Mohon tunggu...
Dhiaz Rusyda
Dhiaz Rusyda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknik Informatika di Universitas Mercu Buana

Nama : Dhiaz Rusyda Nafsyi, NIM : 41521010163 Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi: Mengapa Bisa Terjadi dan Apa Dampaknya?

30 Mei 2023   18:52 Diperbarui: 30 Mei 2023   18:53 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita seringkali tidak asing dengan kata “Korupsi”, Korupsi merupakan masalah yang telah lama melanda berbagai negara di seluruh dunia, termasuk negara kita, Indonesia. Fenomena korupsi memiliki dampak yang merugikan, tidak hanya terhadap pemerintahan dan sektor publik, tetapi juga terhadap masyarakat secara keseluruhan. Korupsi merusak prinsip-prinsip keadilan, merugikan pembangunan, menghambat investasi, dan menciptakan ketidakstabilan politik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami latar belakang korupsi agar dapat mengatasi masalah ini secara efektif. Sejarah korupsi sebagai praktik yang merugikan telah ada sejak zaman kuno. Praktik korupsi telah terdokumentasi dalam berbagai budaya dan masyarakat, baik dalam bentuk suap, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, atau penggelapan dana publik. Korupsi tidak mengenal batasan geografis, politik, atau ekonomi. Bahkan, korupsi dapat ditemukan dalam berbagai sektor, mulai dari tingkat pemerintah pusat hingga tingkat lokal, dan dari sektor publik hingga sektor swasta.

Di negara kita, korupsi telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kita sering mendengar tentang kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, baik di level nasional maupun daerah. Korupsi mencakup berbagai tindakan, seperti penerimaan suap, penyelewengan anggaran, manipulasi kontrak, dan penyalahgunaan wewenang. Salah satu akar permasalahan korupsi adalah rendahnya tingkat integritas dalam pemerintahan dan sektor publik. Kurangnya transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang efektif memungkinkan terjadinya praktik korupsi. Sistem birokrasi yang rumit dan proses pengambilan keputusan yang tidak jelas seringkali menjadi celah bagi tindakan korupsi.

Hubungan yang kuat terdapat antara korupsi, pembangunan berkelanjutan, proses demokrasi, dan penegakan hukum. Selanjutnya, korupsi menjadi salah satu faktor utama dalam proses pemiskinan yang mengakibatkan kemiskinan yang semakin parah, pelayanan publik yang tidak optimal, kurangnya infrastruktur yang memadai, perekonomian yang mahal, dan pengeksploitasian sumber daya yang tidak menguntungkan masyarakat umum. Inilah konteks yang mendasari pentingnya kebijakan akselerasi dalam memberantas korupsi.

Selain itu, faktor-faktor sosial dan budaya juga dapat berkontribusi terhadap prevalensi ( tingkat keberadaan atau sebaran suatu keadaan pada suatu populasi ) korupsi dalam masyarakat. Beberapa faktor sosial yang dapat mempengaruhi munculnya korupsi adalah rendahnya kesadaran akan pentingnya etika, norma yang menghargai kesuksesan material, dan rendahnya kepercayaan terhadap institusi pemerintah. Budaya saling memberi dan menerima suap, juga dikenal sebagai "budaya suap", sering kali dianggap sebagai norma dalam interaksi sosial. Dampak korupsi sangat merugikan bagi pembangunan negara kita. Korupsi menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan ketidakpastian hukum dan bisnis. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, membangun sistem pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, seringkali disalahgunakan oleh oknum koruptor. Akibatnya, akses terhadap layanan publik menjadi terbatas.

Maka, penting bagi kita untuk menyadari bahwa korupsi merupakan permasalahan serius yang memiliki konsekuensi negatif yang meluas terhadap masyarakat dan pembangunan suatu negara. Tindakan korupsi merusak nilai-nilai keadilan, integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem pemerintahan dan sektor swasta.  Korupsi dapat mengambil berbagai bentuk, seperti penyuapan, penggelapan dana publik, nepotisme, atau penyalahgunaan kekuasaan. Dampaknya sangat merugikan, baik secara ekonomi maupun sosial. Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi, menghalangi investasi, menciptakan ketimpangan, dan memperparah kemiskinan. Selain itu, korupsi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan dan merusak tatanan moral sosial. Mengatasi korupsi bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan komitmen dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan lembaga internasional untuk secara efektif melawan korupsi. Langkah-langkah seperti memperkuat sistem hukum, menegakkan hukum secara tegas, memberantas penyimpangan, mendorong transparansi dan akuntabilitas, serta meningkatkan pendidikan publik merupakan beberapa strategi yang dapat diadopsi dalam upaya memerangi korupsi. 

Pengertian Korupsi 

Korupsi berasal dari kata corruptio atau corruptus dari bahasa latin. Corruptio sendiri memiliki beberapa arti yakni tindakan kejahatan yang merusak atau dapat menghancurkan sesuatu. Istilah ini dapat diartikan seperti kebejatan, kebusukan, keburukan, ketidakjujurdan, tidak bermoral, dan mudah untuk disuap. Corruptio bisa berubah menjadi corruption dalam bahasa inggris dan corruptie dalam bahasa belanda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, Korupsi merujuk pada tindakan melanggar hukum yang melibatkan penggunaan uang negara (atau dana dari perusahaan, organisasi, yayasan, dan entitas serupa) secara salah atau tidak semestinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keuntungan orang lain. Menurut United Nations Office on Drugs and Crime atau UNODC, korupsi merupakan fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks yang mempengaruhi semua negara. Korupsi merusak proses yang mendasari sistem politik demokrasi, melambatkan perkembangan ekonomi, dan berkontribusi pada ketidakstabilan pemerintahan. Korupsi mengancam dasar institusi demokratis dengan mengubah proses pemilihan umum, melanggar hukum, dan menciptakan perangkap birokrasi yang hanya bertujuan untuk meminta suap. UNODC juga memiliki dua definisi khusus untuk korupsi, yaitu : 

  • Pertama, korupsi melibatkan tindakan memberikan, menawarkan, atau memberikan suap kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang atau badan lain, agar pejabat tersebut melakukan atau tidak melakukan tugas resminya.
  • Kedua, korupsi mencakup permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun orang atau badan lain, dengan tujuan agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya.

Berdasarkan pandangan hukum yang ditulis pada UU No. 31 Tahun 199 yang sudah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya bisa dikategorikan ke dalam berbagai kelompok, diantaranya sebagai berikut:

  • Pemerasan : tindakan untuk mengambil sebanyak-banyaknya keuntungan dari korban dengan memberikannya ancaman. 
  • Gratifikasi : tindakan memberikan fasilitas seperti peminjaman tanpa bunga, memberikan sesuatu dengan cuma-cuma agar penerima dapat tersentuh hatinya dan bisa melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku gratifikasi.
  • Benturan kepentingan dalam pengadaan
  • Kerugian keuangan negara.
  • Penggelapan dalam jabatan : Tindakan yang menyerupai kasus pencurian. Jika konteksnya berada di dalam jabatan, maka pelaku penggelapan akan menghilangkan atau menyembunyikan laporan keuangan atau barang bukti demi kepentingan pribadi. 
  • Perbuatan curang 
  • Suap menyuap : tindakan memberikan sesuatu kepada orang lain yang bersangkutan, dengan beberapa syarat agar keinginannya dapat terpenuhi. Sebagai contoh yang mudah : Ibu Ani ingin anaknya bersekolah di SMA yang terkenal, namun karena prestasi anaknya tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterima di sekolah tersebut, Ibu Ani tetap memaksa dan memberikan uang dalam jumlah banyak agar anaknya tetap diterima di SMA tersebut. 

Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Korupsi sudah menyebar dengan sangat luas, tidak hanya di lingkup pemerintahan namun juga lingkungan masyarakat seakan-akan tindakan korupsi sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa dijumpai. Hal inilah yang membuat pandangan atau pengertian dari korupsi memiliki banyak makna. Yang pada intinya masih tetap; Korupsi merupakan tindakan yang jahat dan merugikan Negara. 

Pandangan Ahli, Undang-undang dan Bank Dunia tentang Korupsi 

  • Muhammad Ali mengatakan bahwa : Korup merupakan karakter yang senang untuk menerima suap ataupun melakukan suap, sedangkan korupsi merupakan tindakan atau perbuatan dari korup, seperti penggelapan dana. Terakhir, pelaku dari tindakan korupsi disebut sebagai Koruptor. 
  • Juniadi Suwartojo (1997) mengemukakan bahwa korupsi adalah tindakan pelanggaran norma yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan memanfaatkan atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan penerimaan, pemberian fasilitas, atau layanan lainnya yang terkait dengan penerimaan atau pengeluaran uang atau aset, serta dalam perizinan atau layanan lainnya. Tindakan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, merugikan kepentingan keuangan negara serta masyarakat umum, demi keuntungan pribadi atau kelompok.
  • Menurut M. Mc. Mullan, Seorang pejabat pemerintahan dikatakan koruptor apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti menjalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan. 
  • Sam Santoso mengungkapkan bahwa Korupsi adalah bentuk lain dari pencurian. Korupsi merupakan wujud penyimpangan tingkah laku tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri. Konon untuk memperoleh jabatan itu ada biayanya, yang dianggap sebagai kewajiban oleh pelakunya. Karena itu, setelah pejabat ia merasa punya hak untuk korupsi.
  • UU No 31 Tahun 1999 menuliskan bahwa Korupsi dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja melanggar hukum untuk melakukan perbuatan yang tidak bermoral, dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu perusahaan. Tindakan ini mengakibatkan kerugian keuangan bagi negara atau ekonomi negara. 
  • World Bank (2000) mengatakan bahwa Korupsi merupakan tindakan yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang untuk kepentingan diri sendiri.

Teori Fraud Triangle: Sebuah Analisis untuk Potensi Kecurangan.

