Mohon tunggu...
Dhiene Ghalyanisa Ianovsky
Dhiene Ghalyanisa Ianovsky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Syaif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Ijarah (Sewa Menyewa) dalam Islam

19 Juni 2022   21:58 Diperbarui: 19 Juni 2022   23:08 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu aktivitas ekonomi di tengah kegiatan masyarakat saat ini adalah sewa menyewa. Masyarakat sudah mengenal dan mempraktekkan sewa menyewa sejak zaman dahulu dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, sewa menyewa dapat diartikan sebagai pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa. Contohnya, sewa menyewa mobil, rumah, dan lain-lain.

Bagaimana pandangan islam tentang sewa menyewa tersebut?

Dalam islam istilah sewa menyewa disebut ijarah. Ijarah adalah pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa tertentu melalui pembayaran sewa atau upah yang diketahui tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang tersebut. Dalam istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut mua'jjir, sedangkan orang yang menyewa disebut musta'jir dan sesuatu yang di akad kan untuk diambil manfaatnya disebut ajran atau ujrah (fee). 

Pembiayaan ijarah disediakan oleh  Lembaga Keuangan Syariah bagi masyarakat yang membutuhkan dana. Ijarah dalam Lembaga Keuangan Syariah adalah pembiayaan sewa yang ditujukan untuk mendapat jasa dengan ketentuan keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang disewakan.

Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ijarah antara lain, Menurut ulama Syafi'iyah, Ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu. 

Menurut Hanafiah, Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan serupa harta. Menurut Malikiyah, Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak atas manfaat suatu barang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat. Sedangkan menurut Hanabilah, Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal Ijarah dan kara' dan semacamnya.

Ijarah mempunyai beberapa manfaat yaitu, menghindarkan masyarakat dari unsur riba, mendapatkan  keuntungan dunia dan akhirat, memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Ketika kita ingin memulai sebuah usaha, kita bisa melakukan penyewaan kepada bank syariah terlebih dahulu dan tidak perlu memiliki barang modal terlebih dahulu sehingga kita tidak dibebankan dengan kewajiban menyerahkan jaminan. 

Hal ini menjadi keistimewaan dan daya tarik bagi masyarakat untuk memanfaatkan pembiayaan ijarah dibandingkan jenis pembiayaan lainnya seperti mudhorobah dan musyarakah.

Bagaimana dasar hukum dari ijarah?

Ijarah merupakan akad yang di perbolehkan, hal ini berlandaskan dalil-dalil yang terdapat pada Al-qur'an, Hadits maupun ijma ulama. Dasar hukum ijarah dalam Al-Quran :

Surat Al-Qashash: 26 

 

"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS. AlQashash: 26)

Dasar Hukum Ijarah dalam Hadits :

Hadits Riwayat 'Abd ar- Razzaq

Hadis riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

 .

"Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."

Adapun landasan ijma' tentang disyariatkannya ijarah semua ulama sepakat, yaitu diperbolehkannya seorang muslim untuk membuat dan melaksanakan akad ijarah atau perjanjian sewa-menyewa, hal ini sejalan juga dengan prinsip muamalah bahwa semua bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya

Selain itu, Bentuk legalitas syariah dari produk pembiayaan ijarah merujuk pada fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, 

serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya dan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah berikut perubahannya dengan PBI No. 10/16/PBI/2008.

Menurut Hanafiah, rukun Ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, yakni pernyataan dari orang yang upah dan mengupah. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah itu ada empat, yaitu:

  1. Shighah, yaitu ijab kabul antara mu`jir (orang yang menyewakan atau memberikan upah) dan musta`jir (orang yang menyewa sesuatu atau menerima upah).
  2. 'Aqid (pelaku akad) yaitu mu`jir  dan musta`jir
  3. Ma'qud 'alaih (semua barang yang bisa dimanfaatkan dan wujudnya tetap ada atau sesuatu yang dikerjakan).
  4. Ujrah (upah).

Ijarah dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi beberapa syaratnya, yaitu :

  • Kedua belah pihak yang melakukan transaksi ijarah sudah baligh dan berakal
  • masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa menyewa
  • Objek harus jelas dengan kepemilikannya
  • Objek sewa menyewa tersebut digunakan sesuai dengan manfaatnya
  • Kemanfaatan objek adalah yang dibolehkan oleh agama (barang tersebut halal)
  • Ada kejelasan mengenai berapa lama barang tersebut disewakan dan berapa harga sewa atas barang tersebut.

Menurut fiqh terdapat dua jenis ijarah yaitu:

  1. Ijarah atas manfaat barang (sewa-menyewa) atau al-ma'qud alaih berupa manfaat. Contohnya, penyewaan rumah untuk ditempati atau perabot untuk dipakai.
  2. Ijarah atas pekerjaan (upah-mengupah) atau al-ma'qud alaih berupa pekerjaan/skill. Contohnya, membangunkan gedung atau menjahitkan pakaian.

Selain jenis-jenis ijarah yang sudah disebutkan di atas, dikenal juga beberapa jenis ijarah dalam perbankan syariah, seperti Ijarah Mutlaqah atau leasing yaitu akad sewa menyewa yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) yaitu perpaduan antara jual beli dan sewa menyewa atau lebih tepatnya disebut akad sewa yang setelahnya diakhiri dengan dapat memiliki barang oleh si penyewa.

Kapan akad ijarah dikatakan berakhir?

Akad ijarah bisa berakhir menurut para ulama fiqh jika : Objek hilang atau musnah; Objek yang hendak disewakan mengalami kerusakan; Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir; apabila ada uzur pada salah satu pihak; Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, 

karena akad alijarah menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ijarah tidak batal dengan wafatnya seseorang yang berakad, karena manfaat menurut meraka, boleh diwariskan.

Setelah mengetahui penjelasan tentang ijarah seperti yang telah disampaikan di atas, bagi kalian yang ingin menyewa properti seperti rumah alangkah baiknya mengikuti sesuai dengan syariat islam. Selain itu ijarah merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi umat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun