Mohon tunggu...
attu
attu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Amuhia

7 Agustus 2019   18:38 Diperbarui: 8 Agustus 2019   20:37 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang kebudayaan manusia kota, keberadaan Taman Amuhia memang tidak pernah diangggap penting. Bahkan para politisi sering seenaknya sendiri memperdagangkannya. Tata kota dan defisit ruang terbuka hijau di kota ini sudah sedemikian parah. Semua tanah sudah menjadi beton. Semua sungai sudah menjadi tempat sampah. Semua jalanan air sudah menjadi pemukiman warga.

Lebih hebat lagi, sekarang taman di kota sudah memakai pendingin ruangan. Panas, hujan, cahaya matahari, cahaya bulan hanyalah hasil rekaan manusia.

***

"Dek Rudi, Apa benar kemarin anda baru pulang dari taman Amuhia?" Tanya polisi.
"Apa taman itu memang benar ada? Bisa antarkan kami?"
"Dek Rudi apa mengerti? Tolong cerita pada kami."

Rudi adalah satu-satunya bocah yang berhasil kembali dari Taman Amuhia yang penuh mistis itu. Taman Amuhia adalah sebuah taman yang sangat teduh, sejuk dan alami. Jika pagi hari kupu-kupu selalu datang menghibur, nan pada malam harinya kunang-kunang juga melakukan hal yang sama.

Pohon jambu yang begitu pendek, buahnya manis dan besar. Daun ungu dan merah jambu dan batu-batuan sungai yang berwarna warni. Air bening yang terus mengalir. Rumput basah. Tempat bermain lumpur, area menangkap ikan dan bermain dengan ternak. Anak kecil mana yang tak tertarik ingin ke sana.

Di Taman Amuhia bintang-bintang bisa dipetik sesuka hati. Rembulan bisa dipeluk. Langit bisa dicium. Hal-hal yang tidak mungkin dilakukan di bumi, ada dan bisa dilakukan di Taman Amuhia. Wajar saja jika orang-orang betah. Ada yang tiga minggu, bahkan 20 tahun tinggal di sana.

Tinggal di Taman Amuhia jauh lebih baik ketimbang kembali ke gang sempit beraroma bacin itu atau sekalipun ke rumah mewah hasil rekaan itu. Tidak ada orang jomblo kesepian. Memang, awalnya hanya ada beberapa anak kecil yang menetap, tapi seiring perjalan waktu mereka tumbuh dewasa dan beranak pinak. Sekarang pun semakin banyak orang yang datang dan tak ingin kembali. Alasannya kompleks, dari mulai ekonomi, percintaan, hingga keluarga.

Orang-orang yang tinggal di Taman Amuhia bukanlah orang yang tak bisa menerima kenyataan hidup. Mereka hanya menuntut hak mereka. Harusnya fasilitas hidup seperti itu yang mereka dapatkan. Kota ini telah gagal mewariskan fasilitas hidup yang baik.

"Kota ini telah dikepung, Pak!" Kata Rudi setelah panjang lebar bercerita.

Generasi yang tinggal di Taman Amuhia sangat gemar membuat taman. Sehingga di dalam taman Amuhia terdapat taman-taman yang jumlah tak terhitung. Sangat kontras dengan kota ini. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun