Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rezeki Express Itu, Yakin Esok Sampai

31 Desember 2020   11:58 Diperbarui: 31 Desember 2020   12:13 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi Kebahagiaan (Dok.pribadi)

Tidak semua bisa mengerti mengapa Emak menjadi sekeras batu dan tetap kekeh pada keyakinannya. Padahal kamarin dalam perundingan, semua keluarga menyarankan Emak agar segera mensiasati pendapatan yang terus merosot, "Bisa dengan jualan nasi uduk atau mi ayam Mpok, ntuh kan modalnye dikit", kata Cing Ipul, adiknya Emak, "Kalau kue-kue betawi mah rada suseh sekarang. Pan lagi pandemi." Sarannya.

Sejak Bapak meninggal, hampir tidak ada yang bisa mengerti pemikiran Emak, termasuk kami anak-anaknya. Hanya Bapak yang membuat Emak tetap semangat menggeluti usaha warisan rasa nenek moyang, resep pembuatan dodol dan uli ketan yang tiada duanya di dunia. Yang kini sudah sampai generasi keempat. Selaku pelanjut angkatan yang mengemban tugas sebagai pewaris rasa, Emak tidak mau menjadi pecundang. Tidak mau menyerah pada keadaan.

***

Ponsel genggam kami tak henti-hentinya nyaring bordering. Produk yang kami pasarkan di internet akhirnya mulai dilirik. Banyak orang ingin membeli dodol dan uli ketan buatan Emak. Tuhan yang Maha Baik telah menolong kami. Saat penjualan sedang sepi karena pandemi, kami mendapat order yang begitu banyak di akhir bulan Ramadan kemarin. Bahkan pelanggan kami menjadi mebih luas, ada yang dari sekitar Jabodetabek, Jawa Tengah, Tabanan, hingga Makasar.

"Alhamdulillah Ya Allah", kata Emak penuh syukur.

Di sekitar wilayah Condet, dodol dan uli ketan buatan Emak memang sudah tersohor. Rasanya yang sangat memikat dan khas membuat orang banyak membelinya. Ya, selain untuk dinikmati bersama keluarga tersayang, dodol dan uli ketan Emak biasanya juga sering dijadikan buah tangan saat bertamu.

Di Condet memang banyak penjual dodol, asinan dan uli ketan. Tapi rezeki memenag sudah ada yang mengaturnya. Sebelum pandemi rata-rata dalam sehari Emak bisa menjual 150 sampai 170 pcs dengan harga satuannya Rp.22.000. Bahkan ada pelanggan yang memesan jauh-jauh hari karena takut kehabisan. Pandemi memukul usaha kami. Penjualan yang menurun drastis kami siasati dengan mengurangi produksi. Tidak cukup juga, akhirnya empat pegawai terpaksa diliburkan. Operasional kegiatan semua hampir berhenti. Kami pun nyaris bangkrut.

Di awal Ramadan kami sekeluarga bercucuran airmata. Pandemi mengacaukan semua hal yang sudah kami rencanakan, termasuk rencana si kecil, adik laki-laki kami yang sangat ingin sekali dikhitan. Sebentar lagi ia akan duduk di bangku sekolah dasar. Sementara tabungan Emak semakin menipis karena sudah terpakai untuk kebutuhan sehari-hari, operasional usaha yang terus merugi, termasuk pembayaran kuliahku dan kakak perempuanku. Jika masih ada Bapak tentu kami tak sekalut ini, tapi Bapak sudah menghadap Tuhan empat tahun yang lalu. Satu-satunya yang bisa kembali menggerakan roda ekonomi keluarga hanya ketika usaha dodol dan uli ketan kembali bergiat.

Aku sempat berfikir usaha warisan rasa yang sudah turun temurun ini harus diikhlaskan kandas di generasi Emak. Aku membujuk Emak agar berganti usaha saja dan tidak ada salahnya mengikuti salah satu saran sanak saudara yang dianggap mudah. Ternyata bujukanku membuat Emak semakin terbebani. Pasalnya selain karena kehilangan sumber pendapatan yang betul-betul nyata sedang dihadapi, Emak juga tidak ingin melanggar amanah leluhur yang selama ini telah menjadi semacam visi perusahaan kami. "Kue tradisional harus mendapat tempat di wilayahnya sendiri, sebab ada sebuah cerita panjang yang menyertainya," ujar Emak seperti menirukan orang-orang tua terdahulu.

***

Hari-hari yang tadinya diisi dengan kesibukan, berubah menjadi hari yang leha-leha sangat santai dan banyak melamunkan yang tidak-tidak. Perhatian kami terpusat ketika ada sebuah mobil JNE berhenti di rumah tetangga dengan membawa dua paket kotak besar yang ternyata berisi makanan dari Sumatera. Kurir pengirimnya sangat ramah dan ringan tesenyum. Emak yang memang rada kepo berbincang pada kurir JNE tersebut. Aku dan kakaku memperhatikanya, namun tidak jelas tau apa yang diperbincangkan.

Kami berunding kembali. Aku memberikan ide, baiknya sisa dana yang ada harus dipakai untuk membangun jaringan baru dalam bisnis kekinian, sehingga ke depan kue-kue Emak bisa dipasarkan melalui website dan marketplaces. Perundingan cukup alot sehingga aku harus bisa betul-betul meyakinkannya. Akhirnya Emak merestui. Langkah mulai kami susun, kami ubah dan kami siasati.

Tuhan yang Maha Baik membantu kami. Order mulai datang. Mula-mula hanya satu dua pelanggan. Namun setelah bongkar pasang siasat akhirnya order mulai banyak. Senyum Emak kembali terpasang di pipinya. Haru binar melihat ini semua. Kami bisa bangkit menyikapi tantangan menjadi peluang. Untuk pengiriman, utamanya luar kota kami melakukan kerjasama dengan JNE terdekat dengan meminjam slogan pada salah satu pelayanannya Yakin Esok Sampai. Karena dodol dan uli ketan merupakan makanan yang tidak bisa bertahan lama, maka dengan Yakin Esok Sampai, kami berani memberikan garansi bahwa pelanggan akan menerima produk kami dalam keadaan fresh. Bahkan tambahan produk baru kue geplak sukses membangun jaringan reseller di berbagai daerah.

Emak memanjatkan doa. Bersyukur tiada henti sebab usaha warisan rasa yang adalah satu-satunya tumpuan ekonomi keluarga kami kembali bergiat. Tepat sehari sebelum malam kemenangan tiba, Emak mengundang beberapa anak yatim untuk berbuka puasa bersama. Sebagai wujud syukurnya Emak berbagi rezeki menyantuni anak yatim tersebut. Tidak lupa pulangnya mereka semua membawa bingkisan dodol, uli ketan dan kue geplak sebagai makanan yang bisa disantap saat hari raya tiba.

Aku mengantar pulang salah seorang dari mereka yang paling kecil hingga sampai ke rumahnya. Tangan mungilnya tak cukup kuat membawa bingkisan dari Emak yang cukup berat. Aku Sangat bahagia bisa turut membantu dalam perbuatan baik ini. Emak mengajarkanku tentang pentingnya berbagi kebahagiaan. Sepulangnya aku langsung memeluk tubuh Emak. Menyembunyikan wajah cengengku dibalik punggungnya.

Warisan rasa yang dipertahankan mati-matian oleh Emak adalah warisan yang tak ternilai bagiku. Hari ini ada 21 paket yang harus kami siapkan. Kakak tiba-tiba datang mengambil 2 kardus kosong yang ada di depan kami. Katanya untuk dikirim ke JNE. Aku dan Emak heran mengapa wajah kakak amat berseri-seri. Rupanya bisnis baju lebaran kakak juga berhasil. Namun di dalam hati aku bertanya kenapa kakak memilih bisnis pakaian lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun