Mohon tunggu...
Dhimas Soesastro
Dhimas Soesastro Mohon Tunggu... -

Dhimas Soesastro; ini bukan nama sebenarnya, tetapi hanyalah sebuah Nama Pena untuk menulis sastra. Nama pena ini kupilih untuk menyatukan aku,ayah dan kakek.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kota Tanpa Kasir (Republish)

29 November 2012   04:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:30 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1354162750929389768

Di Boulevard ini aku termangu-mangu menyaksikan keindahan kota. Taman yang tertata rapi, tempat sampah warna-warni memilah yang kering dan basah secara mekanik, demikian juga kendaraan terparkir persis seperti barisan tentara dalam parade senja. Orang-orang yang lewat, lelaki, perempuan, tua, muda, yang jelek apa lagi yang cantik, memberikan senyuman yang ramah kepadaku, sembari berkata how was your sleep?!! Aneh!! Ah, dimanakah aku ini? Ku telusuri blok demi blok kota, ku lewati sudut demi sudut bangunan dengan ornamen tua bergaya renaisanse, tidak satupun orang ku kenal. “permisi tuan? Apakah anda tau saat ini aku berada dimana?” Ku beranikan diri bertanya pada lelaki paruh baya di sudut taman. “kamu tidak berada dimana-mana, kamu berada di kota tanpa kasir” “apa itu kota tanpa kasir?” “nanti kamu akan tau sendiri” “apakah tuan mau menjelaskannya kepadaku?” “nanti kamu akan tau sendiri” Begitulah alimat terakhir diucapkan lelaki paruh baya berwajah tirus itu sebelum akhirnya bayanganya lenyap berbaur dalam kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.. Di sebuah kursi taman, ku temukan perempuan tambun dengan stelan blazer hitam nan rapi sedang asyik mengunyah burger ukuran jumbo. Perlahan aku mendekat, semakin tajam wangi aromanya tercium, entah kenapa aku tetap saja tidak tergoda menjadi lapar. “permisi nyonya..?’ “..nyummy.. nemyummi.. yups? Apa yang bisa saya bantu tuan?” “ apakah nyonya tau saat ini aku sedang berada di mana?” “.. apa? Kamu tidak tau sekarang sedang berada dimana tuan? Hahahahahahaha….. glegkz….!” Tertawa lebarnya menuntaskan potongan terakhir burger itu.. “aku tidak tau nyonya, sudilah nyonya memberi tahu aku sekarang berada dimana?” “.. hahahahahahahaha…. Hahahahahaha…. Lalu bagaimana tuan bisa sampai di kota ini, kalau nama tempat inipun tidak tau…? “…itupun aku tidak tau nyonya, aku juga bingung bagaimana bisa sampai di kota ini????” “hahahahaha……. Tuan. Kamu sekarang sedang berada di kota tanpa kasir..!!” “kota tanpa kasir???” “ya! Kota tanpa kasir!” “di negara manakah kota ini berada nyonya????” “nanti tuan akan tau sendiri..” Diriku semakin bingung, sudah dua orang aku tanya, tidak satupun yang mau memberitahu dimana saat ini aku berada. Terus ku ayunkan langkah mengikuti kemana naluri kaki berberak… Tiba-tiba perhatian ku tertuju pada antrian panjang orang-orang berpakaian rapi. Mereka layaknya para eksekutif muda yang sedang antri makan siang disebuah restoran. Aku seperti tidak asing dengan wajah-wajah mereka. Dan benar saja, tertulis diujung sana, Restoran Padang Rancak Jaya! Segera ku bergegas bergabung dalam barisan para eksekutif muda itu. Mencium aroma kuah gulai nangka dan rendang daging, perutku mulai terpancing lapar. Kulihat mereka antri dengan tertibnya, setelah selesai memesan, setiap orang hanya membawa satu piring nasi beserta lauk pauknya dan segelas atau sebotol minuman. Layanannya cepat dan prima, tidak bertele-tele dan siap santap. Di depan dan belakang barisanku, mereka sama sekali tidak bersuara. Oo.. rupanya disini kalau antri membeli makanan tidak boleh bersuara.. baiklah.. akupun hanya