Mohon tunggu...
Dhia Anindita Kamilah
Dhia Anindita Kamilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa S1 Program Studi Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Faktor Genetik Mendominasi Penyebab Terjadinya Gangguan Jiwa di Indonesia?

11 Juni 2022   21:27 Diperbarui: 12 Juni 2022   10:30 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) pada tahun 2017 dengan menggunakan pengukuran kesehatan DALY (Disability-Adjusted Life Year) yang dihitung dari penjumlahan kematian prematur dan tahun hidup dengan kondisi disabilitas disebutkan bahwa beban penyakit tertinggi kelima di dunia, di Asia Tenggara, dan di Indonesia adalah tentang gangguan jiwa. Pada tahun 2017, menurut perhitungan beban penyakit disebutkan beberapa jenis gangguan jiwa yang dialami oleh masyarakat Indonesia, diantaranya adalah gangguan depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, autis, dan cacat intelektual. 

Menurut Depkes (Departemen Kesehatan) Republik Indonesia (2000), gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang mana menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi jiwa yang dapat menimbulkan penderitaan atau hambatan kepada individu dalam melakukan peran sosial. Menurut Mahmuda (2018) gangguan jiwa menyebabkan individu yang menderita kehilangan kemampuan dalam mengatasi peran individu dalam lingkungan sosial. Data masalah gangguan jiwa di dunia yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) dalam tahun 2019 menampakkan bahwa terdapat 264 juta orang yang mengalami depresi, 45 juta orang menderita penyakit bipolar, demensia dialami sebanyak 50 juta orang dan skizofrenia dialami oleh 20 juta orang. 

Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti diperlakukan secara tidak adil dan semena-mena, perasaan yang tidak terbalas, kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup, kehilangan mata pencaharian, emotional abuse, dan lain sebagainya. Emotional abuse juga merupakan salah satu jenis dari penyakit gangguan jiwa yang sering disebabkan oleh faktor keluarga yang dapat menjadi sebuah penyakit turunan melalui genetik. Selain itu, penyebab gangguan jiwa juga bisa disebabkan oleh faktor genetik. Menurut Shizhong Han, Ph.D., professor psikiatri dan ilmu perilaku dari Johns Hopkins Medicine berpendapat bahwa seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat memiliki gangguan jiwa besar kemungkinan lebih kurang 20-30 persen untuk turut mengalami gangguan jiwa. Pendapat tersebut dibuktikan dengan dilakukannya sebuah studi yang meneliti mengenai strata gangguan jiwa yang dialami oleh sepasang anak kembar. Hasil membuktikan bahwa sepasang anak kembar yang tidak identik memiliki taraf kecenderungan mengalami gangguan jiwa dalam strata 20 persen. Sedangkan dengan sepasang anak kembar identik yang mempunyai susunan gen yang sangat mirip dapat mengalami gangguan jiwa dalam strata yang lebih tinggi, yaitu pada strata 50 persen. Hal ini ditimbulkan lantaran melihat atau merasakan perilaku anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Faktor genetik juga memiliki andil dalam terjadinya penyakit gangguan jiwa. Faktor genetik dapat diturunkan tanpa berdasarkan jenis kelamin, biasanya jenis sel gamet kelamin yang mendomi asilah yang mengambil peran. Pertanyaannya adalah apakah faktor genetik mendominasi penyebab terjadinya gangguan jiwa?

Jawabannya adalah tidak. Mengapa demikian? Merujuk kepada sebuah artikel yang diterbitkan oleh Rumah Sakit Jiwa Menur yang terdapat di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur menjelaskan adanya beberapa bukti yang menampakkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh kombinasi menurut beberapa faktor yaitu faktor biologis yang mencakup keturunan atau genetik, riwayat trauma kepala dan adanya gangguan anatomi dan fisiologi saraf, psikologis yang berperan dalam timbulnya gangguan jiwa seperti intelegensi dan tingkat perkembangan emosional, dan sosial yang berpengaruh terhadap stabilitas keluarga, pola asuh anak, adat dan kebudayaan serta nilai dan kepercayaan tertentu. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa faktor genetik bukanlah penyebab yang mendominasi terjadinya gangguan jiwa pada individu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun