Mohon tunggu...
Travel Story Pilihan

Catatan Journey: Chiang Rai (2 - Habis)

2 April 2017   00:19 Diperbarui: 2 April 2017   01:43 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4: Bagian dalam toilet ‘wah’nya Wat Rong Khun

“Oh tidak lagi lah, pak. Saya sudah tobat.”

“Oh begitu. Tadi saya kira kamu dalam keadaan level dua. Kamu bisa tahu segalanya soalnya sih.” Ledek bapak Belanda sambil disambut gelak tawa seisi van.

Tak lama kemudian kami sampai di kebun teh. Suasananya mirip seperti kami ke kebun teh Nglinggo di Kulonprogo tempo hari,hanya saja lebih teratur dan jenis teh yang ditanam adalah teh Oolong. Kami diberi waktu 30 menit untuk berfoto ria disini. Setelah puas, kami segera bergegas ke tujuan selanjutnya dan ini lebih istimewa karena merupakan ikon Chiang Rai, Wat Rong Khun atau White Temple.

Gambar 2: Bersama turis di White Temple
Gambar 2: Bersama turis di White Temple
“ White Temple, merupakan Wat paling terbaru dan dirancang oleh dosen sekaligus seniman terkenal Thailand, Chalermchai Kositpipat. Dia juga yang memugar The Clock Tower di pusat kota Chiang Rai.” Terang Bro Thitiwut.

Sampai di tempat, aku langsung terperangah. Wat itu walaupun tidak terlalu besar namun warna putih dan arsitekturnya yang khas membuat wat ini sungguh memesona. Wat ini dikelilingi kolam ikan dan kita hanya diperbolehkan mengambil foto di bagian luar wat sedangkan bagian dalam wat kita hanya boleh masuk tanpa mengambil foto. Bagian istimewa lain dari wat ini adalah toiletnya. 

Toiletnya didesain dengan gaya arsitektur Thailand yang khas dan didekor dengan warna emas sehingga dijuluki “the most beautiful toilet”. Asyiknya lagi toilet ini gratis pula.

Gambar 3: Wat Rong Khun (White Temple)
Gambar 3: Wat Rong Khun (White Temple)
Gambar 4: Bagian dalam toilet ‘wah’nya Wat Rong Khun
Gambar 4: Bagian dalam toilet ‘wah’nya Wat Rong Khun
Gambar 5: Bagian luar toilet White Temple
Gambar 5: Bagian luar toilet White Temple
Gambar 6: Area akhir foto, sebelum masuk kuil harus lepas sepatu dan dilarang foto didalam
Gambar 6: Area akhir foto, sebelum masuk kuil harus lepas sepatu dan dilarang foto didalam
Kemudian destinasi selanjutnya adalah Blue Temple. Berjarak 10 menit dari White Temple, wat ini juga tergolong unik seperti halnya White Temple karena didekor dengan warna dasar biru. Di bagian belakang wat dan di dalam wat terdapat patung Buddha besar. Bedanya kita bisa mengambil foto disetiap sudut wat. Kemudian destinasi selanjutnya adalah Black House. 

Tempat itu adalah rumah hitam buatan seniman dan ada arsitektur khas Bali disana! Namun sayang masuk kesana harus bayar lagi, sehingga kami mengurungkan niat untuk masuk kedalam. Jadi kami hanya menikmati pemandangan dari luar dan ngobrol ngalur-ngidul bersama turis lainnya. Kemudian sebelum berlanjut ke destinasi selanjutnya kami menyempatkan diri ke Monkey Cave. Seperti namanya, tempat ini berupa sebuah gua dan kuil yang mana dipelihara banyak sekali monyet.

Gambar 7: Blue Temple
Gambar 7: Blue Temple
Gambar 8: Bagian dalam Blue Temple
Gambar 8: Bagian dalam Blue Temple
Gambar 9: Black House
Gambar 9: Black House
Gambar 10: Monkey Cave, tapi didalam guanya justru banyak patung Buddha hehe..
Gambar 10: Monkey Cave, tapi didalam guanya justru banyak patung Buddha hehe..
Tak lengkap rasanya jika ke Thailand tanpa bertemu suku eksotis ini, Suku Karen. Mereka adalah suku yang terkenal akan leher panjang dikalangan wanita mereka. Agak masuk kedalam perkampungan mereka tapi tidak terlalu jauh dari jalan raya. Mereka hidup dengan bermodalkan menyulap desanya menjadi desa wisata dan berjualan kain tenun khas mereka. 

Para wanitanya menggunakan gelang yang akan ditambah tiap 5 tahun sekali dan akan berhenti jika mereka telah menggunakannya selama 40 tahun dan akan dipasang gelang tambahan sebagai tanda bahwa mereka tidak boleh menambah tinggi gelang tersebut. Aku pernah memegang gelangnya dan beratnya kira-kira 500 gram. Bayangkan saja beratnya apalagi jika dipasang dileher. Yang berkunjung kesini semuanya adalah turis asing yang penasaran pada suku eksotis tersebut. Sst, ada sedikit cerita. Ketika kami akan balik ke van untuk ke destinasi selanjutnya, kami bertemu dengan (diduga) serombongan ibu-ibu atau istri pejabat Indonesia tapi kami tidak tahu darimana daerahnya. 

Mereka berjumlah sangat banyak, aku taksir sekitar 30 orang. Temanku berbisik dengan keras padaku dengan bahasa Indonesia maksudnya  agar tahu kami juga orang Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun