Sejak dibentuk pada 13 Agutus 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjadi salah satu institusi pilar utama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selama 20 tahun pula Mahkamah Konstitusi kokoh berdiri menjadi penjaga konstitusi dan pengayom hak-hak warga negara.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memiliki peran strategis menegakkan supremasi hukum, melindungi hak asasi manusia, dan memastikan keseimbangan kekuasaan antarlembaga negara. Beragam putusan penting dari Mahkamah Konstitusi telah berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Indonesia, Mahkamah Konstitusi pun memiliki peran krusial mengawal demokrasi dan menjaga supremasi konstitusi.
Kinerja yang berhubungan langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara membuat Mahkamah Konstitusi mau tidak mau akan selalu disorot publik. Untuk itu, Mahkamah Konstitusi perlu memahami berbagai catatan dan harapan publik untuk dapat meningkatkan kinerja. Hal ini penting karena publik telah sampai pada titik yang menganggap bahwa Mahkamah Konstitusi tak pernah lepas dari berbagai masalah.
Rapor dari 2020 Menuju 2024
Tercatat sejak pertengahan 2020, Mahkamah Konstitusi terjebak dalam situasi politik dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Pada 2021, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan kontroversial terkait uji materi perubahan UU MK yang menuai kritik karena adanya dugaan konflik kepentingan di antara para hakim konstitusi.
Masalah kembali muncul pada 2022 setelah DPR secara sepihak mengintervensi MK dengan memberhentikan hakim Aswanto dari jabatannya. Sementara itu, tahun ini, Mahkamah Konstitusi dihadapkan dengan tuduhan skandal terkait perubahan frasa dalam salinan putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara uji materi perubahan ketiga UU MK.
Tantangan yang akan dihadapi MK dipastikan meningkat pada 2024. Pasalnya, di tahun politik tersebut, Mahkamah Konstitusi akan memainkan peran penting dalam memeriksa dan mengadili perselisihan hasil Pemilu 2024.
Tantangan dan Harapan
Serangkaian masalah dalam beberapa tahun terakhir tentu memengaruhi reputasi Mahkamah Konstitusi ke depan. Di saat yang sama, Mahkamah Konstitusi menghadapi tiga tantangan, yaitu imparsialitas, independensi, dan akuntabilitas sebagai bagian dari prinsip kekuasaan kehakiman. Tiga prinsip utama tersebut lantas menjadi catatan publik yang perlu ditangani dan ditindaklanjuti Mahkamah Konstitusi.
1. Imparsialitas
Menyoal imparsialitas, Mahkamah Konstitusi harus menjaga agar para hakim tidak memihak kepada kelompok-kelompok tertentu. Hal ini diperlukan untuk mencegah segregasi dan polarisasi di dalam tubuh Mahkamah Konstitusi.
Hakim konstitusi terpilih tidak boleh berada dalam posisi mewakili kepentingan lembaga yang mengusulkan mereka. Secara praktis, setelah terpilih dan dilantik, hubungan antara hakim konstitusi dan lembaga pengusul wajib terputus.
Pada dasarnya, prinsip imparsialitas hakim konstitusi dapat tercapai jika proses seleksi dan penunjukan memiliki standar yang objektif dari setiap lembaga pengusul. Saat ini, mekanisme seleksi di masing-masing lembaga pengusul masih sangat longgar. Hal ini membuka peluang terciptanya kesepakatan antara lembaga pengusul dan calon hakim tertentu sehingga independensi Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan.
2. Independensi
Independensi masih menjadi catatan serius kendati Mahkamah Konstitusi telah berdiri selama 20 tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya perubahan keempat dalam UU MK dalam Program Legislasi Prioritas 2023 membuka kans pelemahan terhadap independensi Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan terkait evaluasi posisi hakim konstitusi setiap lima tahun oleh lembaga pengusulnya akan diperkuat melalui perubahan keempat UU MK. Rencana tersebut dapat membuka peluang besar bagi pemerintah untuk memberhentikan hakim konstitusi secara sepihak, seperti pada kasus pemberhentian hakim Aswanto.
Untuk mengatasi situasi ini, peran Ketua Mahkamah Konstitusi sebenarnya dibutuhkan dengan menjaga independensi agar tidak mudah dintervensi secara politis oleh pemerintah. Selain itu, partai politik turut bertanggung jawab dengan aktif mencegah upaya pelemahan Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, setiap pasal dalam rancangan perubahan keempat UU MK perlu dirancang dengan hati-hati demi mencegah pelemahan kedaulatan atas kekuasaan kehakiman.
3. Akuntabilitas
Catatan lain yang perlu digarisbawahi terkait Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah seputar akuntabilitas. Dalam konteks etika dan hukum, perbuatan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara terbuka.
Pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK MK) perlu disambut positif sebagai respons terhadap dugaan perubahan redaksi dalam salinan putusan. Langkah ini merupakan bagian integral dari prinsip akuntabilitas dalam sistem peradilan.
Untuk mencapai tujuan ini, publik perlu mengawasi MK MK agar bekerja dengan independen, tanpa tekanan dari pihak mana pun, termasuk dari internal Mahkamah Konstitusi. Pengujian terhadap akuntabilitas dan kredibilitas ini tidak hanya terkait reputasi dan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi, tetapi secara tidak langsung berdampak pada persiapan Pemilu 2024.
Isu akuntabilitas perlu menjadi fokus mengingat MK sempat terjepit opini yang terlanjur liar mengenai uji materi sistem Pemilu 2024. Dalam perkara tersebut, sebelum putusan dibacakan majelis hakim, beredar kabar yang menyebutkan bahwa hakim akan memutus sistem pemilu menggunakan proporsional tertutup.
Di sisi lain, posisi Mahkamah Konstitusi sudah semestinya netral, tidak boleh terkontaminasi oleh persoalan politik. Entah segala isu yang menerpa benar atau tidak, Mahkamah Konstitusi harus memastikan putusan yang dihasilkan semata-mata demi kepentingan yang lebih besar, yakni konstitusi.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi harus berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis. Pasalnya, publik amat mengharapkan Mahkamah Konstitusi mampu menghindari kemunculan persepsi bias dalam proses persidangan.
Hakim harus senantiasa bersikap netral dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pihak yang terlibat dalam perkara. Mekanisme pengawasan internal yang tegas pun diperlukan demi memastikan hakim Mahkamah Konstitusi mematuhi prinsip-prinsip imparsialitas dalam proses pengambilan keputusan.
Urgensi Kemandirian dan Independensi
Kemandirian dan independensi menjadi aspek penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi. Publik tentunya berharap fungsi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat berjalan tanpa adanya tekanan politik maupun intervensi dari kekuatan eksternal.
Hakim-hakim Mahkamah Konstitusi harus menjaga integritas dan objektivitas dalam mengambil keputusan, tanpa adanya pertimbangan politik. Dalam menjalankan tugas, Mahkamah Konstitusi harus memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan hukum yang adil, bukan pengaruh kepentingan politik atau kekuasaan.
Mahkamah Konstitusi dituntut berani menegakkan hukum dan konstitusi dengan adil, berdasarkan pertimbangan yuridis yang tepat, serta tanpa memihak pada kepentingan kelompok tertentu atau melihat popularitas publik. Independensi ini akan memberikan keyakinan kepada publik bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan dalam melindungi konstitusi dan hak-hak warga negara.
Selain itu, proses seleksi hakim Mahkamah Konstitusi diharapkan transparan. Hakim Mahkamah Konstitusi harus ditunjuk berdasarkan kualitas akademik, pengalaman profesional, integritas, serta rekam jejak yang tak ternoda. Proses seleksi pun perlu melibatkan partisipasi publik demi memastikan hakim yang dipilih adalah yang terbaik dalam bidangnya.
Harapan Mahkamah Konstitusi Bekerja Terbuka
Tak hanya itu, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia harus menjalankan tugasnya dengan tingkat transparansi yang tinggi. Dalam konteks ini, transparansi mencakup proses pengambilan keputusan, alasan hukum yang mendasari keputusan tersebut, dan integritas para hakim.
Publik berharap Mahkamah Konstitusi lebih terbuka dalam memublikasikan informasi dan mendokumentasikan proses pengadilan. Dengan demikian, publik dapat memahami dan mengevaluasi argumentasi yang digunakan dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Transparansi yang tinggi akan memperkuat legitimasi Mahkamah Konstitusi di mata publik.
Di samping itu, proses hukum di Mahkamah Konstitusi perlu berlangsung cepat sehingga keadilan dapat terwujud secara efisien. Mahkamah Konstitusi pun harus mampu menghasilkan putusan yang jelas, tegas, dan konsisten, agar masyarakat dapat mengerti keputusan tersebut. Efektivitas terkait kemampuan Mahkamah Konstitusi dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konstitusi dan hak-hak yang dilindungi di dalamnya juga mesti terus diperkuat.
Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat menerima dan menanggapi kritik yang konstruktif. Keterbukaan terhadap masukan dan pendapat publik dibutuhkan agar Mahkamah Konstitusi mampu mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Sikap-sikap ini akan memberikan keyakinan bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dan menjaga kepercayaan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H