Mohon tunggu...
Dhimas Wisnu Mahendra
Dhimas Wisnu Mahendra Mohon Tunggu... -

Pengelana Angan... :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Expendables Indonesia?!

4 April 2013   14:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:44 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekedar berandai-andai... Jika tokoh laga gaek di negeri Amrik bisa ngumpul reunian sekaligus bikin pelm bareng, sebuah jualan baru yang tak perlu mengandalkan kedalaman cerita hanya bak-bik-bur dar-der-dor blarrrr dan menampilkan tokoh yang pernah jadi jagoan kita dulu sewaktu sama-sama masih lebih muda, menjajakan nostalgia yang tak lekang oleh waktu, cukuplah mengobati dahaga akan kenangan walau hanya muncul cameo sekalipun. Menyimak betapa nama-nama aktor laga besar, terkenal, juga ikonik di zamannya, mulai dari Sylvester "Sly" Stallone yang sukses menghidupkan sosok Rambo, Cobra, Commando sampai petinju Rocky Balboa, Arnold "Governator" Schwarzenegger yang populer lewat Terminator dan jauh sebelum itu jadi Conan The Barbarian, kemudian bergabung dengan aktor laga lainnya seperti Jean Claude Van Damme yang selain jago taekwondo juga jago dansa, hingga Steven Seagal si jagoan yang gak pernah berdarah-darah, ditambah generasi yang lebih muda seperti Jason Statham dan Dolph Lundgren, semua berkumpul dalam satu film action yang mengumbar jdar-jdor dan bledharrrrrr itu tadi... Sesungguhnya jauh sebelum franchise film Superman mengudara yakni tahun 1978, setidaknya sampai Superman ke-IV, dan baru dihidupkan lagi beberapa tahun lalu lewat sosok imut Brandon Routh yang tetap tak dapat menandingi kharisma mendiang Christopher Reeves, the realest man of steel, sebenarnya Indonesia malah lebih dulu membuat film tentang Superman dengan modifikasi dan tambahan embel-embel Indonesia. Jadilah film Rama, Superman Indonesia! Mengisahkan tentang seorang remaja tukang koran yang memiliki semacam jimat kalung yang bisa membuatnya berubah jadi Superman Indonesia untuk menolong orang-orang yang lemah, melawan kejahatan dan membela keadilan dan kebaikan. Begitulah... Maka, dengan munculnya franchise The Expendables, yang dilanjutkan dengan The Expendables 2, yang melibatkan lebih banyak lagi aktor laga gaek sembari mengundang lebih banyak lagi aktor gaek lainnya untuk terus mendagangkan jualan The Expendables 3, kalau perlu terus sampe lewat 7, ngalah-ngalahin Tersanjung yang sampai 7 season, atau Tukang Bubur Naik Haji yang baru tembus 500 episode; menyaksikan itu semua menggelitik bersit ingatan pada para tokoh aktor laga tanah air yang pernah malang melintang merajai rimba dan dunia persilatan pada layar kaca. Sebut saja nama-nama aktor laga besar seperti Barry Prima, George Rudy, Advent Bangun, Willy Dozan, dan tentu masih banyak nama lainnya, tapi mereka semua menjadi ikon mewakili zamannya. Bahkan sebelum terbersit ide Stallone menciptakan Expendables, mereka sudah merajai film marak dar-der-dor yang bernafas perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan lewat film-film seperti Komando Samber Nyawa pada gambar di atas, serta masih banyak lagi, hayo siapa yang bisa menyebutkan judul-judul bejibun yang sudah mereka perankan? :D Maka, sekedar berangan-angan, andai Indonesia juga mengumpulkan kembali para tokoh gaek itu dalam sebuah film reuni yang mudah-mudahan juga digarap dengan serius gak sekedar ajang kumpul dan pemanasan bak-bik-buk setelah lama tidak berduel, akan jadi seperti apa ya sebut saja The Expendables Indonesia?! Tentu lebih baik memakai judul lain yang tak sekedar melekatkan nama negara kita di belakang judul film asli inspirasinya. Era Rama Superman Indonesia telah lama berlalu, ini eranya Panji Manusia Millenium, halagh! :D Silakan bayangkan sendiri akan jadi seperti apa, boleh juga sharing skenario atau sinopsis singkat andaikata ada yang berminat menggubah ceritanya, sebagai pemanis yang tentu bukan hanya pemanis tapi juga memiliki peran penting di kisahnya, pemanis karena dia satu-satunya wanita, seperti Goggle Pink dari lima jagoan Goggle Five, mungkin bisa menyertakan tante Eva Arnaz, atau mau Sally Marcelina? :D Akan lebih seru jika tim singa tua bertemu dengan macan-macan muda generasi film laga masa kini, tentu saja nama beken seperti Iko Uwais dan para pendukung film laga The RAID yang fenomenal itu wajib kiranya dilibatkan! Maka bayangkan sendiri, akan menjadi seperti apa kira-kira film ini nanti ya? Hehehe... Yang manapun, sebenarnya, kita bisa menghasilkan karya yang orisinil, tidak sekedar menjiplak, meskipun inspirasi bisa datang dari luar, tapi ketika dituangkan dalam karya nyata, itu adalah buah pemikiran dan peresapan renung kita sendiri! Jangan bangga jadi plagiat, puaslah jika menjadi seorang inovator yang menjual orisinalitas dan kreativitas dalam karya! Tulisan ini sekedar pancingan, bahwa banyak sebenarnya ide-ide yang bisa dicuatkan, termasuk mengangkat kembali kejayaan di masa lalu, dengan cara yang arif dan tidak sekedar komersil, dengan alur kisah yang boleh berat asal masih bisa dicerna, intinya tidak kacangan atau mengandalkan slapstick, apalagi mengedepankan tampilan ala hormes, horor mesum yang marak beredar dan mewarnai generasi masa kini dengan racun berlumur madu, padahal tanggung jawabnya sampai akhirat lho, siapa yang membuat rusak generasi dengan karya-karya mengumbar aurat dan tak berbobot? Kewajiban kita, yang memiliki kemampuan dan kemauan, untuk memberi warna di zaman yang kita jalani saat ini, apakah akan menorehkan prestasi dengan karya seni yang bernilai tinggi, atau yang penting "bernilai" tinggi dalam ukuran materi? menjadi kreator yang unggulan, sedang-sedang saja, ecek-ecek, atau buang-buang waktu, uang, dan energi saja untuk karya coba-coba? Tentu disayangkan bukan? Ingat-ingat pesan Nabi, sebaik-baiknya orang adalah yang hidupnya paling bermanfaat bagi orang lain. Jika kita ingin menebar manfaat, hendaknya jangan melebarkan jalan untuk maksiat, tapi gerakkan hati-hati orang untuk taubat. Dan karena taubat adalah pengalaman pribadi setiap individu, kita hanya bisa mengajak tapi tidak memaksa. Maka berikanlah ajakan yang baik. Mari mengajak kepada kebaikan. Kepada para penggiat sineas, hasilkan karya yang memberikan manfaat kebaikan. Tak "bernilai" di dunia, tetap bernilai untuk akhirat kelak. Toh, kita tak hidup selamanya di atas dunia... Sekali berkarya, sudah itu mati. Jika tiap kita memang pasti mati, setidaknya jika ada kesempatan untuk menorehkan nama pada nisan batu kita, "nama" seperti apa yang ingin dikenang oleh orang lain yang masih hidup sepeninggal kita nanti? Kita sudah tak lagi bisa melihat, mereka yang lalu lalang melewati makam kita yang bisa menilai dengan senyum mengenangkan atau gelengan kepala. Bismillah! Semangat! Mari kita mulai berkarya! :) Aku menulis, maka aku ada. Aku membaca, maka aku melihat dunia. Aku menulis dan membaca, maka aku bertualang keliling dunia. (Dhimas Wisnu Mahendra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun