PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA INDONESIA
Secara etimologi, ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea yang berarti gagasan, cita-cita, dan pandangan. Sedangkan logos yang berarti ilmu atau ratio. Dengan demikian ideologi dapat diartikan sebagai cara berpikir yang dijadikan pedoman hidup.
Dalam Tap MPR No. III/MPR/2000, menyatakam bahwa Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional. Artinya, seluruh hukum yang ada di Indonesia bersumber pada Pancasila. Dengan demikian Pancasila bersifat mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia. Bagi seluruh masyarakat yang berada di tanah air Indonesia wajib untuk menghormati dan menaati Pancasila.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia sebagai kompas negara untuk menunjukkan arah yang akan dicapai. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Michael Sastrapratedja, bahwa "Pancasila bukanlah suatu "doktrin" yang lengkap, yang begitu saja dapat dijabarkan dalam tindakan, tetapi suatu orientasi, yang memberikan arah kemana bangsa dan negara harus dibangun atau suatu dasar rasional, yang merupakan hasil konsensus mengenai asumsi-asumsi tentang negara dan bangsa yang akan dibangun."[1] Tujuan tersebut tidak lain adalah membangun negara yang berketuhanan, berkemanusaan, persatuan, bermusyawarah, dan keadilan sosial. Kelima tujuan tersebut adalah cita-cita yang tertera di setiap sila dalam Pancasila.
Â
Pancasila menjadi ukuran nyata bernegara dengan cita-cita yang akan dicapai, mejadi penentu tekat dalam memperkuat identitas negara. Pancasila merupakan ruang publik bersama dimana semua elemen bangsa berhak merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan adanya Pancasila dimungkinkan adanya kehidupan yang harmonis, suatu kehidupan yang saling menghormati dan menghargai, kehidupan bernegara yang penuh toleransi dan solidaritas. Tanpa adanya Pancasila, negara Indonesia akan mudah terbentuk konfik dan mudah terjadinya perpecahan.
Â
Akan tetapi, diperlukan juga partisipasi pada setiap diri masyarakat Indonesia untuk menjiwai Pancasila. Tanpa adanya tindaan untuk menjiwai, Pancasila akan hanya menjadi landasan negara yang tidak berarti. Cita-cita dapat terwujud apabila ada usaha untuk meraihnya, begitu juga dengan Pancasila
Â
"yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibuat Undang-Undang Dasar yang menurut kata katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja yang harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang".[2]
Â
Beberapa tahun lalu negara Indonesia berperang melawan penjajah yang memperdaya dan merampas kekayaan Indonesia. Peperangan terus terjadi hingga banyak pertumpahan darah dari para pahlawan Indonesia. Hasil dari perjuangan para pahlawan Indonesia membuahkan hasil yang kini dapat dinikmati oleh generasi-generasinya. Harapannya generasi dapat mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuagkan. Akan tetapi, kenyataannya dimasa kini masih terdapat penjajah-penjajah yang ingin mengahancurkan Indonesia. Celakanya penjajah-penjajah tersebut bukan berasal dari daerah asing, melainkan warga negara Indonesia sendiri. Penjajah-penjajah tersebut adalah masyarakat Indonesia yang bersifat fundamentalisme.
Â
Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan negara Indonesia, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Dari arti tersebut menunjukkan hakekat dari Indonesia yang berisi akan keberagaman. Beragam kepercayaan, suku, bahasa, dan budaya. Menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia ialah terdapat kaum-kaum yang tidak memahami keberagaman. Dengan tidak memahami arti keberagaman membuat diri menjadi tidak mencintai keberagaman sehingga orang-orang yang demikian ingin menghilangkan keberagaman yang merupakan ciri dan keistimewaan Indonesia. Penyebab terjadinya kurangnya pemahaman dan kecintaan akan keberagaman dikarenakan kurangnya menjiwai Pancasila sebagai dasar negara.
Â
Contoh permasalahan yang sering terjadi ialah mengenai kepercayaan. Dimana terdapat kaum-kaum yang menganggap kepercayaannya atau agamanya yang paling benar dan yang lain salah. Tidak berhenti sampai disitu, kaum-kaum tersebut juga mengusik kepercayaan-kepercayaan lain. Seperti melarang berdirinya rumah ibadah dan pelaksanaan ibadah. Permasalahan tersebut kerapkali dilakukan oleh kelompok minoritas terhadap kelompok minoritas.
Â
Dengan adanya permasalah tersebut menunjukkan bahwa ideologi Pancasila belum terlaksana dengan baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Indonesia memiliki dasar negara yaitu Pancasila sebagai ideologi negara, maka ideologi tersebut perlu diperjuangkan keberadaan dan cita-citanya. Tanpa adanya penjiwaan akan Pancasila sebagai ideologi negara akan membuat sikap fundamentalisme, yang berdampak pada kehilangan makna Pancasila. Pancasila akan menjadi dasar negara yang tidak lagi berarti, hanya menjadi sekedar aksesoris negara.
Â
Menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk selalu menjunjung tinggi ideologi Pancasila dengan menjiwainya di dalam kehidupan dan merangkul saudara-saudari yang mulai kehilangan kesadaran untuk menjiwai Pancasila. Akan banyak kesulitan yang dihadapi untuk menyadarkan orang-orang yang tersesat. Maka, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memulai dari diri sendiri. Dengan bekal dan kualitas hidup yang dimiliki akan dapat menjadi sarana menyadarkan dan merangkul yang tersesat untuk berjalan bersama menjiwai Pancasila yang sudah hilang.
Â
Â
Daftar Pustaka
Â
Sastrapratedja. "Pancasila Sebagai Dasar Negara, Asas Etika Politik Dan Acuan Kritik Ideologi." Kongres Pancasila I, Yogyakarta 30 Mei -- 1 Juni 2009.
Â
Supriyanto, Arie. "Pancasila Sebagai Ideologi." Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan, no. 1 (2021).
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H