Abstrak
Fanatisme adalah suatu bentuk keterikatan yang berlebihan terhadap suatu keyakinan, ideologi, atau kelompok tertentu yang sering juga disertai dengan sikap intoleran dan ekstrem terhadap pandangan yang berbeda dengannya. Di era modern, fanatisme menjadi tantangan yang lumayan berat bagi para da’i, yang bertugas menyebarkan ajaran agama dan nilai-nilai kebaikan. Kemajuan teknologi informasi, globalisasi, serta perubahan sosial yang begitu cepat telah memperkuat berbagai bentuk fanatisme, termasuk fanatisme agama, politik, dan budaya. Artikel ini membahas mengenai fanatisme.
Kata Kunci: Agama; Fanatisme; Da’i
Fanaticism is a form of excessive attachment to a particular belief, ideology, or group which is often accompanied by an intolerant and extreme attitude towards views that differ from it. In the modern era, fanaticism has become quite a challenge for preachers, who are tasked with spreading religious teachings and good values. Rapid advances in information technology, globalization and social change have strengthened various forms of fanaticism, including religious, political and cultural fanaticism. This article discusses fanaticism.
Keywords: Religion; Fanaticism; Da'i
Kata fanatisme berasal dari dua kata yaitu “fanatik” dan “isme.” Kata Fanatik sebenarnya berasal dari bahasa Latin “fanaticus”, yang mana didalam bahasa Inggrisnya dapat diartikan sebagai frantic atau frenzeid. Artinya adalah gila-gilaan, kalut, mabuk atau hingar binger. Dari asal kata ini, sepertinya kata fanatik dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang melakukan atau mencintai sesuatu secara serius dan sungguh-sungguh. Sedangkan “isme” dapat diartikan sebagai suatu bentuk keyakinan atau kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa fanatisme adalah keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran politik, agama dan sebagainya. Jadi, dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap sesuatu, Sikap ini dapat memicu semangat dan loyalitas tinggi. Namun di sisi lain, fanatisme juga berpotensi menjerumuskan seseorang ke dalam sikap yang ekstrem dan tidak toleran.
Di era modern seperti saat ini, fanatisme menjadi salah satu tantangan besar bagi para da’I yang bertugas menyebarkan ajaran agama dan nilai-nilai kebaikan. Teknologi informasi yang berkembang pesat, arus globalisasi, dan perubahan sosial yang cepat, semuanya berkontribusi pada peningkatan fanatisme dalam berbagai bentuk. Di era modern, fanatisme bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti fanatisme agama, politik, budaya, dan bahkan fanatisme terhadap tokoh atau selebriti. Berikut beberapa karakteristik utama dari fanatisme meliputi:
- Intoleransi : Tidak menerima pandangan atau keyakinan lain yang berbeda. Intoleransi, lawan kata dari toleransi, merupakan sikap atau perilaku yang menunjukkan ketidakpedulian atau pengabaian terhadap keberadaan dan identitas orang lain yang berbeda. Sikap ini berakar dari rasa tidak hormat dan tidak menghargai perbedaan, sehingga berpotensi menciptakan perpecahan dan konflik dalam masyarakat.
- Ekstremisme : Mengambil tindakan yang radikal untuk mempertahankan keyakinan, Ekstremisme merupakan sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan ideologi dan tindakan yang melampaui batas norma dan nilai-nilai yang diterima masyarakat pada umumnya. Ekstremisme dapat muncul dalam berbagai konteks, seperti politik, agama, ideologi dan lain lainnya.
- Eksklusivisme : Sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan sikap dan perilaku yang mendiskriminasi dan mengucilkan kelompok lain. Sikap ini didasari oleh keyakinan bahwa kelompoknya sendiri lebih superior dan berhak mendapatkan hak istimewa dibandingkan kelompok lain.
- Dehumanisasi : Menganggap orang yang berbeda pandangan sebagai musuh atau tidak manusiawi. Dehumanisasi adalah proses meniadakan atau merendahkan sifat kemanusiaan dari individu atau kelompok tertentu. Hal ini dilakukan dengan cara menggambarkan mereka sebagai sesuatu yang bukan manusia, seperti hewan, benda, atau bahkan monster.
Adanya fanatisme tidaklah terlepas dari sebab, oleh karena itu terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya, antara lain :
1. Globalisasi dan Interkoneksi: Globalisasi dan interkoneksi yang semakin erat dan cepat membuka ruang bagi pertukaran ide dan informasi secara cepat dan luas. Hal ini memang positif dalam beberapa hal, namun juga dapat memicu fanatisme. Orang-orang dengan ideologi yang sama, meskipun terpisah secara geografis, dapat dengan mudah terhubung dan memperkuat keyakinan mereka. Hal ini dapat memperkuat sikap "kami vs mereka" dan mempersempit ruang toleransi.
2. Ketidakpastian dan Kecemasan: Era modern diwarnai dengan berbagai macam ketidakpastian dan kecemasan, seperti krisis ekonomi, perubahan iklim, dan ancaman terorisme. Ketidakpastian ini dapat mendorong orang untuk mencari rasa aman dan kepastian dalam kelompok yang memiliki ideologi dan keyakinan yang sama. Fanatisme dapat menjadi cara untuk mengatasi rasa takut dan ketidakpastian dengan memberikan rasa "kebersamaan" dan "kebenaran".
3. Algoritma dan Media Sosial: Algoritma media sosial yang dirancang untuk memaksimalkan engagement dan waktu yang dihabiskan pengguna sering kali mendorong konten yang sensasional dan provokatif. Hal ini dapat memperkuat fanatisme dengan hanya menampilkan informasi yang sesuai dengan keyakinan pengguna dan memfilter informasi yang berbeda. Pengguna media sosial hanya melihat informasi dan pendapat yang sejalan dengan mereka, sehingga memperkuat keyakinan mereka sendiri.
4. Kegagalan Pendidikan dan Dialog: Kegagalan pada sistem pendidikan dalam menumbuhkan pemikiran kritis dan toleransi juga menjadi faktor yang berkontribusi pada fanatisme. Kurangnya dialog dan komunikasi antar kelompok yang berbeda dapat memperkuat prasangka sehingga mempersempit ruang toleransi.
Fanatisme sebagai tantangan
Salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi oleh da’i adalah menangani intoleransi yang muncul dari fanatisme. Fanatisme memang menjadi tantangan berat bagi dai dalam menyebarkan dakwah. Namun, dengan strategi yang tepat, dai dapat menjadi agen perubahan yang membawa toleransi, perdamaian, dan kasih sayang di tengah masyarakat yang semakin kompleks dan penuh gejolak. Dakwah yang damai dan penuh rahmat adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi umat manusia. Da’i harus mampu menyampaikan pesan-pesan agama yang penuh dengan toleransi dan kasih sayang, serta menunjukkan bahwa perbedaan adalah rahmat. Misalnya, dalam Islam, konsep "rahmatan lil 'alamin" (rahmat bagi seluruh alam) harus dijadikan landasan dalam berdakwah, sehingga umat memahami pentingnya menghargai perbedaan dan hidup berdampingan dengan damai. Da’i harus mampu mengidentifikasi dan melawan narasi ekstremis dengan menggunakan argumen-argumen yang kuat dan berbasis pada ajaran agama yang benar. Berikut tips tips dalam menghadapi tantangaan dakwah :
- Pendidikan agama yang komprehensif dan inklusif menjadi kunci dalam mencegah munculnya fanatisme. Da’i harus menekankan pentingnya sikap moderat (wasathiyyah) dalam beragama dan menunjukkan bahwa kekerasan tidak pernah dibenarkan dalam agama.
- Dalam berdakwah, penting untuk menekankan persamaan dan kesatuan umat manusia. Konsep ukhuwah (persaudaraan) dalam Islam, baik ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa), maupun ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama manusia) harus selalu diangkat. Hal ini dapat membantu mengurangi sikap eksklusif dan meningkatkan rasa kebersamaan.
- Fanatisme seringkali membuat individu atau kelompok menganggap lawan mereka sebagai musuh atau tidak manusiawi(dehumanisasi). Dehumanisasi ini sangat berbahaya karena dapat mengarah pada konflik dan kekerasan. Da’i harus berusaha keras untuk mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang, serta mengingatkan umat bahwa semua manusia memiliki martabat yang harus dihormati. Dalam Islam, ajaran tentang adab (etika) dalam berinteraksi dengan sesama manusia, tanpa memandang perbedaan, sangat penting untuk diperkuat
- Da’i harus berperan aktif dalam memberikan pendidikan agama yang benar, komprehensif, dan inklusif. Materi pendidikan agama harus mencakup nilai-nilai toleransi, kasih sayang, dan penghargaan terhadap perbedaan. Selain itu, da’i juga harus memberikan penyuluhan secara rutin, baik melalui ceramah, diskusi, maupun media sosial, untuk terus mengingatkan umat tentang pentingnya sikap moderat dan menjauhi ekstremisme.
- Dialog antaragama dan antarbudaya sangat penting untuk membangun pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan. Da’i harus aktif terlibat dalam dialog semacam ini untuk menunjukkan bahwa agama mengajarkan perdamaian dan saling menghormati. Melalui dialog, kesalahpahaman yang sering menjadi akar dari fanatisme dapat diluruskan, dan jembatan-jembatan persaudaraan dapat dibangun.
- Di era modern, media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik. Da’i harus mampu menggunakan media sosial dengan bijak untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan melawan narasi fanatisme. Konten-konten yang disebarkan harus menarik, informatif, dan mampu merangkul berbagai kalangan. Selain itu, da’i juga harus terlibat dalam diskusi online untuk memberikan pencerahan dan mengarahkan umat pada sikap yang moderat.
- Kolaborasi dengan berbagai pihak, baik itu pemerintah, organisasi masyarakat, maupun tokoh-tokoh agama lain, sangat penting dalam mengatasi fanatisme. Da’i harus membangun jaringan yang kuat untuk bersama-sama melakukan kampanye melawan fanatisme dan ekstremisme. Kolaborasi ini dapat berupa program-program pendidikan, seminar, workshop, dan kegiatan sosial lainnya yang bertujuan untuk memperkuat persaudaraan dan mengurangi ketegangan antar kelompok.
Kesimpulan
Fanatisme di era modern merupakan tantangan besar bagi para da’i. Dengan menghadapi fanatisme da’i harus bekerja cerdas untuk menyampaikan pesan-pesan agama yang penuh toleransi dan kasih sayang. Melalui pendidikan agama yang baik, dialog antaragama dan antarbudaya, penggunaan media sosial yang bijak, serta membangun jaringan dan kolaborasi, da’i dapat memainkan peran penting dalam mengatasi fanatisme dan mempromosikan perdamaian serta keharmonisan di masyarakat. Tugas ini tidaklah mudah, namun dengan kesungguhan dan komitmen, para da’i dapat membantu membangun dunia yang lebih damai dan harmonis.
Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, toleransi, dan perdamaian. Dai memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan Islam yang benar dan menjauhkan umatnya dari fanatisme yang dapat merusak citra Islam dan menghambat kemajuan umat manusia.Bersama-sama, mari kita ciptakan lingkungan yang kondusif bagi dakwah Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang membawa kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H