Mohon tunggu...
Dhimas Andianto
Dhimas Andianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

A Fatboy who is a Wheel-to-Wheel Argy Bargy Enthusiast and a Food Preacher. Soon to be a Mechanical Engineer ?

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Apakah Kimi Raikkonen Sebaiknya Pensiun Saja?

13 September 2018   10:10 Diperbarui: 13 September 2018   10:39 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kimi Raikkonen membuat gempar dunia Formula 1 pada Selasa (11/09/2018) setelah mengumumkan kepindahannya ke tim Alfa Romeo Sauber untuk musim 2019 dan 2020. Keluarnya Kimi dari timnya saat ini, Ferrari, sebenarnya sudah diduga banyak orang. 

Rumor yang berkembang adalah kursi Kimi akan diberikan kepada pembalap muda asal Monako, Charles Leclerc yang saat ini membalap untuk Sauber. 

Kimi diprediksi akan pensiun di akhir musim ini mengikuti jejak rekan se-angkatannya, Fernando Alonso yang memutuskan berhenti dari balap jet darat. Tapi ternyata Kimi justru menandatangani kontrak bersama Sauber, tim papan bawah yang juga merupakan tim pertama yang dibelanya di F1 untuk dua musim yang akan datang.

Keputusan ini tentu menimbulkan perdebatan diantara para jurnalis dan penggemar. Para penggemar The Iceman, julukan Kimi, tentu bersuka cita karena bisa melihat pembalap favoritnya akan memacu jet darat sampai akhir musim 2020. Kemudian penggemar lain juga senang karena "hiburan" dari radio tim yang disiarkan saat balap akan tetap ada karena memang Kimi dikenal sering berulah saat berbicara pada timnya melalui radio yang disiarkan juga di televisi. 

Di sisi lain banyak juga penggemar yang kecewa karena menurut mereka performa Kimi yang sekarang bukanlah seperti Kimi yang dulu saat menjadi juara dunia pada musim 2007, jadi sebaiknya pensiun saja. Selain ini menurut mereka kursi Sauber sebaiknya diberikan kepada calon pembalap debutan yang masih memiliki karir panjang seperti contohnya Antonio Giovinazzi, Antonio Fuoco, atau Nyck de Vries.

Kimi memulai karirnya di ajang jet darat sejak musim 2001 bersama Sauber Petronas. Saat itu kedatangannya ke F1 pun cukup kontroversial karena pembalap Finlandia itu sangat minim pengalaman sehingga keputusan FIA memberikan Superlisence pada Kimi ditentang beberapa pihak. Nyatanya musim pertama dilewati dengan sangat baik oleh Kimi dengan bertengger di posisi 10 pada klasemen akhir musim.

Kimi Raikkonen di GP Jepang 2005 (Sumber: Reddit)
Kimi Raikkonen di GP Jepang 2005 (Sumber: Reddit)
Kemudian pada musim 2002 ia pindah ke tim McLaren-Mercedes mengisi kursi yang ditinggalkan mantan juara dunia asal Finlandia, Mika Hakkinen. Di tim inilah karirnya makin menanjak. 

Pada musim 2003 dirinya sudah sangat dekat dengan titel juara dunia F1. Perbedaan antara Kimi dengan sang juara dunia, Michael Schumacher hanyalah 2 poin saja. Kemudian pada 2005 ia juga memiliki musim yang baik dan kembali menduduki posisi dua di klasemen akhir dibawah Fernando Alonso.

Puncak karirnya adalah di musim 2007 ketika ia pindah ke Ferrari dan menjuarai titel juara dunia. Persaingan sangat ketat hingga akhir musim. Sebelum balapan terakhir di Brazil, Lewis Hamilton menjadi favorit juara dunia dengan 107 poin. Sedangkan penantang yang lain, yakni Fernando Alonso dan Kimi Raikkonen masing-masing memiliki 103 poin dan 100 poin. 

Namun ternyata Hamilton hanya mampu finish di posisi 7 dan Alonso di posisi 3. Sedangkan Kimi mampu menjuarai balapan sehingga mengamankan 10 poin yang membuatnya menjadi juara dunia karena baik Hamilton maupun Alonso hanya mendapat 109 poin.

Setelah musim 2009 Kimi memutuskan keluar dari Formula 1. Ia mencoba berbagai tantangan baru seperti balap reli dan NASCAR sebelum ia kembali lagi ke trek jet darat pada musim 2012 bersama Lotus.

Pada musim comeback-nya, performa Kimi sangat baik dengan mampu menduduki posisi 3 di klasemen akhir. Kemenangannya di GP Abu Dhabi beserta percakapan radio di mana dia meminta timnya untuk diam menjadi momen ikonik hingga saat ini. Terakhir kali ia menjuarai suatu balapan adalah di tim Lotus, tepatnya saat balapan pembuka musim 2013 di GP Australia.

Mulai musim 2014, Kimi kembali ke belakang kemudi jet darat milik "Si Kuda Jingkrak". Bersama Fernando Alonso dan kemudian Sebastian Vettel ia berjuang bersama untuk mengembalikan Ferrari ke ranah persaingan juara dunia. Era mesin V6 Turbo Hybrid yang dikuasai oleh Mercedes sejak 2014 serta menurunnya performa Kimi sebagai seorang pembalap mewarnai perjalanan keduanya bersama Ferrari. 

Momen manis datang di GP Italia 2018 kemarin ketika ia berhasil menunjukkan bahwa seorang Kimi Raikkonen belum habis masanya. Ia menjadi pembalap yang mengitari suatu sirkuit dengan rata-rata kecepatan tertinggi dalam sejarah Formula 1 mengalahkan rekor Juan Pablo Montoya pada musim 2004 di trek yang sama. 

Kimi juga sekaligus menjadi pembalap tertua di dekade ini yang menduduki pole position di umur 38 tahun 320 hari. Namun sayangnya pada saat balapan esok hari, Kimi harus rela finish di posisi 2 akibat kesalahan strategi dari timnya.

Kimi Raikkonen adalah pembalap yang unik nan eksentrik. Ia benci dengan yang namanya media beserta wawancara. Ia benci tampil di muka publik. Sering menjawab pertanyaan wartawan dengan singkat bersama dengan imbuhan "bwoah" atau "mwoah" sudah menjadi ciri khasnya. Tingkah lakunya juga sering kali bikin penggemar garuk kepala. Misalnya saat Kimi harus keluar dari balapan karena alasan teknis di GP Monako 2006. 

Alih-alih kembali ke pit, Kimi justru berjalan kaki menelusuri trek yang mememang terletak persis di jalanan pelabuhan kapal pesiar menuju kapal miliknya dan bersantai sambil berendam di jacuzzi. Kemudian di GP Malaysia 2009 ketika balapan dihentikan sementara karena hujan badai ia kembali bertingkah. 

Di saat pembalap lain standby di mobil sambil menunggu balapan dilanjutkan, Kimi justru masuk ke ruang pit dan mengambil sebatang es krim di kulkas.  Momen seperti ini yang akan membuat dunia F1 akan rindu dengannya ketika waktunya pensiun nanti.

Saya percaya Kimi Raikkonen belum habis. Kimi memang kalah dari rekan setimnya, Sebastian Vettel, yang adalah mantan juara dunia F1 4 kali. Vettel yang lebih muda 8 tahun tentu memiliki kondisi fisik serta stamina yang lebih baik daripada Kimi. Performa hebatnya di beberapa balapan terakhir cukup membuktikan bahwa Kimi masih layak untuk ada di grid Formula 1 dalam 2 tahun mendatang.

Sauber juga butuh pembalap senior untuk ikut mengembangkan tim ini sehingga menjadi lebih baik di musim-musim selanjutnya. Sauber yang notabene sering menjadi pelabuhan pembalap-pembalap muda juga membutuhkan Kimi sebagai sosok mentor untuk ikut mengeluarkan kemampuan terpendam dari para pembalap muda tersebut.

Kimi Raikkonen adalah salah satu legenda hidup Formula 1. Ketika ia memutuskan pensiun, tentu dunia F1 akan bersedih. Sulit rasanya membayangkan ada pembalap seunik ini di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun