Mohon tunggu...
Dhila Joned
Dhila Joned Mohon Tunggu... Guru - Ibu Jhos

Setiap kata memiliki makna. Setiap yang tertoreh adalah refleksi setelah melewati hari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Stress, Bahagia Kita yang Menentukan

23 Juli 2022   16:54 Diperbarui: 23 Juli 2022   17:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu impian paripurna bagi setiap individu adalah menjadi bahagia. Sering kali kebahagian memudar seiring bertambahnya usia. 

Tekanan kehidupan maupun pergolakan batin menjadi faktor yang menyebabkan turunnya kualitas dari kebahagian itu sendiri. Tidak jarang situasi tersebut mendorong individu terjebak dalam kondisi krusial yang mempengaruhi kehidupan yang sedang dijalani seperti stress maupun depresi. 

Mari kita belajar bersama tentang manajemen stress dengan menggunakan salah filsafat kuno yakni "Stoikisme". Tokoh-tokoh dalam filsafat Stoik seperti  Zeno, Marcus Aurelius, dan Seneca telah memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran yang dapat mempengaruhi kebahagian individu lintas generasi. Berikut merupakan jalan untuk munuju kebahagian dengan menerapkan prinsip "Terima Saja":

1. Fokus pada hal yang bisa kita kendalikan. Tuhan telah menciptakan segala hal dengan pasangannya. Salah satu pasangan terepic adalah hal yang bisa kontrol dan hal yang tidak bisa kita kontrol. Disadari atau tidak sepanjang manusia berstatus sebagai makhluk sosial akan selalu menjumpai hal-hal yang bisa dikontrol dan hal-hal yang tidak bisa dikrontrol. 

Contohnya ketika individu telah mengerjakan suatu tugas, dapat dipastikan akan menimbulkan beragam reaksi. Ada yang menjadikan individu tersebut sebagai rule model atau bahkan ada yang tidak senang dengan pencapaiannya.

Reaksi dari orang terhadap apa yang kita lakukan bukanlah hal yang bisa kita kontrol. Kita tidak mungkin akan mampu mengarahkan respon orang lain sebagaimana yang kita mau tetapi kita bisa mengontrol respon diri. 

Dari pada sibuk membela diri ketika muncul respon negatif lebaih baik Kita bisa menggunakan kedua tangan untuk menutup kedua telinga. Respon negatif tersebut cukup sampai di panca indra, jangan dipindahkan ke hati. Dengan memahami hal-hal yang bisa dikontrol dan tidak akan membuat hati menjadi lebih tenang. 

Sehingga disukai ataupun tidak oleh individu lain menjadi hal yang tidak perlu dirisaukan. Mengutip pendapat Marcus Aurelius " Segala sesuatu yang didengar oleh telinga adalah pendapat bukan fakta. Segala sesuatu yang ditangkap oleh mata adalah perspektif bukan kebenaran". Dengan kata lain jangan terlalu menghiraukan opini dan sudut pandang orang lain.

2. Ciptakan bahagiamu sendiri.  Ada sebuah kisah tentang Sishypus dan Prometheus, keduanya mendapatkan hukuman atas dosa-dosa yang pernah mereka lakukan. Sishypus dihukum dengan cara memanggul batu ke atas gunung namun sesampainya di atas batu tersebut menggelinding ke bawah. 

Hal tersebut terus terjadi sampai dunia berakhir. Sementara Prometheus dihukum dengan dicabik-cabik elang dan berulang terus menerus. Perbedaan mendasar antara Sishypus dan Prometheus adalah cara mereka menyikapi ujian yang dijalani. 

Sishypus memilih untuk menerima dengan ikhlas dan lapang dada sehingga masih menemukan kebahagian ditengan kesulitannya. Sementara Prometheus menyerah dan berharap hidupnya segara berakhir. Dari cerita Sishypus dan Prometheus bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya hidup merupakan serangkaian ujian yang diselingi oleh kebahagian. 

Selagi bisa menciptakan peluang untuk bahagia maka nikmatilah. Apabila sedang diuji maka ciptakan kebahagian berdampingan dengan ujian. 

Mengingat kebahagian seperti bulu yang terbang, begitu cepat terbang namun tidak bertahan lama. Point penting dalam menciptakan kebahagian adalah sifat dari kebahagian yang tidak melulu berbicara tentang pencapaian namun serasional apa harapan-harapan yang kita miliki. Intinya jaga ekspektasi. 

3. Membiasakan diri dengan ketidaknyamanan. Sudah menjadi konsekuensi bahwa menjadi bagian dari society akan menghasilkan kemugkinan sifat interaksi; asosiatif maupun disasosiatif. Ketika interaksi telah mengarah kepada disasosiatif makan bersiapkan dengan segala ketidaknyamanan. 

Perbedaan yang mengarah ke konfrontasi maupun konflik akan menjadi ornamen dalam kehidupan sosial. Kita hanya harus menerima dan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Perlu diingat orang hebat terlahir dari ujian yang hebat pula.

Begitulah sifat dunia dan penghuninya. Kita bisa bersikap menerima dan mengontrol apa yang bisa kita kontrol untuk menuju bahagia atau melawan dan bersiap mengahadapi kejamnya realita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun