Mohon tunggu...
Dhita Arinanda
Dhita Arinanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

I find inspiration from hearing a song 'Time' by 'Chantal Kreviazuk'

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Indonesia Tidak Akan Pernah Bisa Melunasi Hutangnya, Jika Tetap Seperti Ini

30 April 2014   04:09 Diperbarui: 4 April 2017   16:42 9591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13987959071702078889

Lantas siapa yang diuntungkan dari sistem seperti ini ? mari kita lebih jujur, sudah pasti yang diuntungkan adalah adalah permodalan asing yang mempunyai dana “trontonan”, yang individualnya ya itu-itu saja,terlebih dalam sektor perbankan yang mempunyai hak-hak istimewa untuk bisa lebih dulu membeli surat utang negara (SUN) saat pertama kali di lelang. Seperti yang tercantum dalam UU nomor 23 tahun 1999, yang telah diperkuat dengan UU nomor 3 tahun 2004, tentang Bank Central yang tidak diperbolehkan membeli surat-surat hutang negara di dalam pasar primer. Nah dalam regulasi seperti itu, meskipun pemerintah dalam kenyataanya membutuhkan dana sengan cara menerbitkan surat hutang tersebut, Bank Indonesia tidak serta merta bisa membantu untuk mengeluarkan uang tersebut, tetapi harus melalui “calo” seperti Bank-Bank Swasta terlebih dahulu.

PDB (produk domestik bruto) indonesia memang sangat besar dan berkembang dari tahun ke tahunya, yang membuat Indonesia masuk (di baca : sebagai pelengkap) dalam G20, hal itu terjadi karena daya konsumsi Indonesia tinggi sekali di bidang “hutang” tersebut, banyak sekali faktor yang membuat ini terjadi, kemudahan-kemudahan kredit yang semakin menjamur di Indonesia, yang berhasil menarik minat orang yang sebenarnya “belum mampu” berani untuk membeli secara kredit. Padahal hal-hal seperti inilah yang akan memperlemah daya beli dan kreativitas bangsa ini di jangka yang akan panjang. Apalagi kalau produk yang dibeli tersbut adalah produk impor yang notabene “nilainya” juga akan keluar dari negara ini.

Kita bisa melihat dan mencontoh sistem moneter yang diterapkan China, mereka tetap menjadi seorang “kapitalis” dalam sistemnya, tetapi mereka tidak mengadopsi “mentah-mentah” semuanya, karena mereka sadar jika mengadopsi itu “mentah-mentah”, yang didapat adalah “PDB Hitam” yang kurang bernilai. China yang diawal revolusi nya berkata “yang penting ada dulu kucingnya untuk menangkap tikus” sekarang sudah merubah statement itu menjadi “kucingnya harus berwarna untuk nilai yang lebih baik bagi negara-nya”.

Nah Indonesia sudah seharusnya belajar dari hal-hal tersebut, jika ini tetap dibiarkan maka mata uang rupiah kita tidak akan pernah bisa bangkit dari keterpurukan, sedangkan di sisi lain impor kita masih saja dihajar dan hutang kita juga masih banyak serta terus bertambah. Jika terus dibiarkan serta tidak ada perubahan-perubahan yang dilakukan, maka dapat dipastikan itu akan membuat beban negara ini semakin berat saja kedepanya, “dan tidak akan pernah bisa negara ini melunasi hutangnya“.


Dhita Arinanda PM

29 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun