Mohon tunggu...
Cerpen

Termenung di Balkon Ratchathewi

11 Februari 2017   00:42 Diperbarui: 11 Februari 2017   01:01 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Termenung aku disini, di sebuah balkon karena tempat ini menyajikan pemandangan kota Bangkok yang urban. Seringkali aku memikirkan tentang perjalanan hidup yang ku lalui selama ini. Benar teori relatvitas nya Pak Wo Einstein tempo hari, waktu merupakan substansi yang dapat mengalami dilatasi sehingga kalau Kawan pernah nonton pelem Perang Bintang yang masyhur itu, seseorang yang mengalami perjalanan dengan kecepatan tinggi maka sekembalinya dari perjalanan dia akan mendapati bahwa tempatnya sudah berjalan 10 tahun sedangkan dia hanya bertambah 2 tahun. Hal itulah yang kualami, waktu berjalan begitu cepat tetapi aku telah menyerap dan mengalami hal yang begitu cepat dan banyak. Andai Pak Wo Einstein masih hidup dan mendengar argumenku itu, pasti dia akan mengangguk dan mengerling tanda setuju.

Entah macem mane kisah e aku bisa terdampar disini, di Kota Bangkok tepatnya di Distrik Ratchathewi tepatnya lagi di Petchaburi Road. Oh aok, sebagai informasi atau bahasa Jawa halusnya for your information kalau Kawan melafalkan ‘Ratchathewi’ dan ‘Petchaburi’ sesuai dengan tulisannya dapat aku pastikan kenek bus akan bingung dan tertawa pada Kawan karena ‘cha’ pada bahasa Thai itu huruf mati sehingga lafalnya berubah menjadi ‘Rathewi’ dan ‘Petburi’. “Oalah, iki baca ne Rathewi tho mas” ujar kenek busnya tentunya dengan bahasa Thai. 

Kembali ke benang merah, balkon tempat aku tinggal ini memang tempat yang terbaik untuk merenung apa yang sudah dan yang akan terjadi nanti. Pikiranku hanyut ke masa awal daftar kuliah dulu yang dimana aku sama sekali tidak berfikir akan terdampar disini dan hanya berfikir serta berencana kuliah sebaik mungkin, IP jangan sampai dibawah 3.9 eh 3.0 kalau bisa cum laude jangan sampai  kem elut, dan jangan banyak tingkah selama kuliah. Itu saja pemikiran ideal ku bagaikan gas ideal. Namun yang namanya gas ideal itu sangat jarang ada dan kebanyakan adalah gas nyata. Kita cuma bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, rencana se-ideal apapun selalu ada yang terbaik dari Allah.

Cerita dimulai ketika itu aku akan lulus dari SMA dan selalu aturan umum ketika lulus SMA selalu dihadapkan pada dua jalan, mau kuliah atau kerja. Aku sebagaimana rencana awal memilih kuliah dan itupun dihadapkan pada pilihan yang agak sedikit rumit, kuliah dimana dan jurusan apa. Demi acar rebus kemudian dioseng, waktu itu aku bingung luar biasa menentukan jurusan tersebut. Tapi memang Allah punya caranya sendiri dalam menolong hambanya, waktu itu aku sedang bimbel persiapan SBMPTN di salah satu website yang terbaik aku membaca sebuah artikel yang membahas tentang memilih jurusan dan kalimatnya manjur sekali kutipan nya kurang lebih begini, ‘Pilihlah jurusan yang membuatmu ketagihan belajar kemudian ketika mendalami ilmu tersebut kamu bergetar karena sentuhan ilmu tersebut dan tergila-gila lah pada materi kuliah nya sebagaimana kamu tergila-gila pada pasanganmu’. Luar biasa sekali, pelajaran moral bagiku yaitu kalau tidak mau menjadi gila, jangan tergila-gila pada lawan jenis.

Akhirnya aku pun memilih jurusan astronomi karena sesuai dengan passion ku. Karena jurusan astronomi hanya ada di ITB dan tidak ada di universitas lain, maka sejak saat itu berbulan-bulan aku menyiapkan seleksi masuk universitas negeri. Bagaikan benteng berlapis, benteng pertama bernama SNMPTN yaitu seleksi masuk PTN lewat jalur undangan. Hmm, kedengaran nya enak nian, masuk PTN tanpa susah payah tes namun layaknya menunggu Coldplay mengeluarkan album ‘Ya Rabbana’  jangan harap itu mudah sekali tembus nya. 

Justru sebaliknya, standar yang ditetapkan sangatlah tinggi atau istilah kursus bimbingan belajar: passing grade dan menurutku orang yang bisa tembus jalur itu ada dua yaitu orang cerdas dan orang bejo. Sementara aku yang pas-pasan,cerdas kagak bodoh kagak,kelihatan rada musykil untuk tembus walaupun nothing impossible kata orang. Oke, dengan modal motivasi dan keberanian aku mencoba jalur itu dan aloha! Tibalah saatnya pengumuman itu. 

Dan genjreng! Aku berharap tulisannya ‘Selamat Anda lolos seleksi’ dengan balutan warna hijau nan gagah, namun yang keluar malah tulisan jahanam dan terkutuk ini: ‘Maaf Anda belum lolos seleksi, berjuanglah!’. Rasanya sakit tapi tidak berdarah, namun dengan putus asa aku reload lagi dengan harapan sia-sia siapa tahu tulisannya berubah. Tetapi tidak kunjung berubah juga namun entah mengapa jika kubaca lagi kalimat itu seakan-akan berbunyi seperti ini, ‘ Maaf Anda terlalu goblok untuk kami, Anda tidak layak di universitas kami. Pergilah kelaut dan jangan kembali lagi’. Aku lara dan nelangsa, mengutip salah satu lagu koplo Jawa.

Definitely, aku memang gagal tapi aku punya senjata lagi, yaitu SBMPTN seleksi lewat jalur tes tertulis. Ada sedikit secercah harapan karena aku telah menyiapkan hal ini berbulan-bulan. Setelah tes yang melelahkan dan tibalah pengumuman itu. Tahukah Kawan, alhamdulillah! Belum lolos juga!. Sebagaimana akhir kalimat paragraf diatas, rasanya sama namun kalimat yang ku baca agak berbeda, ’Maaf, ada sebuah pepatah yang tepat buat mu, kegagalan adalah bodoh yang dipelihara. 

Rasakan itu.’ Setelah itu aku merasa jatuh dan tidak tahu arah jalan pulang dan pupus sudah harapan untuk kuliah di jurusan impian ku dan mencicipi universitas terbaik di Indonesia itu. Namun, aku telah bertekad untuk kuliah untuk tahun itu dan tanpa menunda lagi aku mencari universitas negeri yang sekiranya masih buka jalur seleksi mandiri. Setelah mencari, ketemu lah salah satu universitas negeri di Yogyakarta dan jurusan yang ingin kuambil adalah jurusan Teknik Perminyakan. 

Namun seperti yang sudah-sudah aku ceritakan -lelah aku bang,lelah. Lagian Pembaca sudah bisa menerka- aku gagal lagi coba. Aku tidak tahu kopiah wak haji mana yang pernah ku langkahi sampai-sampai 3 kali ketiban sial tetapi  the show must go on pantang kembali sebelum sampai tujuan. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencoba universitas swasta walau rencana awal tidak ada sebersit pun mau kuliah di universitas swasta. Alhamdulillah saya diterima disana walaupun jurusan yang ku masuki sama sekali tidak ada kaitannya dengan astronomi, teknik kimia.

Singkat cerita tak lama kemudian aku kuliah disana dan rupanya masa-masa pasrah karena salju(salah jurusan) lambat laun menjadi menggairahkan karena setelah dihayati betul mata kuliah jurusan itu ternyata tidak seram-seram amat dan aku alhamdulillah bisa mengikuti alur pemikiran di hampir semua mata kuliah . Pelajaran moral selanjutnya bagiku, jika kamu salah masuk jurusan cobalah resapi ilmunya siapa tahu kamu tertarik dan ketagihan malah. 

Namun selama kuliah selama dua semester awal aku tidak pernah ikut kegiatan mahasiswa maka jadilah aku butterfly student atau mahasiswa kupu-kupu. Aku merasa tidak ada tantangan dalam hidup ini dan merasa menjadi makhluk yang bergoyang berdasarkan bunyi gendang. Aku gerah! Aku tidak mau dalam keadaan yang sangat biasa ini. Aku ingin tantangan,tantangan yang menggetarkan jiwa dan raga dan kalau bisa aku harus menjadikan tantangan itu sebagai lahan berprestasi bagiku dan kehormatan orang tuaku. 

Akupun mencoba mencari organisasi yang sekiranya dapat membuatku menjadi lebih baik lagi dan akhirnya ketemulah satu komunitas bahasa universitas yang menurutku inilah organisasi yang dapat mengembangkan kepribadian ku. Namun siapa sangka boi, komunitas inilah yang memberikan inspirasi bagiku untuk go abroad dengan cara yang sebenarnya sudah sering mahasiswa lakukan. 

Ditambah lagi komunitas ini dipimpin oleh seorang mahasiswa yang kondang di kampus itu dan dia telah melanglang ke semua benua kecuali antartika dan hebatnya lagi dia lakukan semua itu selama masih menjadi mahasiswa dan tanpa biaya sepeser pun dia keluarkan. Dialah mas Kalim seorang mahasiswa yang paling berprestasi di kampus itu dan dialah yang memberikan inspirasi bagi tiap anggota di komunitas itu untuk go abroad

“Untuk memotivasi kalian agar go abroad, kalian kudu buat paspor! Dan kalian harus berkompetisi sesama kalian untuk keluar negeri. Silakan buat paperuntuk konferensi internasional atau pun student exchange,terserah! Barangsiapa cap visa nya yang paling banyak, dialah yang mahasiswa unggul!” ujar mas Kalim waktu itu. Setelah itu, bagaikan dimotivasi oleh pasangan hidup - Lha bagaimana aku tahu rasanya ya? Punya aja belum hahaha- aku jumpalitan mencari informasi bagaimana sih cara keluar negeri kayak mas Kalim itu.

Syahdan, di bulan Oktober yang syahdu tiba-tiba pundak ku ditepuk oleh salah seorang sahabatku yang bernama Badul,biasa dipanggil Dul.

“ Bro, kamu udah dengar info belum?”

“ Info apa e?”

“ Ente ngga baca pengumuman di depan ruang jurusan? Gini lho, ada student exchange program selama 1 semester di Thailand mau ikut ngga?”

Aku bagaikan disengat oleh listrik 300 Volt dan resistansi 30 Ohm dengan arus AC karena inilah possibility bagiku untuk mengatrol prestasi setinggi rasi Perseus. “Ya maulah bro! Apapun syarat dan tantangan nya kucoba dulu lah bro!.”  Akhirnya setelah itu juga aku memersiapkan apa saja berkas yang disyaratkan dengan kecepatan Nazi menyerbu Polandia dengan taktik lightning attack. Alhamdulillah dalam waktu 2 hari sebelum tenggat pengumpulan aku berhasil mengumpulkan berkas yang diperlukan. 

Tes untuk program pertukaran itu ada dua tahap yang pertama seleksi administrasi dan kedua seleksi kemampuan bahasa Inggris. Setelah tes yang melelahkan itu dan tiap waktu aku berdebar menunggu pengumuman sebagaimana calon menantu yang ketar-ketir lamaran nya diterima atau tidak oleh calon mertua. Akhirnya bulan Desember awal ketika itu di suatu pagi yang cerah dengan ditemani lagu dangdut koplo yang mendayu-dayu dari radio bapak kost, tiba-tiba datanglah sebuah pesan dari salah satu dosen yang mengurus calon peserta student exchange bahwa aku menjadi salah satu peserta yang lolos untuk program itu! Alhamdulillah! 

But, aku curiga. Jangan-jangan ini December Mop atau aku sedang berhalusinasi. Tetapi tak lama kemudian datanglah email resmi dari pihak universitas di Thailand yang menisbatkan semua itu. Mereka mengirim hasil scan seleksi mahasiswa yang diterima. Setelah itu aku benar-benar bahagia dan terharu serta merta aku langsung teriak bahagia. Ini baru benar-benar alhamdulillah! Tanpa menunggu lama aku langsung menelepon orang tuaku, ku telepon langsung Mamak ku.

“ Assalamualaikum Mak”

“ Waalaikumsalam, Bujang. Ada apa pagi-pagi ni nelpon Mamak?”

“Begini Mak, Acu punya kabar bagus kali mak”

Acu adalah sebutan bagi paman atau bibi paling bungsu dalam Bahasa Melayu Bangka, karena aku punya 3 keponakan.

“Kabar apa wahai anakku?”

“Alhamdulillah wa syukrulillah, Acu terpilih untuk program pertukaran pelajar ke Thailand Mak!”

Sontak, di seberang telepon aku mendengar Mamak ku langsung teriak memuji asma Allah dan keluarga ku juga langsung kegirangan mendengar kabar ku itu.

“Wah Bujang ku, selamat ya nak. Mamak,Bapak, dan semuanya bangga sama Acu”

Kawan, perlu kuberi tahu bahwa medali emas seorang anak kepada orang tuanya adalah ketika sang anak memberikan prestasi terbaik sehingga orang tua mana pun akan merasa bangga setengah mati pada anaknya dan merasa beban yang ada pada pundaknya hilang seketika. Setelah itu aku memberitahukan kepada orang tuaku tentang langkah-langkah selanjutnya yang harus kulakukan sebelum terbang ke Bangkok. 

Langkah pertama adalah karena program itu berjalan selama satu semester dan memotong jatah liburan semester ku sehingga aku memutuskan untuk pulang kampung dahulu selain mau sungkeman pada orang tua juga aku mau mengurus visa belajar ku selama di Thailand. Sebelum aku balik lagi ke Yogya untuk ujian akhir semester, karena aku berangkat setelah ujian, aku ingat ketika sebelum berangkat orang tuaku berpesan kepadaku, “ Di negeri mana pun Acu mau belajar, Mamak dan Bapak selalu dukung tapi ingatlah di mana bumi kamu pijak hargai lah budaya setempat dan yang paling penting sholat dan mengaji jangan sampai ditinggalkan. 

Itulah bekal kamu untuk bertahan dalam kondisi apapun. Mamak dan Bapak bangga dengan apa yang Acu capai dan lakukan yang terbaik disana, Mamak dan Bapak cuma bisa doa kan acu dari sini.” Sungguh aku sangat mencintai dan menyayangi mereka dan aku peluk orang tuaku erat-erat karena aku tahu pertemuan selanjutnya adalah ketika bulan puasa nanti,insya Allah. Aku tersedu sedan.

Kembali dari lamunan ku, aku kadang menyimpulkan bahwa tidak ada daun yang jatuh tanpa sepengetahuan Allah karena Dia lah yang Maha Tahu yang terjadi pada umatnya. Kadang juga aku suka berkhayal bahwa jika aku dulu dapat di jurusan yang ku ingini mungkin saja aku tidak mendapat kesempatan yang seperti ini. Akumulasi kegagalan-kegagalan yang aku alami tidak menjadikan aku putus harapan, justru aku selalu memikirkan variabel-variabel yang baru bagaimana rencana selanjutnya yang mungkin saja itu jalan ku. 

Allah akan selalu mengabulkan doa hamba-Nya dalam tiga cara, pertama adalah ya Aku kabulkan, kedua adalah nanti dulu Aku ingin melihat usahamu bagaimana dan ketiga adalah oh tidak, Aku punya rencana yang lebih baik dari permintaanmu itu. Tentu saja ini baru langkah kecil dalam hidupku karena masih banyak hal yang harus ku kejar. Thailand merupakan batu loncatan pertama ku untuk menuju hal yang lebih baik. 

Aku juga punya rencana melanjutkan kuliah di Eropa dan perjuangan masih sangat panjang aku tidak boleh jemawa dengan pencapaian kecil ini. Dan aku yakin bahwa aku bisa melakukannya karena dengan usaha dan doa tanpa putus dari orang tua dan dariku sendiri serta motivasi setara pasukan muslimin ketika menaklukkan kota Konstantinopel dapat membuatku menaklukkan segala hal dengan izin Allah. Akhirulkalam, Let’s change impossible into I’m possible!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun