya sudah seharusnya kita dukung bersama untuk sebuah perubahan yang lebih baik.
Mungkin kalau melihat faktor stabilitas, memang akan lebih baik kalau pemimpin kita kelak bisa memberikan stabilitas politik, sehingga mampu mendukung stabilitas kebijakan ekonomi, seperti misalnya kebijakan ekonomi tidak terkendala di DPR, tidak diobok-obok demi kepentingan golongan, dll. Yups semoga dengan ajang pesta demokrasi tahun ini bisa menghadirkan sosok pemimpin yang banyak diharapkan rakyat.
salam contreng.
Dhita Arinanda PM.
18 Maret 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H