/1/
Selumbari aku terbangun dari mimpi dimalam yang kelam. Mimpi tentang aku yang terjebak dalam kubangan derita.
Derita yang terus menggerogoti diri karena tak mampu mengungkapkan rasa. Rasa yang entah kapan bisa menghilang.
Aku ingin berpesan pada diri agar lusa tak lagi terjebak dalam derita karena tak sanggup mengungkapkan rasa. Agar aku tak laku bersenandung dalam hati.
/2/
Kemarin ini aku terbangun dari mimpi yang kelam. Mimpi tentang aku yang dijambak oleh orang terdekat.
Dijambak, dikeroyok, dimaki, dihinakan serta ditelantarkan. Saat aku tak sanggup lagi memberikan tangan pada mereka. Mereka justru berbalik menyerang.
Aku ingin berpesan pada diri agar tulat menggotong diri sendiri lebih utama daripada mengangkat sebongkah kapas milik orang lain.
/3/
Hari ini aku terbangun dari mimpi yang kelam. Mimpi tentang aku yang terjebak dalam rasa.
Rasa yang selalu hadir setiap saat namun tak pernah terbalaskan. Rasa yang sulit untuk terlupakan walau harus lekang ditelan waktu.
Aku ingin berpesan pada diri agar tubin mampu berdamai dengan rasa dan menerima rasa sebagai sebuah cerita dimasa lalu.
/4/
Aku ingin terbangun esok hari dengan semua mimpi dimasa lalu yang telah sirna dan menjadi kenangan.
Kutulis surat ini dari masa lalu untuk diri dimasa depan. Untuk sebuah harapan tentang diri yang lebih baik.
Pangaparang, Desember 2021
Telah terbit
PBP 3, Penulis. 2022. Asa Itu Masa Ada. Bandarlampung: EMN Media.
Halaman 189
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H