Teori Segitiga Penipuan (Fraud Triangle) dikembangkan oleh Donald R. Cressey, seorang kriminolog. Cressey tertarik untuk menyelidiki faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan penipuan dan penggelapan dana. Hasil penelitiannya kemudian diungkapkan dalam bukunya yang berjudul Other People's Money: A Study in the Social Psychology of Embezzlement. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana kita mengetahui adanya potensi kecurangan, penipuan, atau kebohongan yang sebisa mungkin harus dicegah. Jika dibiarkan, akan muncul potensi fraud atau kecurangan yang merugikan orang lain. Sebagai contoh, kita sebagai pemilik usaha, selain memperhatikan kinerja karyawan, juga harus bisa menganalisa kemungkinan terjadinya kecurangan menggunakan teori Fraud Triangle. 

Segitiga Kecurangan oleh Donald R. Cressey (Dhiaz Rusyda, 2023)
Segitiga Kecurangan oleh Donald R. Cressey (Dhiaz Rusyda, 2023)

Terdapat tiga kecurangan yang ada menurut Donald R. Cressey, yaitu : 

  • Peluang atau Opportunity, artinya adalah adanya pengawasan yang lemah dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan fraud atau kecurangan. Fungsi dari seorang penjaga atau pengawasan yang tidak jelas keberadaannya, membuat pelaku bisa berbuat sesuka hati saat melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, dibutuhkan fungsi Internal Control atau kendali yang selalu mengawasi dengan ketat untuk mencegah terjadinya Fraud dalam organisasi. Peluang atau kesempatan dari fraud atau kecurangan juga bisa terjadi saat ada pelaku yang melakukan dua atau lebih pekerjaan sekaligus.Seperti contoh, adanya seorang karyawan yang menjadi tim sales di suatu perusahaan, tugas utamanya adalah hanya membuat laporan penjualan. Namun, karyawan tersebut juga bisa menerima pembayaran dari client secara langsung. Hal ini merupakan sebuah kesempatan bagi pelaku agar dirinya dapat menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
  • Tekanan atau Pressure, mengacu pada niat seseorang untuk melakukan penipuan atau kecurangan. Tekanan ini menjadi motivasi atau dorongan bagi pelaku untuk memutuskan untuk berbuat curang. Selain itu, masalah pribadi yang menghantui dan sering dialami juga menjadi alasan untuk melakukan penggelapan dana, pencurian, atau kecurangan lainnya. Contohnya, seorang karyawan yang memiliki utang besar karena gaya hidup yang berlebihan mungkin tergoda untuk melakukan penggelapan dana ketika diminta untuk mengelola proyek dengan dana besar dan pengawasan yang minim. Selain masalah keuangan, kecurangan juga sering terjadi ketika seorang karyawan ingin menjatuhkan karyawan lain.Tuntutan pekerjaan atau tuntutan dari atasan juga dapat menjadi penyebab terjadinya kecurangan. Misalnya, saat dihadapkan pada tenggat waktu atau target yang ketat. Karena tekanan tersebut dan rasa stres karena belum mencapai target, seorang karyawan dapat melakukan berbagai tindakan, seperti memasukkan data pembeli palsu.
  • Pembenaran atau Rationalization, adalah ketika pelaku yang memberikan pembelaan diri dan membuat banyak alasan atas perbuatan yang sudah dilakukan, dengan tujuan perbuatannya tersebut dapat diampuni dan dimaklumi. Sebagai contoh, karyawan ini melakukan kecurangan karena mengeluh soal jumlah gaji yang kurang. 

Penyebab Korupsi menurut John Peter Bologne

Korupsi jelas bukanlah perbuatan yang dapat dipertimbangkan dua kali, Korupsi merupakan kejahatan yang dapat merugikan seluruh orang di dunia. Korupsi masuk kedalam kategori FRAUD, yakni kecurangan untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan pemerasan, penggelapan dana dan penyalahgunaan kekuasaan. Teori GONE yang dikembangkan oleh John Peter Bologne atau Jack Bologne juga menjelaskan demikian. Bahwasannya,  faktor atau penyebab korupsi adalah Greeds atau keserakahan, Opportunity atau kesempatan, Needs atau kebutuhan, dan Exposure atau pengungkapan. 

Teori Gone oleh John Peter Bologna (Dhiaz Rusyda, 2023)
Teori Gone oleh John Peter Bologna (Dhiaz Rusyda, 2023)
Dengan teori GONE ini, empat hal yang menjadi faktor terjadinya korupsi dapat menjadi lebih detail mengenai tindakan fraud atau kecurangan, atau "Penyebab terjadinya Korupsi". Penjelasan dari empat faktor tersebut menurut John Peter Bologne adalah sebagai berikut : 
  • Greeds atau Keserakahan, artinya adalah sebuah dorongan yang membuat pelaku buta akan segala tindakannya. Dengan keserakahan ini, pelaku bisa melakukan segala hal dan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Seperti contoh, Pak Azar adalah pekerja disebuah perusahaan minyak dan tambang. Pak Azar kebetulan melihat dan menyadari berapa banyak penghasilan yang didapat bila ia menjadi seorang pemilik dari perusahaan tersebut. Karena serakah, Pak Azar membulatkan tekat untuk menguasai perusahaan minyak dan tambang tersebut, tidak peduli bagaimana caranya. Yang penting, Pak Azar bisa mendapatkan apa yang ia mau. Pak Azar tidak memperhatikan apa yang sudah ia punya, seperti tabungan dan simpanan uang pribadinya. Pak Azar selalu merasa kekurangan dan enggan bersyukur atas apa yang sudah ia miliki. 
  • Opportunity atau Kesempatan, artinya adalah Kesempatan yang merupakan bagian penting dari setiap pekerjaan fraud karena kesempatan dianggap faktor pemicu terjadinya kecurangan. Semakin tinggi tingkat kesempatan yang ada, maka semakin tinggi juga potensi terjadinya fraud atau kecurangan seperti korupsi. Sebagai contoh lanjutan dari Greeds diatas, Pak Azar selalu lolos dalam pengawasan dan hal tersebut membuat Pak Azar mudah melancarkan aksinya, dimulai dari mencuri uang hingga penggelapan dana demi kepentingan pribadi. Karena pengawasan yang lengah pula dapat merugikan perusahaan tersebut dan mendukung perilaku korupsi Pak Azar. 
  • Needs atau Kebutuhan, artinya adalah dengan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dari Pelaku, misalnya Pak Azar yang memiliki banyak kebutuhan untuk kehidupan keluarganya dan semua itu harus terpenuhi agar menjadi keluarga yang berkecukupan, Pak Azar semakin termotivasi atau terdorong untuk melakukan tindak korupsi atau kecurangan (fraud). Semakin tinggi tingkat kebutuhannya, maka akan semakin tinggi potensi seseorang melakukan korupsi.   
  • Expose atau Pengungkapan, artinya adalah konsekuensi yang didapat oleh pelaku korupsi apabila dia diketahui berbuat kecurangan. Dan konsekuensi yang ada ini tidak menjamin pelaku untuk berhenti melakukan tindakan korupsi, bisa jadi setelah hukuman yang ada, pelaku berbuat korupsi lagi. Seperti contoh, Pak Azar diketahui melakukan korupsi sebesar ratusan juta dan dihukum atas perilakunya. Namun, perlu diwaspadai bahwa Pak Azar bisa jadi belum 'kapok' atas perilakunya. Maka kita perlu adanya hukum yang tegas untuk pelaku korupsi di Indonesia. 

Pandangan Korupsi menurut Robert Klitgaard

Robert Klitgaard adalah seorang ahli dalam bidang penelitian tentang korupsi dan upaya pemberantasan korupsi. Ia telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam pemahaman fenomena korupsi dan merumuskan berbagai konsep terkait dengan masalah ini. Korupsi, menurut pandangan Robert Klitgaard, dapat diartikan sebagai tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau keuntungan bagi individu, keluarga, atau kelompok tertentu. Istilah korupsi ini secara khusus berkaitan dengan pejabat publik atau pejabat negara yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi, baik berupa status maupun uang.

Korupsi adalah sebuah tindakan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi pelaku korupsi. Korupsi dapat dijelaskan sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatan negara dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi berupa status atau uang, yang dapat melibatkan individu, keluarga dekat, atau kelompok tertentu. Selain itu, korupsi juga melibatkan pelanggaran aturan dalam melakukan beberapa tindakan pribadi. Korupsi sering terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat dan kontrol yang ada terhadap penggunaan kekuasaan tersebut. Korupsi sering kali muncul ketika peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan tidak diimbangi oleh sistem pengawasan dan hukuman yang efektif. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap tindakan korupsi.

Robert Klitgaard juga menekankan pentingnya faktor ekonomi dalam memahami korupsi. Baginya, korupsi sering kali terkait dengan insentif ekonomi, di mana pelaku korupsi mendapatkan keuntungan finansial atau materi dari tindakan korupsi yang mereka lakukan. Dalam konteks ini, Klitgaard mengembangkan konsep "rumus korupsi" yang terdiri dari tiga elemen utama, yaitu monopoli kekuasaan, diskresi, dan ketidakefektifan sistem pengawasan.

Monopoli kekuasaan merujuk pada situasi di mana pejabat memiliki kendali penuh terhadap sumber daya atau keputusan yang dapat memberikan keuntungan. Diskresi mengacu pada kebebasan yang dimiliki oleh pejabat dalam mengambil keputusan tanpa terlalu banyak kendali atau pengawasan. Ketidakefektifan sistem pengawasan mengindikasikan lemahnya mekanisme pengawasan yang dapat mencegah atau mengungkap tindakan korupsi. Robert Klitgaard juga menyatakan bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat secara luas. Korupsi dapat menghambat pembangunan ekonomi dan sosial, mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik, dan menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

"Bagaimana Bisa Korupsi dapat terjadi? (Menurut Robert Klitgaard)"

Faktor utama yang menyebabkan Korupsi terjadi menurut Robet Klitgaard adalah  adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak diseimbangi oleh akuntabilitas, rumusnya adalah C = M + D - A, atau Teori CMDA.  Maksud dari rumus disamping adalah : 

Teori CMDA Robert Klitgaard mengenai Faktor Korupsi (Dhiaz Rusyda, 2023)
Teori CMDA Robert Klitgaard mengenai Faktor Korupsi (Dhiaz Rusyda, 2023)

C = Corruption atau Korupsi 

M = Monopoly of Power atau Monopoli Kekuasaan

D = Discretion atau Dirskresi

A = Accountability atau Accountabilitas

Penjelasan : 

  • Monopoli Of Power atau Monopoli Kekuasaan : Artinya adalah Situasi di mana satu kelompok atau individu memiliki kekuasaan atau pengaruh yang dominan atau eksklusif dalam suatu wilayah, industri, atau sektor tertentu disebut sebagai monopoli kekuasaan. Dalam konteks politik, monopoli kekuasaan terjadi ketika satu partai politik atau individu memegang kekuasaan yang tidak terbagi atau sangat mendominasi dalam pemerintahan suatu negara. Monopoli kekuasaan ini dapat memiliki beberapa konsekuensi negatif. Salah satunya adalah ketidakseimbangan kekuatan yang dapat menghambat sistem checks and balances (konsep yang digunakan dalam sistem pemerintahan untuk mencegah penggunaan kekuasaan yang berlebihan dan menjamin bahwa tidak ada cabang pemerintahan yang terlalu dominan. Prinsip ini sering diterapkan dalam sistem demokratis untuk menjaga keadilan, keseimbangan kekuasaan, dan melindungi hak-hak individu. ) yang penting untuk menjaga demokrasi dan melindungi hak asasi manusia. Konsentrasi atau penggunaan kekuasaan yang berlebihan pada satu entitas dapat menyebabkan tindakan kriminal, korupsi, dan perilaku sewenang-wenang.  Selain itu, monopoli kekuasaan juga dapat menghambat persaingan yang sehat dalam ekonomi. Jika satu perusahaan atau kelompok perusahaan menguasai sepenuhnya suatu industri atau sektor, mereka dapat mengendalikan harga, membatasi pilihan konsumen, dan menghalangi masuknya pesaing baru. Akibatnya, ini dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen dan menghambat inovasi serta pertumbuhan ekonomi. 
  • Discretion atau  Diskresi : Artinya adalah sebuah kebebasan untuk mengambil keputusan pada masalah yang dihadapi. Dalam konteks teori CMDA, Diskresi mengarah pada pengambilan keputusan oleh seseorang yang memiliki wewenang atas pertimbangan pribadinya pada kekuasaan yang dimiliki. 
  • Accountability atau Accountabilitas : Artinya adalah pengawasan dan pertanggungjawaban. Akuntabilitas merupakan implementasi dari pertanggungjawaban seseorang atau sebuah organisasi kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkan keterangan tentang kegiatan bisnis atau kinerja dalam menjalankan tugas demi mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan adanya akuntabilitas adalah agar setiap langkah atau perbuatan yang dilakukan memiliki pertanggungjawaban.

Contoh kasus dari CMDA ini adalah sebagai berikut; Bu Eri adalah Sekertaris Utama di Perusahaan A. Bu Eri merasa dirinya adalah seorang senior disana dan berusaha untuk mengendalikan segala macam tugas yang ada karena ambisi berlebihan untuk mendapatkan kekayaan atau gaji yang lebih besar. Sehingga karyawan disana terbiasa melihat Bu Eri mengatur segala hal, bahkan Bu Eri sudah terlihat seperti Bos. Semua laporan dikirim ke Bu Eri. Dalam hal ini, Bu Eri ingin menguasai kantor tempat kerjanya untuk mendapatkan upah lebih banyak. Ketika ia melihat banyaknya uang perusahaan melalui laporan yang datang padanya, Bu Eri tergiur dan menggunakan sebagian uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Minimnya pengawasan dari pemilik perusahaan membuat Bu Eri terus melakukan penggelapan dana sesuka hati. Setelah uang digunakan, laporan keuangan yang diberikan padanya akan ia ubah sesuai skenario yang telah dibuat. Sehingga perusahaan tidak mengetahui adanya dana yang hilang.  

Contoh kasus lain; Anggaplah Pak Adi merupakan seorang Manajer di Bank Swasta, satu-satunya manajer di Bank tersebut. Nah, adanya kekuasaan yang dimiliki tidak membuat Pak Adi sembarangan untuk menggunakannya, walaupun hanya Pak Adi sendiri yang menjadi Manajer (tidak memiliki saingan). Dari sini, Pak Adi tidak ingin melakukan monopoli kekuasaan. Pak Adi selalu adil dalam bertindak dan selalu rutin melakukan cek pada laporan keuangan seperti jumlah pengeluaran dan pemasukkan (Pak Adi menerapkan Akuntabilitas). Jika adanya sebuah kesalahan, Pak Adi akan bertanya dengan sangat detail pada orang yang bersangkutan karena Pak Adi merasa itu adalah tanggung jawabnya dan tanggung jawab dari seseorang yang membuat laporan keuangan. JIKA terbukti orang itu bersalah, Pak Adi akan langsung melaporkannya ke pihak berwenang dan menolak mentah-mentah uang suap dari pelaku yang ingin dirinya tetap aman. Pak Adi juga akan melakukan cek laporan keuangan lebih rutin dari biasanya. Dari sini, Pak Adi tepat mengambil keputusan dan melakukan pengawasan serta tanggung jawab yang baik. Dari sifat seperti itu maka akan memunculkan lingkungan yang positif. 

