Menghindar dari hiruk pikuk kota, banyak orang ingin mencari ketenangan yang indah untuk sekedar mengisi kembali energi dari kesibukan. Nah, pembaca sekalian kalau mengisi hari liburan, biasanya ke mana nih?? Banyak yang menjadikan puncak pegunungan menjadi salah satu destinasi wisata utama yang dikunjungi di hari libur, seperti misalnya yang terkenal Puncak Bogor, ataupun kedaerah wisata Gunug Kidul, Yogyakarta. Di daerah NTT sendiri banyak loh pembaca, lokasi wisata yang berada di daerah pegunungan.
PERJALANAN MENUJU DAERAH WISATA
Berkendara kurang lebih 8 jam dari Kota Kupang, menuju kota Atambua, Kota perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, terdapat salah satu destinasi Wisata yang sangat terkenal yaitu Fulan Fehan. Dari pusat kota Atambua menuju Fulan Fehan membutuhkan kurang lebih 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan beroda dua maupun beroda empat.
Saya dan keluarga memulai perjalanan sekitar pukul 10.00 WITA dari rumah menggunakan mobil. Sebelum memulai perjalanan kami sudah menyiapkan segala keperluan seperti, air minum, makanan ringan, dan mengisi bensin. Perjalanan dimulai sejak pagi, agar setibanya kami di puncak Fulan Fehan, matahari tepat di atas kepala dan kita dapat melihat pemandangan Fulan Fehan saat cerah. Hal ini dikarenakan katanya setelah jam 13.00 WITA, Fulan Fehan akan mulai tertutup kabut yang tebal dan udaranya menjadi sangat dingin. Kami tiba di puncak Fulan Fehan sekitar pukul 11.00 WITA.
Selama dalam perjalanan, kita akan disuguhkan indahnya wilayah Atambua bagian timur yang dipenuhi persawahan dan bukit-bukit kecil. Untuk menuju ke sana, wisatawan harus melewati beberapa jembatan yang melewati Sungai Kali Talau, sungai terbesar yang mengelilingi kabupaten Belu. Hal uniknya, banyak daerah disekitaran Fulan Fehan yang dinamakan dengan awalan kata WE dalam bahasa daerah yang berarti Air, seperti Wedomu dan Weluli. Oleh karena itu, identik dengan daerah Atambua Timur yang kaya akan mata airnya.
Untuk sampai di puncak Fulan Fehan, wisatawan dapat melalui dua jalur yaitu Desa Dirun atau Desa Maudemu. Desa Dirun adalah jalur pertama atau disebut jalur lama menuju Fulan Fehan. Jalanan yang dilalui cukup baik, tidak banyak bagian berlobangnya, hanya saja untuk tiba di puncak kita harus mendaki sangat tinggi. Sering kendaraan tidak dapat naik, saking tingginya pendakian yang harus ditempuh, sehingga banyak dari antara pengunjung menyimpan mobilnya di bawah atau di Desa Dirun kemudian berjalan kaki untuk mendaki. Sementara jalur baru mengikuti Desa Maudemu, lebih mudah untuk dilalui karena jalur jalan rayanya langsung tiba di Puncak Fulan Fehan dengan trek yang cukup rata.
Selain itu jalanan berkelok-kelok menuju puncak Fulan Fehan dikelilingi oleh pohon-pohon yang besar dan menjulang tinggi. Pohon-pohon ini diperkirakan sudah tumbuh ratusan tahun, seperti pohon jati kayu putih dengan bentuk cabang-cabangnya yang menarik dan sangat banyak jumlahnya. Kemudian terdapat juga pohon pinus yang tumbuh berjajar rapi dengan alami begitu saja. Sunggu kebesaran Sang pencipta alam semesta.
Setibanya di puncak, terdapat Rest Area dan beberapa pondok yang masih dalam tahap pembangunan. Kita juga disediakan beberapa spot foto yang sengaja dibuatkan, seperti teras, dan gerbang masuk Fulan Fehan. Tersedia juga beberapa penjual yang menjajakan makanan bagi mereka yang lapar maupun sekedar ingin menghangatkan tubuh dengan secangkir kopi panas. Eitss, tenang saja walaupun sudah tersedia beberapa spot buatan, dan penjual, keasrian dan kelestarian serta keindahan Fulan Fehan yang alami tidak tertandingi.
Fulan fehan berada di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu. Fulan Fehan adalah hamparan padang sabana yang cukup luas, yang menjadi icon pariwisata dari tempat ini. Fulan Fehan sendiri dinamakan dari bahasa daerah tetun yang artinya Bulan Yang Rata. Nah, pembaca kenapa sih kira-kira Fulan Fehan itu bisa terkenal? Pernahkah pembaca melihat rumah Hobbit ataukah rumah telletubbies? Padang Fulan Fehan memiliki nuansa seperti itu, hamparan hijau dengan sedikit tanjakan bukit yang tak dilihat ujungnya.
“Dilepas begitu saja? Apakah tidak hilang?” tentu saja tidak, sapi dan kuda tersebut telah diberikan tato inisial pemiliknya pada tubuh mereka, sehingga tidak mungkin tertukar ataupun hilang. Makanan hewan ternaknya tentu saja dari rerumputan yang tumbuh rata, dan beberapa kolam alami yang ada ditengah-tengan padang untuk dijadikan tempat minum para hewan.
Selain itu, ditempat ini juga tumbuh banyak kaktus liar dan batu-batu yang serupa batu karang. Kaktus? Bukankah kaktus hanya tumbuh di daerah yang gersang? Bagaimana ia bisa tumbuh di daerah bersuhu dingin? Inilah salah satu hal unik dan misterius dari tempat ini.
Kaktus yang tumbuh diantara bebatuan juga tak kalah menjadi ikon yang menarik. Yang tak kala menarik, jika wisatawan berjalan ke arah pinggiran, terdapat tebing yang cukup terjal. Dari tebing tersebut kita dapat melihat seluruh Kabupaten Belu. Tapi diharapkan wisatawan berhati-hati karena berada ditepi tebing cukup berbahaya dan membuat pusing. Dikhawatirkan wisatawan atau bahkan lebih berbahaya anak-anak dapat terjatuh tanpa pengawasan.
Untuk berwisata di daerah Fulan Fehan, terdapat beberapa peraturan yang harus kita taati. Peraturan itu seperti, pertama tidak boleh membuang sampah sembarangan. Hal ini agar kita menjaga kebersihan, keindahan dan keasrian Fulan Fehan. Kedua, tidak boleh menganggu hewan ternak.
Walaupun sapi dan kuda tidak menganggu wisatawan dan tidak liar, bukan berarti wisatawan dapat menganggu mereka. Seperti mencoba menyentuh sapi-sapi ataupun memberi makan.
Ketiga, dilarang mengucapkan kata-kata kotor dan bersikap sopan. Masyarakat setempat masih memiliki kepercayaan yang kuat terhadap leluhur, dan penunggu tempat tersebut, sehingga wisatawan yang datang harus bersikap sopan dan dilarang mengucapkan kata-kata kotor karena Fulan Fehan merupakan tempat yang mistis.
Berada tepat dibawah kaki gunung Lakaan yang menurut Legenda menjadi asal muasal Kabupaten Belu, Fulan Fehan menjadi tempat yang dipercayai diduduki oleh banyak penunggu leluhur kabupaten Belu. Selain itu dikarenakan Fulan Fehan berada dekat dengan Benteng 7 Lapis yang magis, Fulan Fehan menjadi tempat yang mistis. Jika wisatawan sembarangan berbicara, takutnya akan mengalami hal-hal yang tidak dinginkan.
INSTAGRAMMABLE
Nah, untuk kamu kaum milenial, Fulan Fehan patut masuk list tempat yang harus kamu kunjungin dong. Spot-spot foto yang bagus dan aesthetic cocok untuk masuk feed instagram kamu.
Contohnya seperti di Rest Area, Villa Fulan Fehan, Gerbang masuk, teras Fulan Fehan, papan penunjuk arah, tebing Fulan Fehan, foto dengan berlatar belakang Gunung Lakaaan dan tentu saja hamparan sabana hijau yang begitu luas dan memanjakan mata. Kamu bisa bergaya sepuasmu dengan segala konsep yang kamu mau dong.
Ada yang bergaya dan beroutfit, mendaki gunung, seperti cowboy, bergaya musim dingin, ataupun bergaya piknik. Buat wisatawan yang tidak pernah menunggangi kuda, Fulan Fehan menyediakan jasa untuk berfoto dengan menunggangi kuda, dan kalian bisa merasakan sensasi berkuda di padang Fulan Fehan. Tarif menyewa kuda sekitar Rp50.000.
FESTIVAL FULAN FEHAN
Setiap satu tahun sekali, di puncak Fulan Fehan akan diadakan sebuah festival bertemakan kebudayaan daerah yang dinamakan Fesitval Fulan Fehan. Festival ini tidak saja diikuti oleh masyarakat kabupaten Belu, melainkan mengundang daerah tetangga seperti kabupaten TTU dan Timor Leste untuk turut memeriahkan.
Festival ini menampilkan beberapa rangkaian acara seperti fashin show pakaian adat, pertnjukan suling bamboo, dan tarian daerah. Ribuan penari dilatih untuk menampilkan tarian adat tradisionalnya masing-masing.
Dari kabupaten Belu sendiri menampilkan tarian khasnya Tarian Likuran dan Tebe yang dibawakan oleh perwakilan peserta didik dari SD, SMP, dan SMA. Untuk melihat festival ini semua pengunjung wajib menggunakan kain adat daerah. Festival ini dibuka oleh Bupati Kabupaten Belu dan mengundang bintang tamu, seperti yang terjadi pada Oktober 2019 dahulu dihadiri oleh vokalis Slank, Kaka.
Festival ini dilaksanakan setiap musim panas. Ketika berjalannya festival ini, Fulan Fehan dipadati oleh berbagai masyarakat yang ingin menyaksikan. Sayang sekali dikarenakan pandemic Covid-19 festival ini tidak dapat dilaksankan. Kita berharap kedepannya pengunjung dapat menyaksikan dan turut serta dalam euforia Festival Fulan Fehan.
Karena merupakan festival musim panas, untuk menyaksikan rangkain acara, diharapkan pengunjung membawa tenda, payung, ataupun alat yang dapat digunakan untuk berteduh. Hal ini dikarenakan saat musim panas Fulan Fehan sangat terik dan tidak ada pepohonan yang dapat dijadikan tempat berteduh.
Setelah bersantai ria di Fulan Fehan, eitss kamu jangan dulu pulang. Terdapat banyak objek wisata lainnya disekitar Fulan Fehan, seperti benteng tujuh lapis yang menjadi tempat bersejarah dan mistis, konon katanya dapat menampung 1000 orang didalamnya. Selain itu terdapat gunung Lakaan, air terjun Mauhalek dan air terjun Lesu Til.
Wisatawan juga dapat melakukan wisata rohani berkunjung ke Patung Kristus raja dan Kapela Mgr. Gabriel Manek yang keseluruhan bangunanya terbuat dari batu alam. Semakin turun dari area Fulan Fehan anda dapat berkunjung ke area Sadi untuk menyegarkan mata dengan kawasan persawahannya yang terbentang luas dan dipagari dengan pohon-pohon cemara.
PENUTUP
Kesan saya berkunjung ke Fulan Fehan bersama keluarga dan teman-teman sangatlah menyenangkan. Kami dapat bersantai ria menikmati keindahan FUlan Fehan, bercerita dan bercanda ria, berkenalan dengan pengunjung lainnya dan tentu saja mengabadikan banyak foto-foto yang cantik. Alangkah menariknya jika di daerah Fulan Fehan membuka spot Paralayang, yang mana dapat membantu ekonomi masyarakat setempat dan menjadi hiburan yang menarik banyak pengunjung baru lainnya.
Gimana nih pembaca? Sudah cukup tertarik untuk mengunjungi Fulan Fehan? Kalau kamu ingin mengunjungi Fulan Fehan, musim hujan adalah waktu yang tepat untuk melihat keasrian Fulan Fehan. Selain itu disarankan melakukan perjalanan pagi agar setibanya di puncak kamu dapat menikamti Fulan Fehan yang cerah. Jika berkunjung pada waktu siang atau sore, Fulan Fehan sudah tertutup dengan kabut yang tebal. Jika ada kesempatan, berkunjunglah ke daerah Atambua untuk menikmati indahnya Fulan Fehan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H