Mohon tunggu...
dhifan razaqa
dhifan razaqa Mohon Tunggu... Programmer - SMAN 28 JAKARTA

XI MIPA 2 absen 10

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kecerdasan Tanpa Batas

23 November 2020   10:49 Diperbarui: 23 November 2020   11:01 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu aku dibangunkan oleh dering handphone yang sangat mengganggu, cahaya matahari masuk ke kamarku menandakan hari yang cerah. Ternyata orang yang menggangguku adalah Doni, dia menelpon ku lagi setelah banyak sekali miss call dari nya.

"Bro bangun lah, projek kita udah ga ada revisi lagi nih," ucap seorang teman yang lebih banyak bicara daripada usaha.

Dengan perasaan hati yang tidak jelas aku pergi dari kasur dan bersiap untuk pergi ke kantor. Hari itu sangat cerah tetapi terlihat banyak sekali gumpalan awan hitam di langit, seperti seseorang yang tersenyum bahagia diatas kesedihan orang lain.

Mengendarai mobil futuristik dengan tenaga listrik, aku melaju sambil memperhatikan sekeliling. Gedung pencakar langit menjulang tinggi diatas kepala para kepala keluarga yang berusaha mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, ada pula para pekerja kebersihan yang sedang menyapu kenyataan bahwa mereka tidak seperti orang yang berada di bawah gedung pencakar langit. Aku tancap gas terus menuju jalan bebas hambatan hingga sampai di kantor ku, sebuah startup yang baru saja mencapai level Decacorn.

Suasana tidak seperti biasanya, hari ini banyak sekali orang yang datang ke kantor ku. Teriakan demi teriakan mulai terdengar, ternyata mereka melakukan demo karna dampak pengurangan karyawan, tepat seperti apa yang aku pikirkan.

"woy jalanan ga ditutup tuh di depan?" tanya Doni.

"emang gimana gua bisa sampe sini kalo ditutup," balas ku.

Kami masuk dan pergi mengambil sarapan, lalu bergegas ke ruang mentor untuk membicarakan kelanjutan projek.

Aku masuk ke ruang itu dan terkaget karena hampir semua pimpinan di perusahaan hadir saat itu, ternyata mereka memang orang orang egois yang sangat antusias perihal pengurangan karyawan yang berarti pengurangan pengeluaran. 

Mereka benar benar mensuport aku yang mempunyai ide itu, dan bersiap melakukan apapun yang memang seharusnya dilakukan untuk pengurangan pengeluaran. Projek yang kami rencanakan adalah projek kecerdasan tanpa batas yang sangat bisa membantu kehidupan manusia, pertemuan di sudahi dan kami sepakat untuk terus melanjutkan projek.

Keadaan di luar semakin kacau, para pendemo sudah mulai merusak dan memaksa masuk ke dalam. Karyawan yang berada di dalam di evakuasi ke lantai paling atas untuk mencegah kemungkinan yang tidak diinginkan, aku yang seharusnya bisa pergi dari kantor harus bersabar menunggu situasi kondusif agar bisa keluar dengan tenang. 

Para pendemo ini memang gila mereka benar benar hanya ingin merusak bukan untuk menyampaikan suara, bahkan semakin malam semakin banyak yang datang. 

Memangnya apa tujuan mereka yang sebenarnya? Apakah mereka benar benar tersakiti karena pengurangan karyawan? Bukankah memang sudah seharusnya kita mempersiapkan masa depan? Bukankah seharusnya mereka harus lebih mempersiapkan diri agar bisa bersaing nantinya? Aku tidak tahu mana yang benar. 

Padahal kecerdasan adalah sesuatu yang dapat diasah, ya memang kecerdasan bisa menjadi belati bermata dua jika kita tidak siap mengantisipasi nya. Tapi tetap saja mereka merasa paling dirugikan karena kecerdasan ini, walaupun mereka sambil ikut menikmati manfaatnya. 

"lo bengong aja dari tadi, merasa paling bersalah?"

 "tenang aja kali, bukan lo doang yang ngerencanain ini" Teriakan santai mentor ku.

Akhirnya para demonstran dibubarkan oleh polisi dan status di luar gedung dinyatakan aman, aku bergegas untuk pergi dari kantor dan mengendarai mobil futuristik ku ke pusat kota. Sekedar menenangkan hati, aku memang sering sekali ke pusat kota sendirian dan berjalan melewati gedung gedung pencakar langit. 

Kali ini aku memperhatikan betul bagaimana kecerdasan buatan ini sangat mempengaruhi kehidupan, di kanan kiri ku banyak orang yang sangat bergantung pada handphone nya padahal sedang di jalan, papan papan videotron yang sangat futuristik juga terpajang di mana mana, mobil dan kendaraan lain yang menggunakan listrik juga di pakai dimana mana. 

Hujan tiba tiba turun dan langsung deras, mungkin merupakan jawaban dari gumpalan awan hitam tadi pagi. Ternyata memang benar perkataan ku tadi pagi ada seseorang yang akan tersenyum di atas kesedihan orang lain, dan orang itu adalah aku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun