Mohon tunggu...
Dhini Oktavianti
Dhini Oktavianti Mohon Tunggu... Freelancer -

Jalan-jalan, Belanja, Kuliner, Belanjaa.. ^_^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seandainya Koruptor Kenal Sama Mamang

19 Juni 2012   02:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Sabtu kemarin (16/5/12), saat aku lagi masak sarapan dan siap2 bebenah rumah. Tiba2 mamaku manggil-manggil. Kata mama, "ada mamang, kasih minum gih". Aku bingung. Mamang siapa? Perasaan aku ga punya temen atau tetangga yang dipanggil mamang. Ok. Buru-buru ambil air anget untuk disuguhkan ke mamang. Sebelum aku suguhin, aku tanya mama lagi, "Mamangnya siapa, Mah?" Mama jawab,"Itu mamang tukang bunga." "Ohhh...". Mulai mengerti dan mangut2, aku suguhin ke mamang yang lagi mau nanem bibit pesenan mama. Setelah nyuguhin, aku liat2 orangnya. Oohh ini toh orang yang suka diceritain mama tentang mamang tukang bunga. Masuk ke rumah, mama terlihat sudah siap untuk pergi ngaji di Masjid At-Tin. Mama berpesan, temenin mamang ngobrol gih dhin, mama mau ngaji dulu. [caption id="attachment_195681" align="aligncenter" width="300" caption="Mang Acuy. Dok.pribadi"][/caption] Tinggallah aku yang bingung bin bengong denger kata-kata mama. Ngobrol apaan yah sama mamang. Sebelum pergi, mamah nyamperin mamang untuk ngasih uang dan ngobrol sebentar menggunakan bahasa sunda. Ok, tinggal aku yang bingung mau ngajak ngobrol mamang apa. Berpikir keras sambil nunggu si mamang selese nanem 3 bibit pesenan mama. Lagi berbingung-bingung ria, tiba-tiba mamang ngajakin aku ngobrol pake bahasa sunda tulen. Bagus. Aku cuma bisa bahasa sunda campur bahasa Indonesia. :| Mau ngomong ma mamang tapi ga enak. Bagaimana inih?? Mamang masih asyik bercerita, aku cuma nyengir-nyenngir mengiyakan. Sadar kalo yang diajak ngobrol ngertinya cuma seperempat, mamang lalu mengubah bahasa Sunda tulen menjadi bahasa Indonesia logat sunda. :D Alhamdulillaaahhh.. Selesai menanam 3 benih di halaman depan rumah, aku meminta mamang untuk menyantap makanan yang sudah disuguhkan. Sambil sopan, mamang langsung menyantap makanan tersebut. Dari situ aku mencoba mencari tau. Siapakah mamang tanaman bunga yang diceritakan mamaku ini? Sambil makan, aku tanya-tanyain mamang, alih-alih  sambil ngobrol biar suasana mencair. Mamang ini suka banget ngobrol, ramah, dan apa adanya. Nama aslinya Mang Acuy. Aku tanya umurnya, mamang bilang, "sebangsa 50-an neng. Mamang lupa." Awalnya, mamang bukan penjual bunga atau tanaman tetapi mamang penjual buah di Pasar Induk. Awal berjualan buah karena mamang yang lulusan SD diajak untuk berjualan ke Kota. Jadilah mamang berinisiatif menjual buah. Buah yang dijual mamang didapat dari Bogor. Saat sedang sengang, mamang jalan-jalan ke Tanjung Priuk. Melihat situasi dan kondisi di Tanjung Priuk yang gersang bin panas, mamang berinisiatif bilang ke salah satu warga yang ada di situ untuk menanam tanaman biar  sejuk. Sejak itu, mamang berhenti menjadi tukang buah dan beralih profesi menjadi penanam rumput dan pohon halaman rumah warga di sana. Karena kecintaannya mamang akan lingkungan yang hijau dan asri, lama-lama mamang memutuskan untuk menjadi tukang taneman. Taneman yang dijual mamang ini berasal dari trubus. Pas aku tanya udah berapa lama mamang jual taneman, mamang jawab "Udah lama bgt neng. Waktu di lahan di sekitar rumah neng masih sawah". Apaah??Itu kan 20 tahun yang laluu! Waw. Mamang menjual taneman dengan cara dipanggul dari rumah ke rumah. Biasanya mamang ngambil 10 benih taneman untuk dijual dari trubus. Hampir setiap hari ada yang pesan tanaman ke mamang. Awalnya aku kira yang mamang maksud Trubus yang di Cimanggis. Soalnya ada majalah trubus di Cimanggis. Ternyata Oh ternyata, maksud mamang itu trubus yang di Bogor. :O [caption id="attachment_195682" align="aligncenter" width="300" caption="Mang Acuy dan Tanamannya. Dok.pribadi"]

13400711812141675093
13400711812141675093
[/caption] Aku baru ngeh setelah aku tanya rumahnya dimana. Mamang bilang di Bogor. Waah. Mamang membawa tanaman-tanamannya dari Bogor naek kereta atau bis ke Jakarta. Tapi mamang lebih suka naik bis dari pada kereta karena kalau kereta sebelum sampai pelanggan, tanaman mamang udah rusak duluan soalnya ke gencet-gencet. :( Jadinya mamang memutuskan untuk naek bis. Mamang ini cukup terkenal di kalangan kondektur dan supri bis Jakarta-Bogor, karena udah saking lamanya mamang berjualan tanaman. Mamang memiliki 2 orang anak, perempuan dan laki-laki. Anak laki-laki ini yang paling diceritakan mamang. Saat ini, anak laki-laki nya dudk di bangku SD. Mamang berharap anaknya bisa melanjutkan ke jenjang SMP. Kalau bisa sampai kuliah. "Mamang mau anak mamang jangan kaya mamang yang cuma lulusan SD. Biar sampe kuliang neng jadi lebih layak." Amiin mang. Mamang berkeliling menjual tanemannya mulai pukul 06.30 pagi sampai dagangan mamang habis. Kadang sampai malam, kadang pula sejam sudah habis. Mamang menjual tanaman berkeliling di daerah rumahku, Cijantung, Cibubur, Ciracas, dan sekitarnya. [caption id="attachment_195683" align="aligncenter" width="300" caption="Mamang lagi siap2 pulang. Dok.pribadi"]
1340071220396941121
1340071220396941121
[/caption] Ada nilai-nilai yang dituturkan mamang kepadaku, "Walau gaji yang dikasih bisa dibilang kecil tapi mamang bersyukur neng. Mamang juga berusaha jujur aja. Soalnya uang yang didapat kan nanti dikasih buat keluarga, kasih makan anak. Anak lagi sekolah. Mamang mau duit yang mamang dapetin ini halal jadinya anak mamang juga dapet ilmu yang bermanfaat." Amiin mang.. Seandainya koruptor kenal sama mamang ini, mungkin ga ya koruptornya pada malu? [caption id="attachment_195684" align="aligncenter" width="300" caption="Mamang pamitan mau keliling lagi. Dok.pribadi"]
13400712622038690675
13400712622038690675
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun