Sejak terlahir ke panggung sandiwara, panggung yang menjadi saksi perjuangan jutaan manusia. Kesadaran akan penobatan perihal manusia sempurna sangatlah sulit tuk diakui. Diri yang penuh dengan salah dan dosa, seakan-akan jarang sekali tuk merasa.Â
Dunia yang sebenarnya fana dan penuh hampa telah menuai ribuan warna lewat jutaan pasang mata. Namun, lika-liku perjuangan demi sebuah penobatan, tak ada artinya sedikit pun ketika kita tidak memberikan segenap kontribusi kepada mereka.
Mereka, mereka yang masih di bawah kita. Lihatlah, betapa bahagianya mereka ketika mendapatkan seonggok nasi ponggol dari orang baik, betapa bersyukurnya mereka ketika memperoleh bantuan dari sesamanya.Â
Salah satu kunci kesuksesan dalam hidup yang sejati, adalah berani melihat ke bawah, lalu bergerak untuk membantu. Daripada terus-menerus melihat ke atas, hingga menimbulkan candu kedengkian belaka.
Sempat menghilang. Diriku pernah (sempat menghilang) kala itu. Sebagai anak muda pasti tidak asing kembali dengan sosial media, kefanaan dunia yang tersebar lewat sosial media tak jarang mampu menimbulkan percikan nilai negatif. Menjauh, hingga menghilang adalah cara yang tepat untuk dilakukan. Namun, terkadang berat tuk dilaksanakan.
Mengapa berat? Sebab sosial media telah menjadi bagian dari hati kita, kita yang sudah terlanjur cinta, walau tak jarang dibumbui oleh rasa kecewa.
Ketika diriku sempat menghilang dari kesadaran positif, aku kembali terperanjak. Bahwa segalanya tak mungkin terlihat negatif, merubah keadaan dengan sebaik mungkin adalah yang saat itu aku lakukan. Hidup terlalu singkat untuk menghabiskannya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Sebab untuk menebar manfaatlah menjadi salah satu tujuan utama dalam hidup manusia. Manfaat tersebut akan menjadi bekal yang akan kita bawa menuju ke yaumul akhir.
Mempertanggungjawabkan segala yang telah kita lakukan di panggung sandiwara, dan menunggu keputusan Sang Khalik manakah tempat akhir yang akan kita tuju, ke dalam ruang siksa, atau ke dalam ruang nikmat yang sejatinya tak terhingga.
Belajar, berkontribusi, dan berbagi, adalah tiga hal yang mesti kita hadirkan selalu dalam setiap cerita jejak hidup kita semua.
Manusia yang tak menggunakan hatinya dengan baik, pasti akan menghalau dari kata (belajar). Sebab hatinya telah dibumbui oleh sikap sombong. Ia takkan segan untuk menghabiskan detik demi detik dalam hidupnya tanpa kata belajar. Mendoktrin bahwa dirinya serba bisa, sudah tidak perlu dipelajari lagi, sudah tak butuh sarapan ilmu karena ilmu yang ia miliki saat itu merasa sudah tercukupi.
Bicara tentang ilmu. Ilmu itu takkan pernah ada batasan, sebab ilmu itu sangatlah luas, liar, juga berkuantitas tak terhingga. Ilmu mampu kita dapatkan darimana saja, sehingga tak ada satupun alasan kita untuk menjauhkan hakikat hidup dengan kata (belajar).
Manusia yang tak ingin memberikan dedikasi, pasti sulit untuk melakukan (kontribusi). Mereka cenderung pemalas, dalam artian malas untuk menggerakan pikiran, raga, sekaligus hati untuk mengontribusikan segenap kemampuan kepada orang banyak. Hatinya belum mampu tergerak, sebab masih becagak pada kata malas.Â
Lantas apa yang akan kita dapat setelah melakukan kontribusi kebaikan kepada sesama? Sungguh, mereka yang selalu bahagia dan merasa senang ketika membantu sesamanya, telah Allah berkahi kenikmatan iman yang begitu indah.
Walaupun keadaannya sedang sempit, raganya sedang sakit, masalahnya lebih rumit. Ia tetap berjalan beriringan untuk dapat memberikan kontribusi kebaikan kepada sesama, melalui kemampuan yang ia miliki.
Dan yang terakhir, manusia yang terlanjur takut kehilangan hartanya, pasti tergolong manusia yang sukar tuk (berbagi). Mereka sudah terlena akan manisnya duniawi, hatinya terpenuhi oleh cerita fiksi kehidupan di bumi.Â
Cintanya mereka terhadap duniawai mengalahkan cintanya mereka terhadap Allah. Nauzdubillah, semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sulit untuk membagi.
Padahal harta yang mereka dapatkan sumbernya dari Allah semata. Harta tersebut hanyalah titipan, dan juga amanah yang Allah beri, agar mampu kita salurkan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Harta tersebut dijalankan dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk menuai keberkahan bagi banyak orang, sebab mereka menggunakannya di jalan Allah.
Berbagi, belajar, dan berkontribusi, adalah tiga hal yang mungkin di rasa sulit untuk dilaku menjadi rutin. Namun, yakinlah, kemudahan akan selalu datang pada diri kita. Ketika kita memiliki kemauan untuk selalu mengusahakan yang terbaik demi meraih cinta-Nya yang sejati.
Barakallah, libatkanlah Allah selalu dalam setiap derap langkah perjuanganmu. Wallahul Musta'an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H