Mohon tunggu...
Dhimas Wisnu Mahendra
Dhimas Wisnu Mahendra Mohon Tunggu... -

Pengelana Angan... :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Patriot Berdarah: (Sekali Lagi) Dalam Kelam Sejarah

17 April 2013   15:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:03 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia kembali tercengang. Bukan oleh terwujudnya ancaman perang nuklir di semenanjung Korea, melainkan kejutan tak terduga dari serangkaian bom laknat yang mengguncang Boston, Massachusetts, Amerika Serikat (AS), pada Senin Kelabu, 15 April 2013 waktu setempat. Di tengah berlangsungnya kegiatan rutin tahunan “Boston Marathon” yang digelar untuk ke- 117 kali sejak tahun 1897, dimeriahkan oleh 23.326 peserta dari 56 negara, pada pukul 14.50, di sudut Jalan Boylston dan Jalan Exeter, sebuah bom tiba-tiba meledak hanya berjarak ratusan kaki dari garis Finish yang dijejali ratusan penonton menyaksikan para pelari menuntaskan lomba. Berselang 10 detik, bom kedua yang diletakkan tak jauh kembali berdentum keras dan menambah kacau suasana serba mencekam. Entah kebetulan atau tidak, ledakan ketiga menyusul meski belum dipastikan oleh bom, diduga korsleting dan beruntung tanpa jatuh korban, di Perpustakaan John Fitzgerald Kennedy yang mengabadikan nama mendiang mantan Presiden AS ke-35. Perpustakaan lokal Boston itu menggunakan nama JFK, panggilan akrabnya, sebab Kennedy sejak tahun 1947 telah mewakili Massachusetts sebagai anggota Dewan Perwakilan dan Senat sebelum terpilih pada tahun 1960 menjadi presiden.

1366276146392037517
1366276146392037517

L’Histoire Se Repete. Sejarah memang selalu berulang, meski sang pelaku sejarah sendiri telah lama wafat dan tinggal belulang. Hantu meski tak berwujud tetap diyakini keberadaannya. Begitupun tangan gaib yang bermain di belakang tiap aksi terorisme dunia hingga sekarang. Dengan terbuka seluas-luasnya keran informasi melalui internet, warga bangsa di dunia kini tidak lagi mudah dibodohi. Jika bahkan lima puluh tahun lalu, warga Amerika telah meragukan Lee Harvey Oswald sebagai pembunuh tunggal JFK, dan meyakini tangan konspirator yang lebih besar bermain di belakangnya, dekade ini pun menguak fakta bahwa gembong dari segala gembong terorisme tak sesederhana boneka Osama bin Laden dan jaringan Al-Qaeda-nya yang dijadikan sasaran tembak George W. Bush dalam genderang perang global melawan terorisme pascatragedi runtuhnya menara kembar World Trade Center, 11 September 2001. Hantu terorisme agaknya masih terus menggelayuti mendung abad dua puluh satu.

Menarik untuk dicermati, bahwa hari dan tanggal pelaksanaan aksi pengeboman Boston dalam bisu berbicara, mengungkap cercah petunjuk yang seperti sengaja dibuka untuk mengingatkan bahwa pola perulangan yang terjadi memang bukan tanpa makna. Bukan kebetulan jika peristiwa memilukan itu terjadi pada hari yang pada tahun ini diperingati oleh negara adidaya tersebut sebagai Hari Patriot. Hari Patriot, atau Patriot’s Day (dengan apostrof) dalam sejarah AS diperingati tiap Selasa ketiga bulan April untuk mengenang pecahnya pertempuran terbuka di Lexington dan Concord, tidak jauh dari Boston, pada 19 April 1775, menandai bergulirnya perang Revolusi Amerika, dua abad silam. Sejak Tragedi WTC, istilah Hari Patriot juga dipergunakan untuk memperingati Selasa Kelabu, yakni tiap tanggal 11 September mulai tahun 2002. Untuk membedakan keduanya, sejak tahun 2012, Presiden Barack Obama menamai Hari Patriot di bulan September sebagai “Patriot Day of Service and Remembrance” (tanpa apostrof). Jika pelaku pengeboman Boston pada Hari Patriot kemarin sengaja memilih hari itu dalam kaitannya dengan momentum teror yang mengubah sejarah dan wajah dunia abad dua puluh satu, dapat dipahami maksud pesan yang disampaikannya. Apalagi, entah kebetulan atau tidak, banyak peristiwa teror terjadi pada minggu ketiga bulan April dalam catatan sejarah, sebut saja Pengeboman Oklahoma 19 April 1995, pembunuhan Waco 19 April 1993, penembakan Columbine School 20 April 1999, dan yang paling fenomenal, pembantaian Virginia Tech, yang bersama tragedi Waco terjadi pada hari Senin, bertepatan dengan Hari Patriot pada tahun dimaksud.

Mungkin luput dari perhatian bahwa pada tanggal 16 April enam tahun silam, tahun 2007, terjadi tragedi penembakan massal yang dikenal sebagai “Pembantaian Virginia Tech”, ketika seorang mahasiswa asal Korea, Cho Seung-Hui, 23 tahun, dari Institut Politeknik dan Universitas Negeri Virginia, Blacksburg, menembak sporadis dengan keji di dua tempat terpisah, menewaskan 32 orang termasuk dirinya sendiri, dalam tragedi penembakan sipil paling berdarah dalam sejarah AS. Bukan kebetulan pula, jika tanggal 16 April kemarin sedianya dijadikan momentum mengenang peristiwa serupa yakni penembakan di Sekolah Dasar Sandy Hook, Connecticut, yang dilakukan oleh Adam Lanza, 20 tahun, pada 14 Desember 2012, menewaskan 20 anak-anak dan 8 orang dewasa termasuk ibu pelaku dan dirinya sendiri, sebagai tragedi penembakan terkejam kedua setelah Virginia Tech.

1366276182477288523
1366276182477288523

Tak dinyana, benang-benang halus itu dirajut dalam jalin aksi terorisme terbaru. Tepat di Hari Patriot, para patriot di AS ditantang secara terbuka oleh jaringan teroris yang menggebrak, menghenyak. Pengeboman, penembakan, terorisme, sejarah hitam di Boston, Hari Patriot, JFK, semua merupakan pesan simbolik yang menegaskan peperangan masih panjang, entah kapan akan usai. Yang jelas, saat ini, rakyat Amerika butuh saling menguatkan dan menopang untuk melalui hari-hari kelam yang menyurutkan harapan. Betapapun mengerikan aksi teror digencarkan, simpati deras yang mengalir dari seluruh dunia menunjukkan bahwa kekerasan selamanya tak akan mendapat tempat dan tak akan menang.

Dalam kemalangan, kita semua berbicara bahasa empati dan kepedulian yang sama. Inilah momentum untuk kembali menyentuh nurani dan menyadari betapa bernilai hidup dalam harmoni dan toleransi. Terorisme hadir saat ketidakadilan merajalela di muka bumi. Saatnya introspeksi dan menjabarkan arti hidup berdampingan. Merekatkan kembali persaudaraan, dan berbagi hidup di planet yang sama berlandaskan nilai luhur dan budi pekerti kemanusiaan. Sebab terorisme sesungguhnya hanya gaung kosong yang berteriak lantang menyuarakan ketimpangan. Hanya dengan menghargai manusia lain yang hidup bersama di dunia, terorisme dapat lambat laun dikikis oleh mentari pagi, kembali menjadi hantu yang berangsur menghilang...

Dari tiada, kembali jadi tiada.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun