Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir Batin.
Walau telat ngucapin di kompasiana ini semoga ga telat untuk dimaafkan apabila ada salah kata atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Seperti warga Jakarta pada umumnya, aku pun mudik ke tempat keluarga mama di Cicurug, Sukabumi. Sesuai kebiasaan kalau lebaran idul fitri, hari pertama adalah silaturahmi dengan tetangga. Baru pada hari kedua (20/8/2012), kita, keluarganya mama, pergi ke makam eyang (kakeknya emak) dan mbah Wira (ayahnya emak) Â di Giri Jaya.
Yang paling aku seneng kalau ke sana adalah suasana pegunungan yang sejuk dingin, serta indah. Pemandangan hijau sawah dan pepohonan mendominasi. Bagus untuk foto-foto. Tapi kemarin aku ke sana, ada bagian yang berubah. Pemandangan tak sehijau dulu karena dibuat untuk penangkaran sapi dan ayam. Jadilah bopeng-bopeng berwarna coklat terlihat.
[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Dulu yang tanah cokelat itu hijaaau bgt. Dok. Sepri Suardi"][/caption]
Setelah berdoa di makam, kami melanjutkan acara dengan foto-foto. Kemudian masuk ke rumah eyang untuk beristirahat dan mengisi perut sekedarnya dengan bakso langganan setiap kali ke Giri Jaya. Harganya? Rp 5ooo,- per porsi. Rasanya lumayan enak untuk memuaskan mulut kita sekeluarga yang hobi makan bakso kapan pun dan dimana pun. Dan Makan bakso (serta cilok) adalah hal kedua yang aku senengi setiap kali ke sana.
Giri Jaya ini sebenarnya adalah tempat tinggal eyang semasa hidup. Kalau kita ke sana, biasanya beristirahat di rumah eyang. Di rumah ini masih ada perabotan yang biasanya dipakai eyang sewaktu hidup. Ada tempat tidur, bangku, serta lemari yang masih tertata apik. Kini, rumah eyang pun dijadikan tempat penyimpanan gamelan sunda beserta wayangnya (cepot dan kawan-kawan).
[caption id="attachment_208540" align="aligncenter" width="491" caption="Dua gamelan sunda. Dok.pribadi"][/caption]
Waktu kami memasuki rumah eyang, kami disambut dengan iringan gamelan sunda tersebut. Aku yang suka dengan kebudayaan khas Indonesia, seneng banget mendengarnya. Merdu. Walaupun tidak semua alat musik dibunyikan.
Gamelan Sunda yang ada di Giri Jaya ini sering sekali dimainkan. Kalau pertunjukkannya diadakan setiap berapa bulan sekali, aku juga kurang tahu tapi yang pasti gamelan Sunda ini selalu dimainkan setiap Muharaman (tanggal 1 Muharam) dan Maulid Nabi.
[caption id="attachment_208541" align="aligncenter" width="491" caption="4 dari 5 pemain gamelan sunda. Dok.pribadi"]
Tidak hanya gamelan sunda yang dimainkan, pada saat itu diadakan pesta rakyat. Orang dari berbagai wilayah datang dan berkumpul membawa hasil bumi masing-masing. Hasil bumi itu dikumpulkan dan dilihat mana yang paling bagus. Kemudian hasil bumi tersebut dibagi-bagikan sampai habis kepada siapa pun yang mau atau dengan sistem tukeran. Jadi pada pesta rakyat ini, sistem barter dilestarikan.
[caption id="attachment_208542" align="aligncenter" width="346" caption="Dua dari 5 pemain, Dok.pribadi"]
Aku pernah menginap di Giri Jaya waktu masih duduk di bangku SD. Aku bela-belain nginep di sana karena ingin nonton wayang beserta gamelan khasnya langsung di tanah Sunda (biasanya aku diajakin papa nonton Wayang di Anjungan Jawa Barat, TMII). Tidur awalan dan tengah malam bela-belain bangun. Walaupun ga paham 100% bahasanya (bahasa sunda 100%) dan nama-namanya, aku senang menontonnya. Menarik dan eksotis.
Nb: emak = nenek
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H