Kasus Korupsi di Indonesia 

Kasus Korupsi di Indonesia cukup banyak. Salah satunya adalah baru-baru ini terjadi tindakan korupsi pada SMAN 21 Bandung yang ingin melakukan study tour menuju Yogyakarta. Seluruh siswa yang mengikuti kegiatan ini sudah melakukan pembayaran sebesar 1,3 juta rupiah dan pihak sekolah sudah memberikan uang sebesar 10 juta rupiah ke rekening perusahaan pihak travel sebagai tanda kesepakatan. Namun, kegiatan study tour terpaksa berhenti karena uang dengan total 400 juta rupiah dinyatakan hilang.  Manajer dari Pihak travel mengatakan bahwa uang sebesar 400 juta tidak pernah masuk kedalam rekening perusahaannya. Kemudian setelah diselidiki lebih lanjut, pihak sekolah memberikan uang pada tersangka, "ICL", yang bekerja sebagai freelancer marketing di pihak travel tersebut. Diduga, uang 400 juta sudah lenyap digunakan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi.  Alhasil, ratusan siswa SMA 21 Bandung melakukan aksi demo di halaman sekolah mereka sebagai tanda kecewa yang besar. 

Kasus Korupsi lainnya di Indonesia dilakukan oleh Menteri Kominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Johnny Gerard Plate, dalam projeknya yaitu BTS 4G atau penyediaan layanan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastuktur pendukung 1 hingga 5 BAKTI kementrian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 hingga 2022. Menurut Kepala BPKP atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yaitu Muhammad Yusuf Ateh, telah menyimpulkan bahwa Negara Indonesia rugi 8,32 Triliun pada hari Senin (15/5/2023). Mahfud MD selaku Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam, menyampaikan bahwa "Tiang itu dilihat dari Satelit oleh BPKP kan hanya ada 985, itupun semua yang dijadikan sampel tidak ada, hanya barang-barang mati atau mangkrak.". Namun, menurut Pihak Kejaksaan Agung, proyek ini tetap dilanjutkan sehingga kepentingan masyarakat yang membutuhkan jaringan 4G tetap terpenuhi. Kini, Kejaksaan Agung sedang mengggeledah kediaman Johny G. Plate untuk persoalan yang bersangkutan. Secara hukum, Menteri Komunikasi dan Informatika ini menjadi tersangka korupsi proyek BTS 4G atas pasal Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3, Juncto Pasal 5 KUHP.  

Sedangkan yang terakhir, kasus korupsi tersbesar di Indonesia dilakukan oleh Konglomerat Sawit di Riau, Surya Darmadi atau disebut Apeng. Kasus Korupsi yang dilakukan oleh Apeng adalah Penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Perusahaan perkebunan milik Surya, Grup Duta Palma menggarap lahan tersebut tanpa izin sepanjang 2003-2022. Menurut perhitungan Kejaksaan Agung, total kerugian yang diakibatkan dari kasus korupsi ini adalah 78 Triliun rupiah. Karena kejahatannya melakukan tindak korupsi, Apeng dijatuhi hukuman 15 Tahun penjara. 

Dampak Kerugian dari Korupsi 

Dampak Negatif dari Perbuatan Korupsi (Dhiaz Rusyda, 2023)
Dampak Negatif dari Perbuatan Korupsi (Dhiaz Rusyda, 2023)
  • Kemiskinan Meningkat : Tingkat kemiskinan yang meningkat akibat korupsi mengarah pada keadaan di mana tingkat kemiskinan dalam suatu negara atau wilayah mengalami peningkatan, karena adanya korupsi yang melibatkan penyalahgunaan dana publik atau alokasi sumber daya yang tidak adil. 
  • Hilangnya Kepercayaan : Hilangnya kepercayaan pada dampak korupsi mengarah pada keadaan di mana masyarakat kehilangan keyakinan atau kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah atau lembaga untuk mengatasi masalah korupsi dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Ketika kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik rusak akibat korupsi, hal ini dapat memiliki konsekuensi serius terhadap stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan keadilan sosial. 
  • Akses Masyarakat menjadi terbatas : Akses atau Fasilitas bagi masyarakat menjadi terbatas. Seperti contoh pada bidang kesehatan, adanya alat kesehatan yang digunakan untuk masyarakat harus memiliki kualitas yang baik dan meyakinkan karena hal ini menyangkut nyawa seseorang. Jika adanya kasus korupsi dalam bidang kesehatan ini, yang terjadi adalah adanya alat kesehatan yang buruk, tidak dapat digunakan dalam waktu yang lama dan mudah rusak. Keadaan tersebut jelas mengkhawatirkan dan merugikan karena pastinya akan ada biaya tambahan untuk membeli alat kesehatan yang baru. Kemudian, sektor yang paling banyak kasus Korupsi adalah sektor Pembangunan, dimana seharusnya pihak berwenang melakukan tugasnya untuk membangun infrastruktur bagi Masyarakat. Namun, karena adanya tindakan korupsi maka pembangunan yang tadinya akan dibuat, selanjutnya pembangunan tersebut hanyalah rencana abadi atau tidak memiliki hasil yang memuaskan. 
  • Kriminalitas ikut meningkat : Adanya Korupsi juga membuat angka kriminalitas meningkat. Mengapa demikian? setiap kejahatan pasti akan ada hukumannya. Yang menjadi masalah adalah ketika hukuman yang dijatuhkan oleh koruptor tidak adil atau bahkan tidak dihukum sama sekali. Dengan kata lain, lemahnya hukum yang ada membuat keadaan sosial merasa tidak adil dan menciptakan rasa frustasi. Hal tersebut bisa mengakibatkan seseorang lebih berani melibatkan dirinya pada aksi kriminal untuk kepentingan pribadi maupun sebagai aksi untuk mencari keadilan. 
  • Investasi yang terhambat : Korupsi menyebabkan investasi menjadi terhambat. Investor jadi enggan atau takut untuk berinvestasi karena banyaknya kasus korupsi yang merugikan dirinya. Sebagai contoh, dalam sektor pembangunan selalu membutuhkan uang untuk peralatan hingga bahan pembangunan. Namun karena adanya korupsi, uang yang tadinya dikhususkan untuk peralatan dan bahan langsung lenyap tanpa alasan. Sehingga, proses pengerjaan pembangunan lebih lama atau bahkan sengaja diperlambat agar pelaku mendapatkan uang dengan mudah. 
  • Ekonomi Negara menurun dan tidak berkembang : Memiliki fasilitas yang baik adalah harapan bagi semua masyarakat. Namun, adanya korupsi membuat harapan masyarakat tidak terpenuhi, fasilitasnya pun hanya rencana belaka alias tidak ada hasilnya. Karena modal finansial yang tadinya ditujukan untuk peningkatan ekonomi, justru menghambat perkembangan ekonomi karena modalnya yang hilang digunakan untuk kepentingan pribadi.
  • Citra pemerintahan yang buruk :  Praktik Korupsi sangat luas di lingkungan pemerintahan, sehingga menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat akan kemampuan pemerintahan yang rendah dalam mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia. Jika adanya hukum yang kuat dan tegas dalam memberantas korupsi, masyarakat pasti yakin tidak ada lagi kasusu korupsi dimanapun.