bergumam-gumam dalam hati saja. Selangkah demi selangkah, akhirnya aku tiba juga didepan etalase. “mau makan apa tuan?” suara gadis pelayan restoran terdengar sangat ramah… “nasi, gulai nangka, rendang daging…” “minumanya” “Es jeruk!” “maaf, disini tidak menyediakan es jeruk, adanya orange juice” “ Hmn.. ya, orange juice juga boleh…” sambil meraba-raba dompet di kantung belakang.. astaga!! Ternyata dompetku hilang! Seketika wajahku pucat menahan malu, mau mengatakan tidak membawa dompet rasanya lidahku jadi kelu. Di saku kiri masih ada receh koin, tapi aku tidak yakin cukup untuk membayar nasi padang nan lezat ini. “ Hmn.. oups.. akh, nsmmm… maaf.. aku tidak membawa dompet…. bagaimana ya? Apakah pesanan dibatalkan saja” “ahh.. tidak usah, tidak usah.. Cukup tuan catat saja disini nama dan alamat! Tuan boleh makan di meja nomor 75!” Gadis pelayan retoran tetap melayani dengan ramah, memintaku membubuhkan nama dan tandatangan, sembari menunjuk arah meja tempat dimana aku harus makan. Aku bergegas cepat menuju meja 75. Kurasakan kulit wajah menebal, menahan malu yang tidak terhingga. Tetapi rasa lapar yang entah kenapa tiba-tiba menggila ini telah melawan rasa maluku. Pada sendok terkhir, kuarahkan kembali padangan ke arah barisan para pengantri. Aku mulai merasa ada yang aneh, ternyata tidak satupun diantara mereka mengeluarkan dompet dan melakukan pembayaran. Aku semakin heran, dan setelah ku amati lagi lebih detil, ternyata juga tidak terdapat meja atau sejenisnya yang berfungsi sebagai kasir di restoran itu. Hmn.. apakah kota kecil ini walikotanya adalah pemilik warung padang tersebut sehingga mereka menyebutnya kota tampa kasir? Belum selesai aku bergumam.. tiba tiba kurasakan pundakku ada yang menepuk.. “hai tuan!!!!, apa kabar? Bagaimana rasa masakan di kota kami? Apakah tuan bisa menikmatinya?” Ternyata si perempuan tambun pemakan burger itu! Ia dengan sepiring nasi padang lengkap dengan lauk pauknya, langsung bergabung di meja 75. Persis duduk dengan posisi menghadapiku. “hai nyonya.. kamu makan disini juga rupanya?” “ya.. selain burger di pojok taman kota ini, resto padang disini juga tempat makan pavorit saya” “pantas saja kamu terlihat makmur nyonya, ternyata burger jumbo itu baru sebagai breakfast saja bagimu..” “hahahaha.. tuan bisa saja bergurau…” Aku tidak tau, bagaimana bisa nyonya tambun ini sepertinya begitu terlatih untuk mengunyah makanan sambil berbicara tanpa tersedak sedikitpun. Ocehannya tidak henti-henti, hanya untuk menceritakan nikmatnya makanan padang dan burger favoritnya itu. Kurang dari lima belas menit, sepiring nasi padang lengkap tadi sudah ludes. “glegzk…., bagaimana tuan? Apakah tuan sudah menemukan jawaban tentang kota tanpa kasir ini?” “nah.. nah.. nah.. betul, betul.. ini yang dari tadi aku semakin ingin tau.. apa maksudnya kota tanpa kasir? Mengapa kota ini dinamakan kota tanpa kasir? “hahahahaha… rupanya tuan belum tau juga?” “ya belum tau” “tadi tuan pesan sendirikan makanannya?” “ya betul” “berapa tuan harus bayar?” “tidak tau” “hahahaha.. lalu apa yang tuan tau?” “tidak tau” “hahahahaa.. tuan ini lama-lama lucu juga” “mungkin saja? Hehehehe.. lalu, kenapa kota ini disebut kota tanpa kasir? Apa Karena walikotanya pemilik restoran padang ini yang kebetulan tidak ada kasirnya?” “hahahahahaha…. Hahahahaha… hahahaha.. tuan.. kamu semakin lucu saja…!” “lalu? Bagaimana kota ini bisa disebut kota tanpa kasir” “karena memang kota ini tidak memiliki tempat bernama kasir” “apa??? Benarkah?” “ya benar!” “Bagaimana bisa?? Aku tidak percaya!” “nanti tuan akan tau sendiri, silakan berkeliling-keliling kota kami.. hahahaha hahahaha hahahaha“ Perempuan tambun itu bergegas begitu saja meninggalkan meja 75. Hanya sisa-sisa suara tawanya yang tertinggal. Orang-orang disekitar senyum-senyum saja melihat tingkahnya yang aneh. Aku tidak mau hilang akal. Aku harus mencari informasi. Biro layanan informasi! ya biro layanan informasi, apakah kota ini memiliki biro layanan informasi seperti layanya kota turis lain? Aha…!! Itu dia! Aku kegirangan dalam hati. Sebuah bagunan posko kecil seperti Pos Polisi, bertuliskan Layanan Informasi Publik. “permisi tuan.. bolehkah aku bertanya?” “oh.. silakan, disini memang tempatnya banyak orang bertanya, apa yang ingin anda ketahui tuan?” “benarkan aku berada di kota tanpa kasir” “ya, benar tuan, kota ini memang bernama kota tanpa kasir” Aku semakin penasaran.. kenapa nama kota ini sangat aneh? Tidak sabar, aku lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya. “jika aku boleh tau, mengapa kota ini dinamakan kota tanpa kasir, tuan? “ “hahahahaha… nanti tuan akan tau…” “apakah pertanyaan aku ini memang bukan menjadi kewenangan tuan untuk menjawabnya?” “hahaha… hahaha…hahaha.. sudahlah sudahlah.. bukan bukan itu maskud saya, tetapi nanti tuan akan tau sendiri… daripada tuan pusing memikirkan nama kota ini saya menyarankan silakan saja tuan berkeliling menikmati fasilitas kota yang ada, di sebelah sana ada gedung bioskop dan arena hiburan lainnya, di sebelahnya ada toko buku dan ruang baca umum. Silakan ambil brosur penunjuk jalan ini” “hmn,, baiklah tuan,! Jadi, berapa aku harus bayar layanan informasinya?” “oo.. semua infromasi disini gratis, tuan tidak perlu mebayarnya..” “baiklah! Terima kasih tuan….” Aku benar-benar merasa semakin aneh.. katanya Layanan Informasi Publik tetapi tidak mau memberi iformasi tetang nama kota. Benar-benar tidak habis fikir. Mana dompet hilang, dan uang dikantong hanya tinggal recehan koin. Daripada pusing, mendingan nonton bioskop saja, mudah-mudahan receh koin ini masih cukup, fikirku dalam hati. Gedung Bioskop, bagus sekali. Bersih dan menawan. Display terpampang, Film-Film Hollywood terkini. Tetapi tidak kalah mengherankan, aku tidak menemukan adanya loket untuk menjual tiket. Mereka yang mau menonton cukup berbaris antri tertib menuju pintu masuk, dan segera akan memperoleh stempel tanda masuk di tangannya. Aku ikutan masuk, dan benar saja! Cukup menyodorkan tangan kanan dan memperoleh stempel, sudah boleh masuk. Tidak cukup itu saja, sebelum memasuki derertan kursi sesuai arahan petugas, mereka membagiku sekotak popcorn dan segelas soft drink, gratis! Gila!! Dalam hati aku mulai menemukan jawabanya kenapa kota ini dinamakan kota tanpa kasir. Mungkin karena sebagian besar layanan publiknya GRATIS! Ya!! Pantas saja ketika makan di restoran padang, tidak ada satupun mereka yang mengeluarkan dompet? Jangan-janagan di Kota ini juga tidak ada toko yang menjual dompet, karena mereka memang tidak memerlukan dompet untuk menyimpan uang sehari-hari? Ahh.. lamunanku terhenti ketika mendengar bising orang-orang yang berdiri dan bergegas keluar gedung bioskop. Ternyata film sudah usai! “Jadi…??? Semua layanan publik disini gratis??!!” Aku memberanikan diri bertanya kepada penjaga keamanan bisokop! “Benar tuan! Apakah tuan pendatang baru di kota ini?” “ya, aku baru sampai kota ini tadi pagi! Jadi, benarkah semua pelayanan di kota ini gratis sama sekali?” aku serasa masih tidak mempercayainya.. “benar tuan!!” “apakah karena itulah kota ini dinamakan sebagai kota tanpa kasir?” “hahahahaa.. benar tuan, itu nama julukan yang diberikan oleh orang-orang pendatang seperti tuan” “pendatang? Seperti aku?, maksudnya?” “ya.. mereka para pendatang dari kota-kota lain menyebut kota ini sebagai kota tanpa kasir..” “untuk apa mereka datang kekota ini” “Tentu saja untuk menikmati layanan gratis tuan” “kenapa mereka ingin menikmati layanan gratis jauh-jauh di sini, apakah di kotanya mereka harus membayar mahal?” “mungkin saja tuan, saya kurang tau, tetapi bagaimana di kota tuan? Kenapa tuan datang ke kota ini? Apakah ingin menikmati layanan gratis juga? “hmn.. ohm.. she .. eh,, ah.. ooo….. tidak, layanan di kota kami.. mnhn,, bb baik juga seperti di kota ini.. hehehehea… “ “baiklah tuan… silakan menikmati keunikan kota kami” sang petugas keamanan bisokop itu segera bergegas melanjutkan tugasnya, pintu masuk bioskop sudah dibuka kembali. Aku masih tidak percaya kalau semua layanan di kota ini gratis. Aku juga tidak eprcaya kalau tidak ada satupun kasir di kota ini. Aku harus membuktikan bahwa ini tidak mungkin terjadi. Langkah penasaran ini telah membawaku masuk dalam sebuah stasion kereta api bawah tanah. Dan benar saja, disana terdapat sebuah loket bertuliskan “KASIR”! Segera ku hampiri KASIR itu, dan bermaksud membeli tiket kereta. Petugasnya cantik sekali, tidak hanya cantik tetapi ramah bersahabat! “apakah benar, ini KASIR untuk keperluan naik kereta api bawah tanah?” “betul tuan, tuan mau berangkat dengan tujuan kemana?” “apakah ini satu-satunya kasir di kota ini?” “tidak tuan, selain di stasiun kereta bawah tanah, ada juga kasir di terminal bis antar kota dan Bandar Udara..” “hmn.. berarti informasi dari semua orang tentang kota ini bohongkah?!” “bohong bagaimana tuan” “mereka mengatakan semua layanan publik di kota ini gratis?!” “ya, mereka betul tuan, semua layanan publik di kota ini gratis, termasuk rumah makan sudah dibayar pemerintah dari uang hasil pajak pengasilan kami, sehingga kami bisa makan gratis setiap saat” “lalu, kenapa kita masih harus membeli karcis di stasiun kereta bawah tanah, terminal dan bandara? Kenapa disini masih ada kasir?” “hehehe.. semua layanan disini, termasuk di terminal dan bandara juga gratis tuan?” “hahhh??? Aku semakin tidak mengerti!?” “mengapa tuan tampak bingung?” “ya, Aku semakin tidak mengerti, lalu apa gunanya KASIR disini ????” “oo… kasir disini khusus untuk melayani mereka para pendatang yang ingin pulang” “melayani pendatang? Maksudnya?? “ya, pelayanan kereta bawah tanah ini gratis hanya sampai perbatasan kota kami, tetapi ketika transit dan memasuki wilayah kota masing-masing pendatang, di kota mereka naik kereta harus membayar” “lalu, apa hubungannya dengan kasir ini??” Aku semakin tidak mengerti.. “Kasir ini untuk melayani para pendatang yang ingin pulang ke kotanya tetapi kehabisan ongkos. Kami akan menyediakan koin uang dan diberikan kepada mereka untuk membeli tiket kereta transit begitu sampai di batas kota” “hahhhhhhh….!!!!” Gedebuuggg!!!!! Pingsan!!! Dalam alam bawah sadar aku merasakan seseorang menepuk-nepuk pipi “Mas.. Mas.. banguun… sudah siang…., kamu kan harus narik angkot?!” Ternyata itu tepukan istri yang membangunkanku! Sinar matahari sudah menembus masuk melalui jendela rumah kontrakan kami di kawasan kumuh ini. Kawasan yang jangangkan nonton bioskop, kecing sajapun harus bayar. Dan jika ingin medapat urutan kencing lebih dahulu bayarnya harus lebih besar untuk menyuap penjaga toiletnya hehehe… Rasanya aku ingin tidur lagi dan menyelesaikan petualanganku di Kota Tanpa kasir! TAMAT Cerpen Karya Dhimas Soesastro; 13/04/12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun