Perawat merupakan profesi kesehatan yang cukup sering muncul di layar televisi maupun di layar lebar, bahkan sosoknya kerap dipanggil suster telah menjadi judul di beberapa film horor.
Untuk Perawat perempuan masyarakat +62 memang familiar dengan panggilan suster, bagi saya panggilan tersebut merupakan hasil dari konspirasi sejak era warkop DKI sampai pada sinetron azab yang menjual kepedihan yang berliku-liku.
Perlu kita garis bawahi, bahwa perilaku hingga sikap seseorang bisa dipengaruhi oleh apa yang ditonton. Keberadaan sinetron yang kerap menggambarkan perawat perempuan dengan sebutan suster rupanya menjadikan masyarakat di Indonesia kerap memanggil perawat dengan sebutan yang sama.
Bahkan sebutan ini terkadang ditujukan pula kepada petugas pendaftaran, petugas apoteker. Hal ini seakan menjadikan stigma yang tersebar masif oleh para pecandu sinetron, di mana ada karyawan perempuan di rumah sakit, panggil aja "sus".
Polemik eksistensi muncul ketika sosok perawat laki-laki jarang menjadi pilihan sutradara sinetron kejar tayang untuk menjadi pemain figuran, sekalipun menampilkan sosok perawat laki-laki, biasanya profesi tersebut digambarkan sebagai perawat di rumah sakit jiwa.
Sebagai seorang mantan Mahasiswa Keperawatan, saya kerap mendapatkan sebutan "dok" oleh pasien atau keluarga pasien. Memang ada sebagian dari rekan sejawat saya yang merasa bangga dengan sebutan tersebut, namun saya pribadi merasa bahwa sebutan "dok" untuk perawat laki-laki sungguh tidak dibenarkan baik secara de facto maupun de jure.
Di lain kesempatan ada juga salah satu keluarga pasien yang memanggil saya dengan sebutan Mas Suster. Ya saya tidak salah dengar. Hal tersebut jelas menunjukkan betapa masyarakat kita tidak memiliki literasi yang baik tentang profesi perawat.
Saya sendiri berdinas di ruang IGD, di mana ruangan tersebut memungkinkan perawat untuk melakukan tindakan seperti memasang infus, jahit luka, dan hati yang robek, hingga memasang selang kateter pada lubang jalan pipis. Biasanya, setelah saya selesai melaksanakan tindakan tersebut, tidak sedikit pasien yang mengucapkan "terima kasih, dok".
Hal ini memang kerap saya temui, termasuk teman-teman saya sesama perawat laki-laki. Mendapatkan sebutan "dok" seakan menjadi sebutan keseharian bagi kami.