Â
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS. AlQashash: 26)
Dasar Hukum Ijarah dalam Hadits :
Hadits Riwayat 'Abd ar- Razzaq
Hadis riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
 .
"Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya."
Adapun landasan ijma' tentang disyariatkannya ijarah semua ulama sepakat, yaitu diperbolehkannya seorang muslim untuk membuat dan melaksanakan akad ijarah atau perjanjian sewa-menyewa, hal ini sejalan juga dengan prinsip muamalah bahwa semua bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya
Selain itu, Bentuk legalitas syariah dari produk pembiayaan ijarah merujuk pada fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah,Â
serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya dan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah berikut perubahannya dengan PBI No. 10/16/PBI/2008.
Menurut Hanafiah, rukun Ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, yakni pernyataan dari orang yang upah dan mengupah. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah itu ada empat, yaitu:
- Shighah, yaitu ijab kabul antara mu`jir (orang yang menyewakan atau memberikan upah) dan musta`jir (orang yang menyewa sesuatu atau menerima upah).
- 'Aqid (pelaku akad) yaitu mu`jir  dan musta`jir
- Ma'qud 'alaih (semua barang yang bisa dimanfaatkan dan wujudnya tetap ada atau sesuatu yang dikerjakan).
- Ujrah (upah).