KPK : "Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa."

KPK : Korupsi Merupakan Kejahatan Luar Biasa, (Dhiaz Rusyda, 2023)
KPK : Korupsi Merupakan Kejahatan Luar Biasa, (Dhiaz Rusyda, 2023)

Korupsi adalah sebuah kejahatan yang memberikan dampak negatif dengan skala besar. Semua bidang merasakan dampak yang diberikan dari tindakan korupsi. Kecurangan ini juga melanggar Hak Asasi Manusia karena merenggut hak manusia lain untuk kepentingan pribadi. Bayangkan, jika angka korupsi di Indonesia itu turun atau sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, maka segala fasilitas yang ditujukan oleh masyarakat sangatlah memadai dan mencukupi kebutuhan. Korupsi dapat merusak segala hal, dan merusak ekonomi yang stabil. 

Korupsi telah lama menjadi masalah yang meresahkan masyarakat di seluruh dunia. Kejahatan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berdampak negatif pada pembangunan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Pertama-tama, korupsi menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan alias tidak bisa diabaikan begitu saja. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program sosial, seringkali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Proyek-proyek pembangunan yang penting terhambat atau tidak terealisasi sepenuhnya karena dana yang seharusnya dialokasikan untuk mereka malah terperangkap dalam jaring-jaring korupsi. Dampaknya adalah terhambatnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, dan semakin meluasnya kesenjangan sosial.

Selain itu, korupsi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga publik. Ketika warga merasa bahwa pemimpin mereka tidak dapat dipercaya dan hanya mementingkan diri sendiri, hal ini menciptakan ketidakstabilan sosial dan politik. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi publik dapat menghambat partisipasi publik dalam pembangunan negara dan memperburuk masalah sosial yang ada.

Dampak korupsi juga sangat terasa di bidang sosial, khususnya dalam upaya mengurangi kemiskinan. Dana bantuan dan program-program sosial yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan sering kali disalahgunakan oleh para koruptor. Akibatnya, program-program tersebut tidak efektif dalam memberikan manfaat kepada mereka yang membutuhkan, dan kemiskinan semakin meluas. Ketidakadilan sosial menjadi semakin nyata, karena sumber daya dan kesempatan tidak didistribusikan secara merata.

Sistem peradilan juga terdampak oleh korupsi. Korupsi mengancam independensi lembaga-lembaga hukum dan mengurangi akses masyarakat terhadap keadilan. Ketika koruptor atau mereka yang memiliki kekuasaan korup terhindar dari hukuman yang pantas, hal ini menciptakan ketidakadilan yang meluas dan menggerogoti keyakinan masyarakat terhadap sistem peradilan. Implikasinya adalah rendahnya kepercayaan masyarakat pada hukum dan meningkatnya budaya impunitas.

Terakhir, korupsi merusak pelayanan publik yang seharusnya berkualitas. Sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan terganggu oleh praktik korupsi. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat disalahgunakan oleh oknum-oknum yang korup, yang berakibat buruk pada kualitas layanan dan kesejahteraan umum.

Pencegahan dan Cara Mengurangi tindak Korupsi

Adanya sistem Checks and Balance pada sistem pemerintahan Indonesia perlu ditegaskan kembali. Sebaiknya, jangan memberikan kekuasaan yang absolut pada seseorang. Jika memang ingin memberikan kekuasaan, maka disertai dengan pengawasan yang ketat atau akuntabilitas, agar terjadinya lingkungan yang sehat dan jujur. Kemudian, perlu adanya hukuman yang tegas pada pelaku korupsi. Sebagian Negara seperti Korea Utara, Cina, Iran dan Irak menerapkan hukuman mati bagi para Koruptor. Hal ini bertujuan agar manusia memiliki moral dan tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. 

Sistem hukum yang kuat dan independen sangat penting dalam pencegahan korupsi. Perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap tindak korupsi, termasuk investigasi yang efektif, proses peradilan yang adil, dan hukuman yang memadai bagi pelaku korupsi. Menguatkan lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk kepolisian dan lembaga peradilan, juga merupakan langkah yang krusial dan penting.

Kemudian, penting bagi Masyarakat untuk memahami bahaya dari tindak Korupsi. Pendidikan hingga Kesadaran masyarakat sangat berarti. Masyarakat harus diberdayakan untuk mengenali dan melaporkan praktik korupsi. Program pendidikan anti-korupsi dapat diperkenalkan di sekolah dan universitas untuk membangun kesadaran dan nilai-nilai integritas. 

Akan lebih baik jika hadir atau adanya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan tindakan korupsi di lingkungan sekitarnya. Masyarakat harus didorong untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, pemantauan proyek-proyek publik, dan pengawasan pelaksanaan program-program pemerintah. Keterlibatan masyarakat dapat membantu mencegah korupsi dengan meningkatkan akuntabilitas dan memberikan tekanan pada pejabat pemerintah untuk bertindak dengan integritas. 

Kesimpulan 

Korupsi adalah tindakan kejahatan yang menyalahgunakan kekuasaan maupun wewenang untuk kepentingan pribadinya sendiri. Menurut John Peter Bologne, faktor terjadinya korupsi ini masuk kedalam Teori GONE (Greeds atau Keserakahan, Opportunity atau Kesempatan, Needs atau kebutuhan, Expose atau Pengungkapan). Yang mana dalam teori GONE ini seluruhnya saling berkaitan dengan Teori Fraud oleh Donald R. Cressey. Teori ini berisi tentang Kecurangan karena Korupsi juga termasuk kedalamnya. Secara garis besar, faktor utama adanya korupsi adalah adanya monopoli kekuasaan, kebebasan untuk pengambilan keputusan yang tidak diseimbangkan dengan pengawasan. Hal ini merupakan Teori CMDA yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard. 

Sifat keserakahan membuat seseorang lupa dan buta akan perbuatan yang baik dan buruk. Pastinya, orang tersebut rela mengorbankan atau melakukan apapun demi tujuan dan keinginannya tercapai dengan mudah. Korupsi merupakan salah satu solusi bagi mereka yang serakah. Penggelapan dana, Suap, dan lainnya membuat koruptor mudah mendapatkan apa yang diinginkan karena merampas hak milik orang lain tanpa pertanggungjawaban. Semua orang dirugikan oleh kejahatan ini. Maka dari itu, perlu hukuman yang tegas bagi koruptor agar 'kapok' dan tidak mengulangi kejahatan yang sama. 

Referensi :

International Monetary Fund, 1998. "International Cooperation Against Corruption (Robert Klitgaard)". Diakses tanggal 28 Mei 2023 melalui https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/1998/03/pdf/klitgaar.pdf

Purwanto, et al., 23 Januari 2021, "Students Academic Fraud Behaviour A Gone Fraud Theory Explanation of Indonesian Students' Exam Fraud.". Diakses pada 28 Mei 2023 melalui https://www.questjournals.org/jrhss/papers/vol9-issue2/Ser-2/A09020108.pdf

Taylor and Francis Group, 2019. "Engaging corruption: New ideas for the International Monetary Fund" diakses pada 29 Mei 2023, melalui https://www.tandfonline.com/doi/epdf/10.1080/25741292.2019.1612542?needAccess=true&role=button

Dr. Susanto, S.H., M.M., M.H. 2020. "Membangun Negeri Tanpa Korupsi". Diakses pada 29 Mei 2023, melalui https://lppm.unpam.ac.id/2020/04/21/membangun-negeri-tanpa-korupsi/#:~:text=Teori%20CDMA%20(Robert%20Klitgaard)%20Korupsi,akuntabilitas%20akan%20memunculkan%20sikap%20serakah.

Budiyoni, et al,. 2018. "Studi Tentang Teori Gone dan Pengaruhnya Terhadap Fraud Dengan Idealisme Pimpinan Sebagai Variabel Moderasi: Studi Pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintahan". Diakses pada 29 Mei 2023 melalui https://jurnal.usk.ac.id/JDAB/article/view/8253

lib.lemhannas.go.id . 2011. "Implementasi Kewaspadaan Nasional Terhadap Bahaya Korupsi di Lingkungan Aparatur Pemerintahan Guna Menumbuhkan Kesadaran Dalam Rangka Ketahanan Nasional." Diakses pada 29 Mei 2023, melalui http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000011883/swf/1485/files/basic-html/page4.html

unodoc.org , "UNODC's Action against Corruption and Economic Crime". Diakses pada 29 Mei 2023, melalui https://www.unodc.org/unodc/en/corruption/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun